Gugatan Grab Indonesia Berujung Uji Pasal 1365 KUH Perdata
Berita

Gugatan Grab Indonesia Berujung Uji Pasal 1365 KUH Perdata

Pemohon meminta MK menunda berlakunya Pasal 1365 KUH Perdata hingga memutus permohonan uji materi ini. Pemohon juga meminta agar MK menyatakan kata “kerugian” dalam Pasal 1365 KUH Perdata tidak dimaknai termasuk juga “Honorarium jasa advokat”.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto. RES
Gedung MK. Foto. RES

Sidang perdana uji materi Pasal 1365 khususnya kata “kerugian” dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (29/9/2020) kemarin. Perkara yang teregistrasi dengan nomor perkara 77/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. 

Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan, “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.”

Bayu Segara selaku Kuasa Pemohon mengatakan Pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia yang merasa dirugikan secara langsung atas kata “kerugian” yang dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang dimaknai termasuk juga honorarium atas jasa hukum dari penggugat (Grab Indonesia) kepada Pemohon in casu tergugat.

Kronologi kerugian konstitusional yang dialami Pemohon bermula pada 1 Agustus 2019 saat Grab Indonesia mengadakan tantangan jugglenaut yakni menggunakan fasilitas Grab Bike sebanyak 74 kali untuk mendapat reward sebesar Rp 1.000.000,00. Pemohon pergi kemanapun menggunakan Grab Bike, sehingga Pemohon berhasil menyelesaikan tantangan pada 8 Agustus 2019. Namun reward sebesar Rp 1.000.000,00 tidak didapatkan Pemohon. 

“Dengan itikad baik, Pemohon kemudian menunggu hingga 2 September 2019. Namun, tetap tidak ada reward, bahkan tidak ada keterangan atau penjelasan apapun. Pada 3 September 2019 melalui kuasanya, Pemohon memasukkan berkas gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Bayu Segara dalam persidangan sebagaimana dikutip laman resmi MK.

Keesokan harinya (4/9/2019), Grab tiba-tiba memberi reward Rp 1.000.000,00 tersebut ke akun grab Pemohon. Tapi, Grab justru menggugat balik Pemohon dengan alasan reward sudah diberikan dan mendalilkan kerugiannya karena harus keluar biaya untuk honorarium jasa advokat bagi kuasanya yakni Lawfirm Rajamada & Partners. “Perkara tersebut akhirnya diputus tidak dapat diterima karena ada ketentuan dalam penggunaan aplikasi Grab, sengketa antara Grab dan konsumen harus diselesaikan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), bukan Pengadilan Negeri,” tutur Bayu. 

Atas putusan itu, Pemohon tidak mengajukan upaya hukum. Namun tiba-tiba pada 5 Februari 2020, Pemohon mendapat somasi dari Grab Indonesia melalui kuasanya Rajamada & Partners. Isi dari somasi tersebut sama persis seperti gugatan rekonvensi baik alasan maupun hal yang dimintakan. Pemohon tidak mengindahkan somasi tersebut, dan kemudian tiba-tiba Pemohon digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 10 Maret 2020. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait