Wahiduddin Adams: Tantangan Profesi Hukum di Era Teknologi Informasi
Berita

Wahiduddin Adams: Tantangan Profesi Hukum di Era Teknologi Informasi

Pengacara atau advokat akan terkena imbas dari industri 4.0. Disarankan pengacara atau advokat membaca buku The End of Lawyers karangan Richard Susskind: “firma-firma hukum menghadapi tekanan bila tidak mengubah caranya memberikan layanan hukum.”

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat Webinar Nasional bertajuk 'Prospek dan Tantangan Hukum di Masa Pandemi Covid-19' secara virtual, Sabtu (27/3/2021). Foto: Humas MK
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat Webinar Nasional bertajuk 'Prospek dan Tantangan Hukum di Masa Pandemi Covid-19' secara virtual, Sabtu (27/3/2021). Foto: Humas MK

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menilai ada beberapa tantangan bagi profesi hukum, tidak hanya di masa pandemi, tetapi dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi di era industri 4.0. Hal itu disampaikan Wahiduddin saat Webinar Nasional bertajuk “Prospek dan Tantangan Hukum di Masa Pandemi Covid-19” secara virtual yang diselenggarakan DPC Peradi Tangerang bekerja sama dengan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu (27/3/2021) kemarin.

“Topik ini memotivasi, menggerakkan, menyentuh lingkungan keseharian yang berkaitan dengan masalah hukum. Saya melihat ada keselarasan antara tantangan di masa pandemi dengan menyambut era industri 4.0 dalam hal pemanfaatan teknologi informasi,” ujar Wahiduddin seperti dikutip laman MK.

Dia melihat adanya pandemi Covid-19 seolah memaksa dan mengakselerasi penggunaan teknologi dalam segala bidang profesi, termasuk di lingkungan profesi hukum. Adanya pembatasan pertemuan secara fisik membuat orang semakin gemar di depan smartphone atau laptop memanfaatkan segala aplikasi video conference, seperti zoom. Begitu juga di pengadilan, sidang-sidang diselenggarakan secara virtual yang mendorong secara paksa perangkat peradilan menyesuaikan hukum acaranya.

“Era industri 4.0 tidak ubahnya seperti apa yang dilakukan di masa pandemi. Bedanya, kegiatan dan penggunaan teknologi di masa pandemi lebih karena keterpaksaan. Selain menggeser topik tantangan hukum di masa pandemi menjadi industri 4.0, saya juga bukan berasal dari praktisi hukum dalam arti lawyer atau advokat. Karena itu, saya tidak akan bicara mengenai profesi lawyer dan advokat, tetapi menggeser menjadi topik keseharian saya menjadi Hakim Konstitusi,” ujar Wahiduddin. 

Imbas industri 4.0  

Wahiduddin membagi pembahasan menjadi dua hal. Pertama, tantangan profesi hukum secara umum dalam menghadapi era industri 4.0 dengan segala pemanfaatan teknologi. Kedua, pengalaman Mahkamah Konstitusi menghadapi situasi pandemi Covid-19.  “Yang dimaksud era industri 4.0 adalah yang diasosiasikan dengan industri jasa ataupun komoditas yang memanfaatkan teknologi. Jasa dan komoditas yang ditawarkan ini kemudian mengubah secara dramatis dan revolusioner sebuah pasar komersial atau cara hidup orang,” terang Wahiduddin. 

Wahiduddin mencontohkan ojek online dalam layanan bidang transportasi. Ojek online mengubah tata laksana sekaligus pasar transportasi angkutan darat. Padahal transportasi sebuah jasa taksi terkenal begitu mendominasi di kota besar dan tak tergoyahkan.

Namun kehadiran jasa angkutan online justru menjadi ancaman perusahaan taksi yang eksis dan dominan sejak lama. Biasanya, perusahaan taksi berskala besar tidak merasakan ancaman ketika ada saingan perusahaan taksi lainnya. Tetapi ketika muncul perusahaan jasa transportasi online, barulah perusahaan taksi berskala besar merasa goyah. Itulah salah satu contoh imbas dalam era industri 4.0.

Tags:

Berita Terkait