Safenet Minta Pemerintah Batalkan Permenkominfo PSE Lingkup Privat
Terbaru

Safenet Minta Pemerintah Batalkan Permenkominfo PSE Lingkup Privat

Mulai materi muatannya berpotensi bertentangan dengan Pasal 12 Deklarasi Universal HAM, Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, hingga three part test belum diatur ketat dalam mekanisme hukum. Kominfo mengimbau agar publik tak menyebarkan informasi atau analisa sepihak terkait Permenkominfo 5/2020 tanpa melakukan penelitian mendalam.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika. Foto: RES
Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika. Foto: RES

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi masih terus berproses. Namun, belum lama ini pemerintah malah membuat aturan teknis yang mengatur sistem elektronik lingkup privat yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No.5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Beleid ini dinilai mengandung persoalan dasar kebebasan dan hak asasi manusia di ranah digital.

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto mengatakan pihaknya telah meminta Menkominfo Jhony G Plate agar membatalkan Permenkominfo tersebut. Sebab, dalam Permenkominnfo 5/2020 terdapat ancaman baru yang berlaku efektif, Senin (24/5/2021) kemarin. “Kami berharap Menkominfo berkenan mempertimbangkan rekomendasi kami,” ujar Damar Juniarto dalam surat resmi yang dilayangkan ke Kemenkominfo beberapa hari lalu.

Menurutnya, terdapat 7 poin analisis hukum yang menjadi alasan pembatalan Permenkominfo 5/2020. Pertama, substansi Permenkominfo 5/2020 mengandung materi muatan yang mencakup pengaturan hak-hak digital termasuk pembatasannya terutama berkaitan dengan hak-hak privasi.  Dia menilai materi muatan Permenkominfo tersebut melampaui batasan dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 

“Semestinya materi muatan Permenkominfo 5/2020 sebatas dalam rangka ‘penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan’. Ini bentuk nyata kesewenang-wenangan dalam pembentukan hukum yang berdampak terhadap munculnya potensi pelanggaran hak-hak dasar manusia yang dilegalkan,” kata dia.

Kedua, materi muatan dalam Permenkominfo 5/2020 berpotensi bertentangan dengan Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, serta Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, khususnya mendasarkan pada bagaimana menempatkan kedudukan data pribadi dalam PSE privat yang begitu mudah diakses oleh kepentingan otoritas yang selama ini memiliki dua hal mendasar.

“Ketiadaan pengawasan yang independen memperoleh akses data pribadi. Dalam praktik seringkali ditemukan penyalahgunaan atas data pribadi terutama oleh aparat birokrasi dan penegak hukum.”

Ketiga, three part test belum diatur ketat dalam mekanisme hukum dalam Permenkominfo 5/2020. Alhasil, pengaturan tersebut malah membuka ruang pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak privasi. Keempat, dalam Permenkominfo 5/2020 ditemukan 65 kata kunci “pemutusan akses”.  Mulai yang dimaknakan sebagai access blocking ataupun take down.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait