Langkah Gus Dur Mentok di Tangan Mahkamah Konstitusi
Berita

Langkah Gus Dur Mentok di Tangan Mahkamah Konstitusi

Dikalahkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK), kuasa hukum KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur malah mengaku terharu. Mungkin inilah antiklimaks dari perjuangan Gus Dur di Mahkamah Konstitusi

Tri
Bacaan 2 Menit
Langkah Gus Dur Mentok di Tangan Mahkamah Konstitusi
Hukumonline

 

Sementara terhadap isi pasal 6 huruf (s), majelis hakim MK menilai Gus Dur maupun Alwi Shihab tidak memiliki legal standing untuk mengajukan uji materiil terhadap Pasal 6 huruf (s). Hal ini didasarkan pada, baik Gus Dur maupun Alwi, bukanlah warga negara yang haknya dilanggar secara konstitusi dengan keberadaan pasal 6 huruf (s) yang berisikan  

 

Pertimbangan majelis ini merujuk pada 51 ayat 1 UU No. 24 tahun 2003 tentang MK, yang mensyaratkan bahwa pemohon yang mengajukan permohonan adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU.

 

"Gus Dur dan Alwi, tidak mempunyai kepentingan hukum terhadap pasal 6 huruf (s). Hal ini karena keduanya tidak pernah menjadi anggota bekas ormas atau partai yang terlibat dengan Gerakan 30/S PKI," papar Majelis.

 

Sedangkan mengenai tuntutan pemohon tentang adanya tuntutan provisi, yang meminta agar pasal 6 huruf (d) dan (s) untuk sementara tidak diberlakukan sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Majelis hakim MK, langsung menolaknya. "Tentang provisi tidak dikenal dalam UU No. 24 tahun 2004 tentang MK. Jadi permohonan itu tidak dapat diterima," tutur majelis.

Seusai persidangan, Syaeful Anwar, selaku kuasa hukum menyatakan keterharuannya terhadap putusan MK yang diketuai Prof. Jimly Assidiqie. "Meski permohonan kami ditolak, saya terharu. Karena putusan hakim mempertimbangkan semua permohonan kami," ungkapnya (23/4).

 

Namun begitu, meski permohonan kliennya soal pembatalan pasal 6 huruf (d) dan (s)  Undang-Undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) ditolak MK. Tetapi, lanjut Syaeful, pihaknya masih akan menepuh upaya hukum lainnya, yaitu, mengajukan judicial review terhadap SK KPU No. 26 Tahun 2004 yang berisikan panduan pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani calon Presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Agung (MA).

 

Soal permohonan judicial review terhadap UU Pilpres tersebut, MK sendiri dalam putusannya yang dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim MK yang berjumlah sembilan orang menyatakan, permohonan yang diajukan Gus Dur dan Ketua Tanfidziah Partai Kebangkitan Bangsa Alwi Shihab terhadap pasal 6 huruf (d) UU Pilpres harus lah ditolak. Sedangkan terhadap permohonan atas pasal 6 huruf (s) UU Pilpres tidak dapat diterima.

 

Penolakan majelis hakim ini, karena untuk pasal 6 huruf (d) tidak ada hal yang bertentangan dengan UUD 1945. Bahkan lanjut majelis, isi pasal 6 huruf (d) yang berisikan syarat calon Presiden dan calon wakil presiden harus sehat jasmani dan rohani sama dengan apa yang tertuang dalam pasal 6 ayat 1 UUD 1945 perubahan ketiga.

 

Selain itu majelis juga menilai alasan yang diajukan pemohon, yang mendasarkan pada Pasal 25 International Covenant On Civil and Political Right (ICCPR) sama sekali tidak mendasar. Alasannya, menurut majelis, karena merujuk Pasal 2 Covenant tersebut menegaskan bahwa dalil yang dikemukakan termohon, yaitu soal sehat jasmani dan rohani bukanlah termasuk isi covenant tersebut. padahal isi dari Covenant itu menyangkut diskrimasi ras, agama, ekonomi, kelompok dan golongan.  

Tags: