‘Lembaga Perlindungan Saksi Sebaiknya Diserahkan ke Kepolisian'
Berita

‘Lembaga Perlindungan Saksi Sebaiknya Diserahkan ke Kepolisian'

Akan membebani keuangan negara jika khusus dibentuk lembaga perlindungan saksi

CR-2
Bacaan 2 Menit
‘Lembaga Perlindungan Saksi Sebaiknya Diserahkan ke Kepolisian'
Hukumonline

 

Perlu disampaikan, RUU Perlindungan Saksi telah dijadikan usul inisiatif oleh anggota DPR. Sebanyak 24 anggota Komisi III DPR telah menandatangani surat pengajuan RUU Perlindungan Saksi dan Korban pada Sidang Paripurna DPR 19 Mei 2005.

 

Mengenai perlindungan saksi, RUU versi DPR tersebut menegaskan bahwa hal tersebut dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang merupakan lembaga mandiri yang bertanggungjawab menangani pemberian perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban. Anggota lembaga ini terdiri dari unsur Komnas HAM, Kepolisian, Kejaksaan, Departemen Hukum dan HAM, akademisi, dan LSM. Sedangkan pembiayaan lembaga ini dibebankan kepada negara.

 

Sementara RUU Perlindungan Saksi versi Koalisi Perlindungan Saksi menilai sebaiknya masalah perlindungan diserahkan pada kepolisian. Selain untuk meringankan beban anggaran negara, juga mempercepat reformasi di tubuh kepolisian.

Demikian disampaikan R. Husna Mulya Koordinator Divisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan dalam workshop bertema Mengintegrasikan Perspektif Gender dalam RUU Perlindungan Saksi yang diadakan di Gedung Komnas Perempuan (8/8).

 

Pemantauan perlindungan saksi lebih mudah melalui aparat. Selain itu, tugas untuk menjaga keamanan sudah ada di Kepolisian, sehingga hal ini bisa mencegah terjadi tumpang tindih tugas, kata Husna.

 

Ia menyatakan saat ini sudah banyak komisi dan lembaga yang dibentuk sebagai badan yang menjalankan perintah undang-undang. Namun kenyataannya banyak komisi itu tidak berjalan efektif. Padahal, biaya operasionalnya tidak sedikit. Oleh karena itu, untuk perlindungan saksi diusulkan agar memberdayakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sudah ada atau menyerahkannya ke Kepolisian RI.

 

Hal senada disampaikan Direktur LBH APIK Ratna Batara Munti. Menurut Ratna, saat ini LSM sudah cukup repot mengawasi aparat, sehingga tidak bisa mengawasi komisi yang melaksanakan amanat undang-undang. Sebaiknya perlindungan saksi diserahkan ke kepolisian saja, jadi kita sekaligus mengawasi aparat, ujar Ratna.

 

Sementara Franky Tan dari FSPSI Reformasi menilai untuk 10 tahun pertama sebaiknya perlindungan saksi tetap dipegang oleh LSM. Setelah 10 tahun baru diserahkan seluruhnya ke Kepolisian RI. Tapi, lanjut Franky, untuk kasus yang besar seperti korupsi atau pencucian uang, LSM tidak mampu melindungi saksi karena pasti dibutuhkan rumah aman (safe house) yang benar-benar bisa melindungi saksi.

Tags: