Pengadilan Tinggi Jawa Barat Lakukan Kekeliruan Fatal
Berita

Pengadilan Tinggi Jawa Barat Lakukan Kekeliruan Fatal

Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat dinilai telah melakukan kekeliruan yang sangat fatal dalam menerapkan hukum.

Mys
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tinggi Jawa Barat Lakukan Kekeliruan Fatal
Hukumonline

 

Kemelut pilkada Depok pasca putusan PT Jawa Barat memang semakin meruncing. DPD Golkar Depok sudah secara resmi meminta agar Mendagri melantik pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad. DPRD Depok pun sudah mengeluarkan persetujuan atas putusan pengadilan tersebut. Sebaliknya, kuasa hukum PKS Adnan Buyung Nasution meminta agar Depdagri tidak terburu-buru melantik.

 

Kepala Pusat Penerangan Depdagri Ujang Sudirman menjawab secara diplomatis. Depdagri, kata dia, belum bisa bekerja karena masih menunggu rekomendasi Gubernur Jawa Barat.

 

Formil dan materiil

Kesimpulan bahwa majelis hakim telah melakukan kekeliruan fatal diperoleh setelah mengkaji putusan tersebut secara formal dan material. Dari segi penerapan hukum formil, putusan telah melampaui tenggat waktu pembacaan sehingga harus dinyatakan batal demi hukum. Pasal 106 ayat (4) UU Pemda secara tegas menyatakan bahwa putusan terhadap sengketa diambil paling lambat 14 hari sejak diterimanya keberatan oleh pengadilan yang akan memutus. Jika kata ‘hari' dianggap hari kerja, seharusnya putusan atas sengketa pilkada Depok sudah harus diputus pada 1 Agustus 2005. Faktanya, hingga tanggal 3 Agustus, persidangan masih berlangsung.

 

Disamping itu, permohonan tidak memenuhi persyaratan pokok perkara yang disengketakan sehingga seharusnya keberatan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Sesuai pasal 106 ayat (2) UU Pemda, keberatan yang boleh diajukan hanya berkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Faktanya, hakim banyak mempertimbangkan hal-hal di luar objek sengketa hasil perhitungan suara tadi.

 

Dari sisi penerapan hukum materiil, adalah mustahil dan janggal jika majelis hakim serta merta dapat menentukan sejumlah orang yang tidak terdaftar dipastikan akan memilih calon tertentu. Kalaupun itu dinyatakan saksi, hakim harus menganggap itu sebagai klaim karena tak seorang pun bisa mengetahui apa yang dipilih orang lain di bilik suara.

 

Lagipula, alasan-alasan dan bukti yang diajukan pemohon lebih mengarah pada pelanggaran-pelanggaran pidana seperti hilangnya hak pilih seseorang atau terhalang-halanginya seseorang untuk menggunakan hak pilih. Pelanggaran semacam itu seharusnya dilaporkan ke Panwas pilkada atau polisi.

Majelis hakim pimpinan Nana Juwana telah lalai dalam memperhatikan dan menegakkan aturan formil yang ada. Hakim keliru ketika mengasumsikan sejumlah orang yang tidak terdaftar pada pilkada Depok secara otomatis memilih pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad. Pemeriksaan terhadap kelima anggota majelis hakim mendesak dilakukan Komisi Yudisial.   

 

Penilaian tersebut disampaikan sejumlah lembaga dan ahli hukum di Jakarta, Jum'at (19/08). Penilaian itu dibuat setelah mengkaji putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan pemberitaan sejumlah media yang menganulir kemenangan Nurmahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra.

 

Lembaga yang melakukan kajian antara lain Pusat Reformasi Pemilu CETRO, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), dan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN).

 

Pada hari yang sama, tim hukum pasangan Nurmahmudi-Yuyun yang dikomandoi Adnan Buyung Nasution mendatangi KPUD Depok dan KPUD Jawa Barat. Sementara Fraksi PKS DPRD Depok mendatangi Departemen Dalam Negeri.

Halaman Selanjutnya:
Tags: