Penyelesaian BLBI Terganjal Selisih Kalkulasi
Berita

Penyelesaian BLBI Terganjal Selisih Kalkulasi

Pemerintah akan mengajukan selisih perhitungan utang yang harus dibayar obligor BLBI sebesar Rp800 miliar ke DPR

Tif/Lut
Bacaan 2 Menit
Penyelesaian BLBI Terganjal Selisih Kalkulasi
Hukumonline

 

Seusai rapat Tim Pengarah, Tim Pelaksanan diberi mandat untuk memanggil lagi obligor untuk membuat pernyataan kesanggupan bayar. Kita ingin dalam bentuk cash settlement. Jadi kalau mereka punya aset ya selesaikan sendiri, jual sendiri, papar Hadiyanto.

 

Tim pelaksana telah bertemu dengan delapan obligor BLBI tanggal 1 hingga 10 Mei 2006. Dalam pertemuan itu tim pelaksana menyampaikan hasil perhitungan tim mengenai outstanding jumlah kewajiban masing-masing obligor sebagaimana

diputuskan dalam rapat tim pengarah pada 18 Maret 2006 dan obligor telah menyampaikan tanggapan.

 

Selanjutnya dalam waktu dua hari setelah pertemuan, obligor telah menyampaikan tanggapan tertulis mengenai jumlah kewajibannya menurut perhitungan masing-masing disertai dengan dokumen pendukung. Berkenaan dengan tanggapan obligor, tim pelaksana telah meminta pendapat mantan koordinator pelaksana tim pemberesan BPPN dan eks pegawai aset manajemen investasi (AMI) BPPN.

 

Sehubungan dengan potensi penerimaan negara yang berasal dari pengembalian pemegang saham, Pemerintah akan menyampaikan potensi penerimaan tersebut dalam APBN-P 2006.

 

Sebagai bahan pembahasan dengan DPR, akan disertakan informasi seluruh proses dan dasar perhitungan serta pernyataan tertulis pemegang saham mengenai kesanggupan penyelesaian kewajiban sesuai perhitungan masing-masing pemegang saham. Untuk itu tim pengarah menugaskan tim pelaksana untuk memanggil kembali obligor untuk mengkonfirmasikan perlunya pernyataan tertulis obligor.

 

Pasal 36 UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa penyelesaian piutang negara/daerah yang timbul sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang. Penyelesaian piutang tersebut ditetapkan oleh Presiden, setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp100 miliar.

 

Pasal 32 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 31/Pmk.07/2005 Tentang Tata Cara Pengajuan Usul, Penelitian, Dan Penetapan Penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah Dan Piutang Negara/Daerah menyatakan bahwa usul Penghapusan Secara Bersyarat atas Piutang Negara disampaikan secara tertulis dan dilampiri dengan daftar nominatif Penanggung Utang dan Surat Pernyataan PSBDT dari PUPN Cabang

 

Sementara Pasal 47 menyebutkan bahwa daftar nominatif Penanggung Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf aharus berisi identitas, nama dan alamat para Penanggung Utang; sisa utang masing-masing Penanggung Utang yang akan dihapuskan; tanggal terjadinya piutang, tanggal jatuh tempo/dinyatakan macet, dan tanggal penyerahan pengurusan piutang kepada PUPN Cabang; tanggal dinyatakan sebagai PSBDT oleh PUPN; dan keterangan tentang keberadaan dan kemampuan Penanggung Utang, keberadaan dan kondisi barang jaminan, dan/atau keterangan lain yang terkait.

 

Sebelumnya, BPK telah mengumumkan temuan pengembalian BLBI yang terindikasi korupsi. Selain itu, BPK juga telah merekomendasikan agar Kejagung bekerja lebih cepat dan segera memutuskan kejelasan status dana penyimpangan dalam penyaluran BLBI sebesar Rp 138,442 triliun dari total BLBI sebesar Rp 144,536 triliun. Apakah statusnya akan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau akan dibebankan ke BI.

 

BPK mengatakan hasil temuan investigasi audit BPK sangat jelas bahwa ada indikasi

penyimpangan dana sebesar Rp 138,442 triliun baik dari segi penyalurannya oleh BI maupun penggunaannya oleh 48 bank penerima.

 

Dipanggil Lagi

Meski belum melewati tenggat, delapan orang obligor BLBI akan segera dipanggil Jampidsus untuk dimintai keterangan. Sebetulnya batas waktunya sampai Desember, tapi setelah dikaji dari delapan obligor kemungkinan besar tiga orang akan dipanggil lagi, kata Jaksa Agung Abdul Rahman Seleh di Jakarta, Jumat (2/06).

 

Ia menjelaskan delapan obligor itu dipanggil untuk ditanya bagaimana perkembangan kesanggupan penyelesaian yang dulu ditandatangani. Hal tersebut dilakukan untuk persiapan sampai dengan bulan Desember.

 

Sementara itu Jampidsus, Hendarman Supanji menjelaskan bahwa ketiga orang yang dipanggil adalah LM, MS dan AA. Mereka dipanggil dikarena tidak kooperatif di dalam menyelesaikan utangnya kepada negara. Hingga saat ini, baru dua obligor BLBI yang menyerahkan dokumen pendukung perhitungan utang berdasarkan catatan para pengutang, yakni James Januardy dan Adisaputra Januardy.

Penyelesaian perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) masih terganjal. Kali ini berkaitan dengan perbedaan perhitungan utang yang harus dibayar delapan obligor BLBI antara hasil kalkulasi pemerintah dengan klaim para obligor. Tak tanggung-tanggung selisih tersebut mencapai Rp 100 miliar per obligor atau sekitar Rp 800 miliar untuk delapan obligor.

 

Basis perhitungan yang kami gunakan adalah perjanjian (Akta Pengakuan Utang/APU, red) reformulasi. Ada fakta yang tidak sepenuhnya mengikuti perjanjian ini. Kalau menggunakan perjanjian tersebut, maka perhitungannya adalah jumlah tagihan di APU awal ditambah bunga dan denda, kata Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan Hadiyanto di Jakarta, Jumat (2/6), saat menyampaikan hasil Rapat Koordinasi Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) APU.

 

Rapat diikuti oleh Menko Perekonomian Boediono selaku Ketua Tim Pengarah, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Makbul Padmanegara, Menkeu Sri Mulyani, dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (yang juga Ketua Timtas

Tipikor) Hendarman Supandji.

 

Menurut Hadiyanto, selisih perhitungan pemerintah dengan masing-masing obligor mencapai lebih dari Rp 100 miliar. Akibatnya, pemerintah harus meminta pertimbangan DPR dalam menetapkan jumlah kewajiban yang harus dibayar para obligor.

 

Kami akan menyampaikan masalah ini kepada DPR bersamaan dengan pembahasan Rancangan APBN Perubahan 2006, mungkin dalam satu bulan ini. Sebagai stakeholder, DPR dan publik harus mengetahui perbedaan angka ini, katanya. Kedelapan obligor itu adalah James Januardy, Adisaputra Januardy, Atang Latief, Marimutu Sinivasan, Omar Putiray, Lidia Muchtar, Agus Anwar, dan Ulung Bursa. Nilai pokok kewajiban mereka diperkirakan mencapai Rp 3,02 triliun.

Halaman Selanjutnya:
Tags: