Tak Ada Salahnya Memilih Arbitrase di Singapura
Berita

Tak Ada Salahnya Memilih Arbitrase di Singapura

Memilih menyelesaikan sengketa lewat arbitrase di Singapura lebih menguntungkan daripada ke Jenewa. Selain lebih murah, arbitrernya pun relatif lebih memahami hukum Indonesia.

M-1
Bacaan 2 Menit
Tak Ada Salahnya Memilih Arbitrase di Singapura
Hukumonline

 

Mengingat arbitrase Indonesia belum berkarakteristik internasional, ia berharap jika investor asing punya posisi tawar yang lebih kuat dan menginginkan penyelesaian sengketa di luar Indonesia maka lebih baik berarbitrase di Singapura di bandingkan di Jenewa, New York atau di negara lain. Sebab lebih banyak pengacara Indonesia yang tahu hukum Singapura. Banyak pengacara Indonesia yang berhubungan dengan lawyer Singapura dan lebih banyak pengacara yang tahu hukum Singapura serta lebih murah perjalanan ke Singapura.

 

Hikmahanto menilai arbiter di Singapura mempunyai sensitivitas tertentu terhadap kondisi, keadaan dan budaya hukum di Indonesia yang seringkali tidak dimiliki oleh arbiter di negara lain. Kalau misalnya orang Amerika jadi arbiter, kadang tidak  bisa memahami bahwa suatu peraturan di Indonesia memang tidak dijalankan oleh pemerintah dan penegak hukum. Kalau arbiter Singapura, maka mereka bisa tahu konteks suatu peraturan Indonesia dibuat, tambahnya.iHiHi

 

 

Negara lain memandang Arbitrase Singapura merupakan arbitrase dengan international characteristic. Meskipun orang tidak punya hubungan dengan Singapura, mereka mau saja berarbitrase di Singapura karena menganggap arbitrase Singapora solid. Sistem hukum Singapura yang mengatur arbitrsenya juga bagus.

 

Untuk meningkatkan pemahaman mengenai hukum Singapura, Guru Besar Hukum Internasional itu telah meminta kepada para pejabat hukum Singapura agar Hakim Agung maupun lawyer Singapura berkenan datang ke Indonesia untuk memberikan pengetahuan mengenai hukum Singapura.

 

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan mahasiswa Fakultas Hukum Indonesia mengenai hukum Singapura, sudah ada kesepakatan bahwa institusi hukum di Singapura akan mengundang 20-30 orang mahasiswa Indonesia setiap tahun untuk magang di Singapura. Saat ini sudah ada dua orang yang di sana, ujar Hikmahanto.

 

Banyaknya permasalahan hukum di Indonesia diharapkan Dekan FH UI Prof. Hikmahanto Juwana tidak menjadikan investor mengurungkan niatnya berinvestasi di Indonesia. Banyak investor khawatir berinvestasi di Indonesia karena masalah hukum. Kalau mereka keberatan dengan hukum di Indonesia, maka mereka bisa menyelesaikan sengketa dengan berabitrase di luar negeri. Jangan hanya karena masalah hukum di Indonesia, investor jadi mengurungkan niatnya berinvestasi di Indonesia, ujar  Hikmahanto saat ditemui hukumonline usai acara pengukuhan guru besar emeritus untuk Ismail Suny, Sabtu (26/8).

 

Pernyataan tersebut dinyatakan oleh Dekan FH UI usai kepulangannya dari kunjungan ke berbagai institusi hukum di Singapura. Menurutnya, dalam banyak kontrak antara pengusaha atau pemerintah Indonesia dengan investor asing, banyak pihak asing ingin menyelesaikan penyelesaian sengketa di luar Indonesia. Sampai saat ini, banyak investor asing lebih memilih memilih penyelesaian sengketa di Jenewa dan New York.

 

Hikmahanto mencontohkan kekalahan Pertamina dengan Karaha Bodas hanya karena hal-hal teknis. Kalau berbicara soal hukum, kita tidak tahu banyak mengenai hukum Jenewa dan arbitrase Jenewa. Dari sisi jarak, Jenewa itu jauh sekali, ujarnya memberi argumentasi.

 

Pertamina kalah saat berarbitrase di Jenewa bukan karena argumentasi atau posisi Pertamina yang lemah, tetapi mungkin karena kekurangseriusan lawyers. Mungkin juga karena Pertamina menyepelekan proses arbitrase karena menganggap putusan arbitrase tidak bisa dieksekusi mengingat prosesnya berlangsung di luar negeri. Padahal putusan arbitrase bisa dieksekusi di beberapa negara sepanjang mereka penanda tangan Konvensi New York 1958.

 

Ditambahkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, Indonesia dalam posisi yang kurang diuntungkan dengan berarbitrase di Jenewa. Apalagi arbiter di sana mungkin kurang sensitif terhadap keadaan Indonesia.

Tags: