Sengketa Usul Pengangkatan Kepala Daerah Bukan Wewenang MK
Berita

Sengketa Usul Pengangkatan Kepala Daerah Bukan Wewenang MK

Pertanyaan tentang siapa sebenarnya yang berwenang mengajukan usul pengangkatan seorang bupati kepada Menteri Dalam Negeri: DPRD Kabupaten atau Gubernur, masih belum terjawab tuntas.

Mys
Bacaan 2 Menit
Sengketa Usul Pengangkatan Kepala Daerah Bukan Wewenang MK
Hukumonline

 

Dalam pilkada Poso, DPRD menolak menerima penetapan KPU. Atas dasar penolakan itu, Gubernur Sulteng menyampaikan usul pengangkatan Piet Inkiriwang dan Abdul Muthalib Rimi sebagai Bupati-Wakil Bupati Poso periode 2005-2010 kepada Mendagri.

 

Nyaris ricuh

Sidang pembacaan putusan yang dihadiri banyak pejabat Poso nyaris ricuh. Penyebabnya, salah seorang yang duduk di kursi pihak terkait mengajukan interupsi manakala hakim konstitusi Jimly Asshiddiqie membacakan putusan. Interupsi majelis, ujarnya. Mendengar interupsi itu, beberapa petugas persidangan yang semula berjaga di luar, masuk ke dalam ruangan. Saat itu belum jelas benar siapa yang mengajukan interupsi.

 

Majelis tak mau menanggapi interupsi tersebut. Namun seusai sidang dan majelis sudah meninggalkan ruangan, masalah interupsi itu masih berlanjut. Ternyata, penginterupsi adalah salah seorang pria yang duduk di kursi pihak terkait. Pria yang duduk disamping penginterupsi langsung marah-marah dan nyaris melayangkan pukulan. Interupsi itu dinilai akan menganggu persidangan. Keduanya terpaksa dilerai seorang petugas keamanan Mahkamah Konstitusi.

 

Pria yang melakukan interupsi sempat dibawa ke belakang ruang sidang oleh petugas. Akhirnya, dia pun minta maaf. Jimly sempat mengomentari interupsi tersebut usai sidang. Menurut dia, interupsi pada saat pembacaan putusan hakim tidak dapat dibenarkan.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, inilah pertama kalinya insiden interupsi terjadi dalam sidang pembacaan putusan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Selama ini, pihak yang tidak setuju dengan putusan Mahkamah lebih banyak berkomentar di luar sidang. Putusan Mahkamah Konstitusi memang bersifat final.

 

 

Mahkamah Konstitusi justeru menyatakan tidak dapat menerima permohonan penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) yang diajukan DPRD Kabupaten Poso melawan Gubernur Sulawesi Tengah. Dengan berdalih bahwa objek sengketa keduanya bukan kewenangan yang diberikan UUD, Mahkamah meng-NO-kan permohonan SKLN yang diajukan Pimpinan DPRD Poso. Mahkamah tidak berwenang untuk mengadili dan memutusnya, tandas majelis hakim konstitusi dalam putusan yang diucapkan Senin (12/3).

 

Salah seorang hakim, Maruarar Siahaan, menyampaikan dissenting opinion. Menurut dia, seharusnya putusan majelis bukan tidak dapat menerima (N.O), melainkan ditolak. Maruarar berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili SKLN ini.

 

Objek sengketa kedua belah pihak adalah usul pengangkatan kepala daerah, dalam hal ini Bupati Poso. Merujuk pada pasal 18 UUD, MK berpendapat bahwa wewenang usulan pengangkatan kepala daerah kabupaten adalah substansi yang oleh UUD diserahkan pengaturannya lebih lanjut kepada undang-undang. UUD 1945 hanya memberikan arahan dan penegasan kepada pembentuk undang-undang agar memperhatikan sejumlah hal. Misalnya, kepala daerah harus dipilih secara demokratis.

 

Ketua DPRD Poso S. Pelima menyatakan menghormati dan menerima putusan Mahkamah. Meskipun menerima, substansi yang dipersoalankan Pelima dan pimpinan DPRD Poso belum terjawab tuntas. Ada dua hal yang selama ini menjadi pangkal sengketa. Pertama, usulan pengangkatan Bupati Poso tanpa melalui DPRD Kabupaten. Kedua, pengangkatan yang tidak dilakukan di depan sidang paripurna DPRD.

 

Kasus ini bermula dari pemilihan bupati dan wakil bupati Poso pada tahun 2005. Saat itu, pasangan Piet Inkiriwang dan Abdul Muthalib Rimi terpilih. Pasangan ini kemudian diusulkan Gubernur ke Mendagri dan selanjutnya disahkan. Pemohon SKLN berpandangan bahwa Gubernur tak memiliki kewenangan mengusulkan calon pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih. Sesuai ketentuan pasal 42 ayat (1) huruf d dan pasal 109 ayat (4) UU No. 32 Tahun 2004 juncto pasal 78 ayat (1) huruf d UU No. 22 Tahun 2003, yang berwenang adalah DPRD. Sebaliknya, Gubernur mengklaim telah menjalankan tugas sesuai wewenangnya. Alasannya, Gubernur merupakan penanggung jawab pelaksanaan pemilihan kepala daerah kabupaten, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 2005.

Halaman Selanjutnya:
Tags: