Setelah Mencuri Hati, Dituduh Mencuri Harta
Sengketa Harta Bersama

Setelah Mencuri Hati, Dituduh Mencuri Harta

Tidak gampang memilah harta bersama dan harta bawaan jika tak ada dokumen yang mendukung.

Her
Bacaan 2 Menit
Setelah Mencuri Hati, Dituduh Mencuri Harta
Hukumonline

 

Ezra dan Devita resmi menikah pada 18 Mei 1990. Pernikahan mereka dicatatkan di Kantor Catatan Sipil dengan Akta No.1118/I/1990. Pasangan Jakarta-Manado ini dikarunia dua anak perempuan.

 

Rupanya bagi Devita, Ezra mungkin tak hanya lelaki yang pernah mencuri hatinya, tapi juga mencuri harta miliknya. Saat pencurian itu terjadi, kami sedang pisah ranjang, ujar Devita, dalam persidangan, Kamis (23/8). Sebulan setelah peristiwa itu, Devita bahkan menggugat cerai Ezra, dan Juni lalu gugatan itu dikabulkan. Namun Ezra mengajukan banding, sehingga perkara itu kini masih diproses Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

 

Devita tak mau tahu. Ia ngotot, perkawinannya dengan Ezra telah putus. Ia ingin segera mendapatkan harta bersama. Sesuai perjanjian, kalau terjadi perceraian, harta dibagi dua, tuturnya. Perjanjian yang dimaksudkannya ialah perjanjian pra-nikah. Ia mengaku, selain menandatangani akta nikah, juga menandatangani perjanjian pra-nikah. Seingat saya, orang tua Ezra yang jadi saksi dan perjanjian itu di hadapan seorang notaris. Tapi saya tidak punya berkas-berkasnya, karena semuanya dibawa dia, tandas Devita, dengan telunjuk menuding ke arah Ezra. Dengan menjabarkan perjanjian pra-nikah, Devita hendak meyakinkan majelis hakim bahwa mesin bordir itu sebenarnya miliknya juga.

 

Devita menambahkan, sejak mesin bordir itu digondol Ezra, ia tak lagi mendapatkan penghasilan dari operasional mesin itu. Padahal, sebelumnya tiap bulan ia selalu kecipratan duit Rp60 juta. Saya tidak tahu persis berapa keuntungan tiap bulan. Saya percaya saja, ucapnya.

 

Terang saja, Ezra dan kuasa hukumnya menangkis pengakuan wanita pemilik salon itu. Perjanjian pra-nikah itu tidak ada. Yang ada hanya akta nikah, kata Ezra. Ia tegaskan, alasannya memindahkan mesin bordir tanpa seizin Devita ialah untuk mengantisipasi upaya Devita yang dinilainya akan merebut seluruh harta miliknya. Mesin itu saya beli sejak belum menikah dengan dia. Tiap bulan saya beri dia Rp60 juta ditambah nafkah untuk anak-anak. Dia sudah menguasai rumah saya, ujar Ezra, membela diri. Karena itu, ia menolak disebut telah mencuri barang yang sebenarnya adalah milik sendiri.

 

Kuasa hukum Ezra, Thorkis Pane, mempersoalkan keterangan Devita yang ia nilai tak konsisten. Di BAP (berita acara pemeriksaan—red) saudara sama sekali tidak menyebut ada perjanjian pra-nikah. Lagi pula, tanpa perjanjian pun, namanya harta bersama pasti dibagi dua. Masalahnya, apakah saudara punya bukti kepemilikan atas mesin itu? ungkap Thorkis.

 

Kali ini Devita tak bisa menjawab. Ia akui, seluruh aspek operasional mesin bordir dikendalikan Ezra. Bahkan ia juga tahu, sebelum menikah, Ezra sudah punya mesin bordir. Tapi untuk membeli dan memperbaiki mesin bordir itu sebagian yang dipakai adalah uang saya, tuturnya sembari menunjukkan selembar kwitansi pembelian mesin bordir.

 

Butuh bukti

Ketua majelis hakim, Agung Rahardjo, mengungkapkan, perkara ini sebenarnya mudah. Pokoknya harus dibuktikan, siapa sebenarnya yang punya hak terhadap mesin bordir itu, tandasnya.

 

Jika merujuk pada bukti tertulis, agaknya Ezra berada di atas angin. Apalagi, ia punya harta bawaan yang jauh lebih banyak daripada Devita. Memilah harta bawaan dan harta bersama ini menjadi kunci untuk membuka tabir: apakah mesin bordir itu hanya milik Ezra sehingga ia bebas memindahnya, atau milik bersama. Hal itu sebenarnya bisa diupayakan dengan perjanjian pra-nikah. Sayang, tidak jelas apakah mereka punya perjanjian itu atau tidak.

 

 

PERJANJIAN PERKAWINAN

 

Pasal 29

UU No. 1 Tahun 1974

(1)                             Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

(2)                             Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

(3)                             Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.

(4)                             Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

 

Menurut pakar hukum perkawinan, Faishol Haq, mesin bordir itu termasuk harta bersama. Karena suami juga punya hak, tindakan Ezra memindahkan mesin tersebut bukanlah tergolong pencurian. Sebelum ada keputusan perceraian yang incracht, harta itu dimiliki bersama. Pengelolaan dan manfaatnya untuk kedua pihak, tutur dosen IAIN Surabaya ini.

 

Lain lagi argumen jaksa. Jaksa menyatakan, pada intinya, barang siapa yang mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, itu disebut pencurian. Bagaimana kelanjutan perkara ini? Kamis depan (1/9) kita akan mengetahuinya. Kedua kubu siap beradu bukti, setelah sekian lama beradu mulut.

 

Who want to be a millionaire? Jika pertanyaan itu diajukan kepada  Ezra Ibran (45) dan Devita Hamjaya (40), sudah pasti keduanya bakal mengacungkan telunjuk. Mantan pasangan suami-istri itu kini memang sedang memperebutkan harta bersama yang nilainya miliaran rupiah. Semasa masih rukun, mereka punya aset lebih dari Rp2 miliar, yang terdiri dari sebuah rumah mewah seharga lebih dari Rp1 miliar dan tujuh mesin bordir dengan nilai yang sama.

 

Dari segi nominal, sebetulnya aset mereka tak terlalu 'wah'. Namun kisah rebutan harta itu menjadi pelik, setelah pada 30 Oktober 2006, Ezra memindahkan mesin bordir tadi dari rumah Devita di Pangkalan Asem  ke tempat baru di Keramat Soka, keduanya masih di Jakarta Pusat. Di mata Devita, pemindahan mesin bordir itu tergolong pencurian, sebab tanpa ijinnya. Ia pun memperkarakan Ezra secara pidana. Sekarang, perkara ini disidangkan di PN Jakarta Pusat dan Ezra duduk sebagai pesakitan.

 

JPU yang dipimpin Heriyanto mengancam Ezra dengan pasal berlapis. Dalam dakwaan pertama, JPU menggunakan Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 jo Pasal 367 ayat (2) KUHP. Lalu, pada dakwaan kedua, yang digunakan JPU ialah Pasal 170 ayat (1) KUHP dan Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP pada dakwaan ketiga. Jika terbukti bersalah, Ezra bisa mendekam di penjara 5 tahun.

 

Pasal 367 KUHP

(1) Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami (istri) dari orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.

(2) Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: