Kasus Siaran Liga Inggris Berlanjut ke KPPU
Berita

Kasus Siaran Liga Inggris Berlanjut ke KPPU

Depkominfo dan KPI mati-matian menghadirkan kembali Liga Inggris di layar kaca. Namun, semuanya tergantung pada Astro dan Direct Vision sebagai pemegang lisensi. Pasalnya, KPI tidak menemukan adanya pelanggaran terhadap UU Penyiaran.

Sut/Ycb/Lut
Bacaan 2 Menit
Kasus Siaran Liga Inggris Berlanjut ke KPPU
Hukumonline

 

Dalam lelang terbuka ini, sebenarnya beberapa operator dari Indonesia juga ikut untuk mendapatkan hak siar di Indonesia. Namun karena harga yang ditawarkan sangat mahal, maka pemenangnya adalah ESS. Astro All Asia Network sebagai holding Astro Indonesia kemudian mendekati ESS yang merupakan perusahaan joint venture antara Walt Disney (ESPN, Inc.) dan News Corporation Limited (STAR). Akhirnya holding Astro menyatakan bahwa Astro Indonesia dapat menerima tranmisi siaran Liga Inggris ini untuk disiarkan di Indonesia.

 

Mendapat jawaban itu, Ketua KPI Sasa Djuarsa Sendjaja menyatakan tidak ada satu pasal pun dalam UU No. 32/2002 tentang Penyiaran yang dilanggar oleh Direct Vision. Bahkan dia mengatakan, pihaknya menangkap sinyal adanya itikad baik dari Direct Vision. Hanya, Direct Vision perlu waktu. Ada beberapa kesulitan yang dihadapi, diantaranya harus menyewa transponder kembali, jika harus segera tayang. Ini artinya ada kesedian untuk berbagi dengan bentuk memberikan akses dan sebagainya. Nah, kita minta dan mendorong agar segera dilaksanakan, ujarnya saat jumpa pers Selasa (11/9).

 

Walaupun demikian, kata dia, KPI bersama Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) tetap mengupayakan agar Liga Inggris dapat ditonton masyarakat luas. Tindakan yang sekarang kita lakukan ini untuk melindungi kepentingan publik, sebab dalam UU Penyiaran prinsipinya adalah untuk kepentingan dan kenyamanan publik, tutur Sasa.

 

Minta Rekomendasi KPPU

Langkah lebih maju dilakukan oleh Depkominfo. Menurut Plt Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi (Dirjen SKDI) Depkominfo Fredy Tulung, pihaknya telah melayangkan surat ke KPPU yang isinya meminta KPPU dapat menyikapi ketidakpuasan sebagian besar masyarakat pecinta sepak bola di Indonesia yang tidak dapat menikmati tayangan Liga Inggris.

 

Dia juga mengatakan, kalau Depkominfo pada 7 September 2007 juga telah menyurati Direct Vision. Isi surat tersebut berupa permintaan agar membuka akses kepada publik atas siaran Liga Inggris.

 

Fredy menambahkan, sambil menunggu keputusan KPPU, apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan Direct Vision belum membuka akses kepada publik, maka pihaknya bersama KPI akan melakukan tindakan kongkrit sesuai ketentuan yang berlaku. Sayangnya Fredy belum mau mengungkapkan tindakan yang dimaksud.

 

Sebenarnya, kata dia, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh Direct Vision, kalau mau berbagi tayangan. Pertama, dengan melakukan bidding (tender). Kedua, melakukan siaran tunda (delay) dan diberikan kepada televisi publik, seperti TVRI. Sementara untuk syarat bisnisnya, tetap diserahkan ke masing-masing pihak.

 

Anggota KPI Bimo Nugroho Sekundatmo mengatakan, selain bisa melakukan tindakan yang mematikan pasar televisi di Indonesia, Astro juga telah merugikan kepentingan masyarakat pecinta bola, yang dulu bisa menikmati Liga Inggris secara gratis.

 

Ketika ditanya apakah Direct Vision dan Astro bisa ditindak jika tidak mengindahkan himbauan KPI, Bimo menegaskan bisa, yakni dengan menghentikan program dan isi siaran Liga Inggris tersebut. Baik UU maupun PP memberikan kewenangan kepada KPI untuk menghentikan program dan isi siaran. Karena sepenuhnya itu ada di dalam kewenangan KPI. Ini pernah dilakukan waktu menghentikan program siaran Smack Down di Lativi, tuturnya.

 

Hanya, kata dia, pemberian sanksi merupakan upaya terakhir, yakni jika komitmen yang sudah ditandatangani itu tidak dilaksanakan oleh Direct Vision maupun Astro. Itu pun, katanya, setelah  KPI mendapat jawaban dari KPPU. Selama menunggu, kami minta supaya Direct Vision membuka akses Liga Inggris, tegasnya.

 

Dihubungi terpisah, Anggota KPPU Nawir Messi mengatakan bahwa kasus Liga Inggris yang melibatkan Astro saat ini tengah dalam pemeriksaan pendahuluan. Nantinya, semua pihak akan dimintai keterangan oleh KPPU. Detil kasusnya, saya sendiri belum tahu. Suratnya juga baru masuk, ujarnya ketika ditemui hukumonline di sela-sela RDP antara KPPU dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa (11/9).

 

Nawir juga mengakui bahwa kasus Liga Inggris ini, muatan politisnya sangatlah kuat, sama halnya dengan kasus Temasek. Hanya saja, Nawir tidak bersedia menjelaskan lebih detil soal muatan politis tersebut.

 

Kasus hak siar Liga Inggris juga mendapat perhatian serius dari Ade Armando. Mantan anggota KPI ini menuding Astro telah mengambil area program televisi untuk publik. Dia mengatakan Astro merupakan lembaga penyiaran berbayar yang telah mengambil hak publik. Ini preseden buruk kalau nanti stasiun tv lain membalas degnan monopoli program lainnya, ujar pengamat penyiaran ini.

 

Ade menambahkan, dalam kasus Liga Inggris, seharusnya hak ekslusif untuk menayangkan program itu dilakukan melalui mekanisme tender. Dia mencontohkan SCTV yang mendapat hak siar Piala Dunia 2006. Menurutnya, walaupun hanya SCTV, namun stasiun televisi lain legowo, dan publik tidak dirugikan.

 

Terserah Astro

Berbeda dengan Ade, Anggota DPR dari Fraksi Golongan Karya (FPG), Yuddy Chrisnandi justru tidak setuju jika Astro dan Direct Vision dipersalahkan. Pasalnya kata dia Liga Inggris merupakan tayangan komersil yang harus disesuaikan dengan sistem pasar. Dalam globalisasi, ekonomi masuk dalam suatu ranah yang harus dihormati, ujar Anggota Komisi I DPR yang membidangi masalah informasi, luar negeri dan pertahanan ini.

 

Dia menambahkan, lembaga komersil seperti Astro tidak bisa dipaksakan untuk memenuhi keinginan semata. Jika lembaganya tidak mau, maka kita tidak bisa memaksa. Sama halnya dengan kalau kita tidak punya uang maka kita tidak bisa memaksa, cetusnya.

 

Apalagi, kata dia, Indonesia sudah meratifikasi ketentuan dalam Intellectual Property Right (IPR) yang di dalamnya termasuk royalty right. Oleh sebab itu, mau tidak mau Indonesia harus mengikuti aturan main tersebut, jika tidak mau dipersalahkan oleh dunia international.

Muka masam Ali tidak dapat ditutupi. Pria lajang penggemar Barclays English Premier League (EPL) atau Liga Inggris ini merupakan satu dari sekian banyak Liga Inggris Mania yang kecewa karena turnamen sepak bola bergensi itu tidak lagi ditayangkan di stasiun televisi publik di Indonesia. Daripada Liga Italia, mending Liga Inggris yang ditayangkan, celoteh pria yang juga penggemar PSMS Medan ini.

 

Ali pantas kecewa. Pasalnya, sejak 12 Agustus 2007, tayangan Liga Inggris hanya dapat ditonton oleh sebagian masyarakat Indonesia yang berlangganan Astro. Sangkin kecewanya, beberapa waktu lalu, masyarakat Bandung melakukan unjuk rasa di Konsulat Malyasia untuk meminta Liga Inggris ditampilkan kembali. Bahkan, tiga perusahaan penyiaran yakni Indovision, Telkomvision dan Indosat kabarnya telah melayangkan laporan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menggugat Astro dan PT Direct Vision, selaku pemegang merek dagang Astro di Indonesia.

 

Persoalan ini akhirnya mengundang perhatian pemerintah. Melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, pemerintah pada akhir Agustus lalu memanggil Direct Vision.  Perusahaan penyiaran itu diminta untuk menjelaskan persoalan hak siar yang didapat Astro untuk menayangkan Liga Inggris musim tanding 2007/2008.

 

Dalam pertemuan itu, Astro menjelaskan bahwa mereka mendapat hak siar Liga Inggris dari holding company mereka yang berpusat di Malaysia. Perwakilan Direct Vision menjelaskan bahwa pemegang hak siar Liga Inggris untuk sebagian besar wilayah Asia termasuk Malaysia, Indonesia, Korea Selatan, Korea Utara, Brunei, Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam, Taiwan dan Macau adalah ESPN STAR Sports (ESS). ESS sendiri mendapatkan hak siar melalui lelang terbuka yang diselenggarakan FAPL, sebagai pemilik utama hak siar Liga Inggris dari tahun 2000 hingga 2010.

Halaman Selanjutnya:
Tags: