Jika ada Dua Nahkoda dalam Satu Kapal
Kepengurusan Serikat Pekerja

Jika ada Dua Nahkoda dalam Satu Kapal

Dua kubu pengurus Serikat Pegawai Bank Mandiri masing-masing mengklaim sebagai pengurus yang absah. Bisakah bertarung dalam perkara perselisihan dua serikat pada Pengadilan Hubungan Industrial?

Ycb
Bacaan 2 Menit
Jika ada Dua Nahkoda dalam Satu Kapal
Hukumonline

 

Karena itulah, Dewan Pengawas SPBM merasa Viddi sudah melenceng dari arah perjuangan mula. Viddi sebagai pendiri dan tokoh yang membesarkan SPBM, itu fakta. Tapi lama-kelamaan dia bergerak hanya untuk kepentingannya sendiri, tutur Cahyo mengomentari tuntutan pergantian manajemen tersebut.

 

Apalagi, menurut Yuweri, Wakil Ketua SPBM versi Cahyo, pergantian manajemen maupun direksi bukanlah kekuasaan sebuah serikat. Viddi melampaui kewenangannya. Dia bertindak sendiri atas nama karyawan.

 

Baik Cahyo maupun Yuweri menilai, manajemen baru sudah bertindak profesional. Buktinya, menurut mereka, laba bank terbesar ini kinclong. Neraca keuangan makin bagus. Laba naik 163%. Posisi September 2007 saja sudah mencapai Rp3,9 triliun, tutur mereka.

 

Dituding berjalan sendiri, Viddi pun meradang. Saya hanya menjalankan aspirasi kebanyakan karyawan. Tuntutan mereka begitu, yah saya jalankan. Yang meminta demo toh mereka, tukasnya membela diri. Lagipula, bagi Viddi, pergantian direksi tetap terpulang kepada Menteri BUMN. Kami hanya menyampaikan aspirasi. Pencopotannya, silakan Pak Menteri, sambungnya.

 

Seusai peristiwa demo itulah, Dewan Pengawas berinisiatif menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Agendanya, evaluasi kesalahan Viddi cs. Dewan Pengawas lantas menghelat munaslub di Denpasar, Bali, pada 5-6 Oktober 2007 -tepat pada bulan Ramadhan. Munaslub itu, menurut pengakuan Cahyo, dihadiri 69 orang.

 

Ah, mereka cuma piknik, komentar Viddi. Viddi sendiri terpilih sebagai Ketua Umum SPBM melalui munas pada Mei 2007 di Yogyakarta. Viddi mengklaim masih didukung oleh mayoritas anggota. Setidaknya ada lima Dewan Pengurus Wilayah (DPW) yang resmi menyokongnya, dari total sepuluh DPW.

 

Pemimpin sidang munaslub kala itu, Rahmat Nur, menilai Viddi masih absah sebagai ketua umum. Menurut Rahmat, Viddi memang bersedia mundur. Asalkan dengan satu syarat: Dewan Pengawas dibongkar. Sidang belum selesai. Baru sampai tahap pemungutan suara untuk memilih Dewan Pengawas baru, sidang diskors. Alasannya untuk makan sahur, tuturnya berkisah.

 

Ketika mau masuk sidang lagi, masih menurut Rahmat, Dewan Pengawas lawas mengambil alih jalannya sidang. Ributlah para peserta sidang yang tak terima atas ulah Dewan Pengawas yang main serobot itu. Cerita Rahmat secara terpisah dibenarkan oleh Viddi. Karena sidang kacau, Dewan Pengawas pada kabur. Akhirnya kami memutuskan kepengurusan status quo. Kembali ke Viddi, sambung Rahmat.

 

Rahmat, yang menjabat Ketua DPW Semarang, membela Viddi. Menurutnya, Viddi tidak menabrak satu ketentuan apa pun. Viddi hanya menjalankan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) SPBM. Jika dalam aksi itu Viddi menyandra manajemen untuk menuntut pergantian, itu baru salah.

 

Cahyo berkukuh sebagai ketua baru yang sah. Buktinya Viddi sendiri datang dalam munaslub. Dia sendiri pula yang mencalonkan saya, tuturnya. Dari total 69 peserta, 52 orang memilih Cahyo yang dari DPW Surabaya itu.

 

Belum reda kisruh dua kubu, pada November 2007, manajemen melayangkan surat cinta kepada enam penggerak demo itu. Keenam korban pemecatan itu adalah Viddi, Sekretaris Umum Budi Prianggodo, Bendahara DPW Bandung Diana Mulyati, Anggota Dewan Penasihat DPW Bandung Zakaria Pello, Sekretaris DPW Semarang Taryono, serta seorang anggota Teddy yang garang menyampaikan orasinya. Manajemen beralasan, gembong demonstrasi itu menabrak Peraturan Disiplin Pegawai (PDP).

 

Karena pemecatan itulah, Viddi cs melaporkan Agus Marto dan jajaran manajemen ke Mabes Polri. Tuduhannya, tindak pidana anti-serikat pekerja. Awal Maret lalu, laporan ini sudah berkembang dengan pemanggilan saksi-saksi.

 

I Wayan Agus Mertayasa menampik jika perusahaan melakukan union-busting. Pemecatan para pentolan serikat pekerja itu, menurut Wayan, sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah berkonsultasi dengan kuasa hukum, kami melihat tak ada peraturan perburuhan yang dilanggar, ujar Wakil Direktur Utama Bank Mandiri itu.

 

Cahyo membela pandangan Wayan. Menurutnya, Agus beserta direksi malah mendukung adanya serikat pekerja. Beliau tidak anti-serikat. Buktinya sekarang SPBM masih ada. Sebaliknya, Viddi menganggap Cahyo hanyalah boneka manajemen.

 

Untuk masalah kontra Cahyo, Viddi dan kawan-kawan berniat menempuh dua jalur hukum. Pertama, melaporkan Cahyo cs lewat ketentuan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Kedua, melaporkan Cahyo via perkara perselisihan kepentingan antar-serikat di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

 

Bisa ke PHI?

Berkomentar sebagai pribadi, Tri Endro Budianto menilai perkara semacam ini bisa dibawa ke PHI. Hakim PHI dari unsur serikat buruh ini menjelaskan, umumnya perselisihan antar-serikat pekerja memang melibatkan dua organisasi dalam satu perusahaan. Tak boleh dari dua perusahaan yang berbeda, timpalnya.

 

Cahyo ngotot masalah ini tak dapat bergulir ke PHI. Tak bisa ke PHI dong. Kan di Bank Mandiri hanya ada satu serikat pekerja, seloroh Cahyo yang diamini oleh Yuweri. Tak ada pasal dalam Undang-Undang 2/2004 tentang PHI yang mengatur perseteruan antar-pengurus dalam satu wadah.

 

Namun, menurut Endro, kemungkinan untuk maju ke PHI tetap ada. Endro menambahkan, majelis hakim PHI dapat memutuskan pihak mana pengurus yang sah. Pengurus yang ditetapkan sah, dialah yang berhak maju menemui manajemen untuk membahas Peraturan Kerja Bersama (PKB). Maklum, dalam hal ada dua serikat, perusahaan umumnya menerapkan dua PKB yang berbeda.

 

Endro mengingatkan, putusan hakim untuk perkara jenis ini langsung bersifat inkrach alias mengikat tetap. Artinya, final di tahap PHI yang setara dengan pengadilan tinggi. Kasus jenis ini tak mengenal kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, pihak yang kalah dimungkinkan mengajukan Peninjauan Kembali (PK), sambungnya.

 

Karena masih belum menemukan pasal yang gamblang mengaturnya, Rahmat memilih hati-hati. Kami sedang meminta pendapat ahli hukum, apakah dimungkinkan untuk ke PHI. Apakah bisa PHI memutuskan pengurus mana yang sah? Rahman menambahkan, lebih baik memilih pengaduan secara perdata. Bisa menggunakan ketentuan PMH dalam KUHPer. Yakni, Pasal 1365, ungkap Rahman.

 

Pandangan Rahman ini secara terpisah sepadan dengan pendapat Surya Tjandra. Direktur Eksekutif Trade Union Right Center (TURC) ini juga belum pernah menemukan kasus seperti itu yang ditempuh lewat jalur PHI. Kalau SPBM benar-benar mengajukannya, ini bakal jadi preseden untuk yang pertama kalinya. Menarik, ujar pegiat organisasi non-pemerintah ini.

 

Yah, apapun yang terjadi, sebaiknya kedua kubu rekonsiliasi. Apa mau terus-menerus gontok-gontokan sesama karyawan? Bukankah buruh bersatu tak bisa dikalahkan?

Jika Anda adalah pengurus serikat pekerja, sudah seharusnya Anda mengutamakan kekompakan dan soliditas -selain memperjuangkan hak-hak karyawan. Jika tak ingin terjadi perpecahan dalam kepengurusan, apalagi dikudeta di simpang jalan, ada baiknya Anda belajar dari kasus Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM).

 

Kisruh antar-pegawai di bank BUMN ini nampaknya tidak ada salahnya menjadi contoh. Mengapa tidak? Bank plat merah ini merupakan bank dengan aset terbesar di Indonesia, lebih dari Rp300 triliun. Jumlah pegawainya juga mencapai 21 ribu orang. Sekitar dua per tiga karyawannya,14.500-an orang, sadar organisasi dengan menjadi anggota SPBM.

 

Sayangnya, ada dua kutub pengurus yang masing-masing kubu mengklaim sebagai pimpinan yang absah. Kubu pertama dipimpin oleh Mirisnu Viddiana. Kelompok kedua ditukangi oleh Cahyono Syam Sasongko. Viddi merasa digulingkan dengan cara yang tak elok. Sedangkan Cahyo menilai Viddi melenceng dari garis aspirasi organisasi.

 

Demo, Digulingkan, Dipecat

Drama ini berawal pada Sabtu, 4 Agustus tahun lalu. Kala itu, sekitar 1.600 karyawan Bank Mandiri yang dipimpin Viddi menggelar unjuk rasa. Mereka menuntut kesejahteraan. Maklum, mereka menilai manajemen anyar pimpinan Direktur Utama Agus Martowardojo tak pantas menerima penghargaan yang terlalu besar. Apalagi, Agus kala itu dinilai masih baru menggantikan dirut lawas, ECW Neloe. Level manajemen dapat penghargaan tiga sampai tujuh kali gaji. Sedangkan karyawan hanya 1,9 kali gaji. Ini menyalahi kesepakatan bersama, tutur Viddi.

 

Nah, ada satu lagi isu sensitif yang mereka usung: pergantian manajemen. Termasuk, rombak direksi. Kebanyakan karyawan sudah tidak percaya pada manajemen, kilah Viddi. Viddi mencantumkan dua tuntutan besar itu dalam surat pemberitahuan demo yang dilayangkan kepada kepolisian. Menurut Viddi, sebagai pucuk pimpinan, Agus otoriter dan suka menghina karyawan, dus antiserikat.

Tags: