EMI Music dan Dewa 19 Terbukti Bersekongkol
Utama

EMI Music dan Dewa 19 Terbukti Bersekongkol

KPPU menyatakan ada persekongkolan terkait kepindahan Dewa 19 dari Aquarius Musikindo ke EMI Music. Perusahaan rekaman kelas dunia itu pun harus membayar ganti rugi Rp3,8 miliar kepada Aquarius Musikindo.

Sut
Bacaan 2 Menit
EMI Music dan Dewa 19 Terbukti Bersekongkol
Hukumonline

 

Laporan Aquarius itu pun disambut KPPU. Selaku lembaga pengawas UU Anti Monopoli, Komisi itu merasa berwenang untuk mengawasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat yang terjadi baik dalam industri rekaman maupun sektor industri lainnya. Dalam laporan Tim Pemeriksa kepada Majelis Komisi, ditemukan sejumlah bukti persekongkolan dalam membongkar rahasia perusahaan Aquarius. Pun dengan hasil pemeriksaan para saksi yang mengamini terjadinya persekongkolan itu.

 

Salah satu kesalahan yang dibuat oleh EMI Music dan Dewa 19 adalah keduanya tidak melakukan klarifikasi lebih dulu kepada Aquarius. Padahal Dewa 19 waktu itu masih terikat kontrak dengan Aquarius. Tim Pemeriksa juga menemukan modus lainnya, dimana setelah Dewa 19 pindah ke EMI Music, Arnel Affandi selaku penghubung Dewa 19 dengan EMI Music, diangkat menjadi Managing Director EMI Indonesia. Begitu juga dengan Iwan Sastrawijaya yang kemudian diangkat sebagai Direktur EMI Indonesia, setelah Arnel Affandi menjadi Managing Director EMI Indonesia.

 

Walhasil, berdasarkan bukti-bukti itu Majelis Komisi pun terpengaruh oleh laporan Tim Pemeriksa dan menyatakan para terlapor bersalah. Arnel dan Iwan mendapat keuntungan jabatan di EMI Indonesia sebagai akibat kepindahan Dewa 19 ke EMI Music. Tindakan itu menyebabkan kerugian dan potensial lost yang diderita Aquarius, terang anggota Majelis Komisi Anna Maria Tri Anggraini saat membacakan putusan.

 

Ada yang unik dari putusan itu, soalnya Majelis Komisi memerintahkan EMI Music dan EMI Indonesia untuk membayar ganti rugi kepada Aquarius sebesar Rp 3,81 milyar. Kedua perusahaan itu juga wajib membayar denda sebesar Rp1 milyar kepada Negara. Putusan ganti rugi kepada pelaku usaha itu, diakui Sukarmi, baru pertama kali terjadi sejak Komisi itu berdiri pada 2000 lalu.

 

Putusan ganti rugi ini, dibenarkan dalam UU Anti Monopoli Pasal 47 ayat (2) huruf f beserta penjelasannya. Beleid itu memberi kewenangan kepada Komisi untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha untuk membayar ganti rugi kepada pelaku usaha lain yang dirugikan. Kalau dalam laporannya mereka (Pelapor, red) menuntut ganti rugi, maka dalam putusan bisa kami kabulkan , jelas Sukarmi.

 

Ada perbedaan perhitungan ganti rugi yang dimohon oleh Aquarius (Pelapor) dengan perhitungan Majelis Komisi. Dalam laporannya, Aquarius meminta ganti rugi sebesar Rp4 miliar, sementara KPPU hanya mengabulkan Rp3,8 milyar. Kami punya perhitungan sendiri berdasarkan dokumen yang kami himpun, tutur Sukarmi usai sidang kepada hukumonline.

 

Selain mengabulkan ganti rugi yang diminta Aquarius, Majelis Komisi juga memerintahkan Arnel Affandi, Dewa 19 dan Iwan Sastrawijaya untuk tidak lagi melakukan persekongkolan dalam bentuk pembocoran informasi rahasia perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

 

Terang saja putusan itu disambut gembira oleh Aquarius. Kami sangat puas. Ini putusan yang adil, kata kuasa hukum Aquarius, Rikrik Rizkiyana sambil tersenyum. Aquarius pantas bahagia, pasalnya putusan ini seakan membalas kekalahan mereka di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akhir Desember tahun lalu. Di pengadilan itu, Majelis Hakim menolak gugatan wanprestasi Aquarius terhadap lima personil grup band Dewa 19 –Dhani Ahmad Prasetyo (pentolan Dewa 19), Andra Junaidi, Elfonda Mekel (biasa disebut Once), Setyo Nugroho atau Tyo Nugros dan Yuke Sampurna. 

 

Majelis menilai Aquarius telah melakukan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) dalam pembuatan perjanjian jual beli master rekaman pada 12 Juli 2004. Karena perjanjian tersebut dibuat oleh para personil Dewa 19 dalam keadaan tidak bebas, maka perjanjian dapat dibatalkan.

 

Ajukan Keberatan

Berbeda dengan Rikrik, kuasa hukum kelima Terlapor, Andi Fano Sumangunsong menyesali putusan itu. Bagi saya putusan ini sangat mengecewakan, ujar advokat dari Kantor Hukum Hotma Sitompoel & Associates ini usai sidang.

 

Menurutnya, KPPU telah kabur dalam memutus perkara itu. Ia beralasan, tidak ada satu pun alat bukti yang menunjukan adanya persekongkolan berupa pembocoran rahasia perusahaan Aquarius. Terlihat jelas bagaimana dalam persidangan tidak ada alat bukti, tiba-tiba majelis bisa menyimpulkan sendiri, kata dia.

 

Apalagi, kata dia, kepindahan Dewa 19 ke EMI Music semata-mata untuk go internasional. Pernyataan ini berbeda dengan penilaian Majelis Komisi. Menurut Majelis, untuk dapat go internasional, Dewa 19 tidak perlu menandatangani kontrak dengan lebel asing yaitu EMI Music, melainkan cukup berada di bawah naungan perusahaan musik lokal.

 

Kekeliruan Majelis Komisi lainnya, kata Andi, adalah soal pengangkatan Arnel Affandi dan Iwan Sastrawijaya menjadi pimpinan di EMI Indonesia. Masuknya Iwan Sastrawijaya ke EMI Indonesia lantaran ada transaksi penjualan lisensi perusahaan Blackboard ke EMI Music. Sementara ditunjuknya Arnel Affandi menjadi managing director karena jabatan dia di ASIRI. Andi juga menegaskan antara EMI Music dan EMI Indonesia tidak punya hubungan bisnis. PT EMI Indonesia bukanlah subordinat dari EMI Music South East Asia di Hongkong, tegasnya.

 

Terhadap putusan itu, Andi mengatakan kliennya EMI Music, EMI Indonesia dan Arnel Affandi, akan mengajukan keberatan ke PN Jakarta Pusat. Sedangkan untuk Dewa 19 dan Iwan Sastrawijaya, Andi mengaku belum mendapat konfirmasi dari keduanya, apakah ingin mangajukan keberatan atau tidak. Sekali lagi, kami kecewa dengan putusan ini, sesal Andi.

Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) No. 19/KPPU-L/2007 yang menyatakan lima terlapor –EMI Music South East Asia (EMI Music), EMI Indonesia, Arnel Affandy, Dewa 19, dan Iwan Sastrawijaya– terbukti melakukan persekongkolan, bisa menjadi pelajaran serius bagi industri musik di Tanah Air. Setidaknya, putusan itu memberi peringatan agar perusahaan lebel tidak sembarangan dalam bajak-membajak artis yang marak belakangan ini. Apalagi, jika pembajakan itu bertujuan untuk membongkar rahasia dagang suatu perusahaan.

 

Di ruang sidang utama Gedung KPPU Jalan Ir. Juanda No. 36, Jakarta Pusat, Majelis Komisi yang terdiri dari Sukarmi (Ketua), Dedie S. Martadisastra dan Anna Maria Tri Anggraini (masing-masing Anggota), dengan tegas menyatakan EMI Music, dkk, terbukti melakukan pelanggaran terhadap Pasal 23 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli).

 

Pasal 23 menyebutkan, pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

 

Kasus ini berawal dari laporan PT. Aquarius Musikindo ke KPPU pada Februari 2007. Perusahaan studio rekaman yang selama 12 tahun melahirkan enam dari delapan album Dewa 19 itu  mempersoalkan kepindahan grup Band Dewa 19 ke EMI Music. Soalnya, kepindahan itu lebih mengarah pada pembajakan dan pencurian rahasia kontrak antara Dewa 19 dengan Aquarius.

 

Pencurian rahasia perusahaan itu melibatkan EMI Indonesia, Arnel Affandi (mantan kuasa hukum Dewa 19 yang juga pernah menjabat Wakil Ketua ASIRI –Asosiasi  Industri Rekaman Indonesia) dan personil grup band yang tenar dengan album 'Republik Cinta' itu. Persengkongkolan kemudian melibatkan bos perusahaan rekaman Blackboard Iwan Sastrawijaya. Akibat pembocoran rahasia (kontrak) itu Aquarius menderita kerugian Rp 4,2 milyar lebih.

Halaman Selanjutnya:
Tags: