Buruh Hanya Menang di Atas Kertas
Putusan PHI:

Buruh Hanya Menang di Atas Kertas

Jika Anda adalah kaum buruh yang menang di meja hijau, jangan senang dulu. Amar putusan hakim yang tidak tegas mengakibatkan buruh harus kembali berkutat dengan formalitas dan prosedural hukum acara perdata.

IHW/Ycb
Bacaan 2 Menit
Buruh Hanya Menang di Atas Kertas
Hukumonline

 

Rama Hendrata Adam, kuasa hukum Imron dkk, kepada hukumonline mengatakan bahwa RSPP terlihat tidak memiliki itikad baik untuk melaksanakan putusan. Suatu kondisi yang ironis. Padahal, putusan hakim dalam perkara ini sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

 

Purbadi Hardjoprajitno, kuasa hukum RSPP membantah tudingan yang menyatakan bahwa RSPP mengulur-ulur atau bahkan tidak menggubris putusan hakim. Kami sedang mencoba upaya-upaya yang terbaik bagi kedua pihak, jelas Purbadi via telepon, Sabtu (7/5). Sayang, ia enggan menjelaskan lebih jauh upaya apa yang dimaksud.

 

Setengah hati?

Pengajar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Yogo Pamungkas, memiliki analisis tersendiri mengenai sulitnya putusan perkara ini untuk dieksekusi. Menurutnya, bunyi amar putusan hakim adalah sumber kesulitan itu.

 

Hakim dalam amar putusannya antara lain menyebutkan, menghukum para tergugat untuk mengangkat para tergugat sebagai karyawan tetap RSPP (tergugat II). Menurut Yogo, amar putusan hakim ini mengakibatkan buruh harus mengeluarkan energi tambahan untuk bisa mencicipi hasil kemenangannya. Karena buruh harus menunggu surat pengangkatan dari RSPP terlebih dulu.

 

Yogo lantas membandingkan dengan ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di dalam UU Ketenegakerjaan (UU 13/2003). Jika ada buruh PKWT yang terikat kontrak untuk ketiga kalinya tanpa ada jeda waktu, maka demi hukum statusnya berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

 

Dalam perkara ini, masih menurut Yogo, seharusnya hakim mengeluarkan amar putusan yang tegas. Lebih tepat jika hakim dalam amar putusannya langsung menyatakan status para buruh sebagai pegawai tetap. Sedang dalam amar yang lain memerintahkan RSPP untuk mempekerjakan kembali, tandasnya.

 

Yoni A Setyono memiliki pendapat lain. Pengajar Hukum Acara Perdata Universitas Indonesia ini menyoroti ketiadaan uang paksa (dwangsom) dalam amar putusan sebagai penyebab berlarutnya eksekusi terhadap putusan. Menurutnya, dwangsom adalah hal lazim yang dikenal di hukum acara perdata untuk memaksa pihak yang dihukum melaksanakan putusan sesegera mungkin.

 

Ketiadaan dwangsom di dalam amar putusan hakim ini tidak lain karena penggugat tidak mencantumkannya di dalam petitum gugatan. Karena tuntutan kami bukan mempermasalahkan mengenai materi, terang Rama.

 

Kuras tenaga

Pendapat Yogo mengenai perlunya buruh mengeluarkan energi ekstra, tampaknya benar. Para buruh harus kembali menguras energi, waktu dan bahkan biaya untuk memperjuangkan haknya.

 

Yoni mengutarakan, secara formal, ada beberapa tahapan di dalam hukum acara perdata yang harus dilalui pihak yang menang berperkara. Jika semua persyaratan administratif terpenuhi, pengadilan membuat penetapan memerintahkan juru sita untuk melakukan panggilan (aanmaning) dalam 8 hari secara suka rela. Aanmaning dilakukan dua sampai tiga kali. Walau kadang bisa hanya sekali, ungkapnya.

 

Bila pihak terhukum masih mengacuhkan aanmaning, lanjut Yoni, maka pihak yang menang berperkara bisa mengajukan permohonan eksekusi.

 

Meski menguras energi, upaya yang disebutkan Yoni di atas sepertinya mau tidak mau harus dilakoni Imron Hakim cs. Kami sudah mengajukan permohonan aanmaning. Mudah-mudahan saja ditanggapi. Kasihan teman-teman (Imron cs) ini, Rama berharap.

Sebuah pesan singkat nyelonong, pekan silam (4/6). Isinya, Keputusan PHI telah dibacakan tanggal 6 Mei 2008. Para penggugat menang, 62 pekerja RSPP wajib diangkat jadi karyawan tetap. Tapi pihak perusahaan hingga detik ini belum menyikapi putusan PHI tersebut. Pengirimnya adalah Wesday Istiadi, Wakil Ketua Forum Aliansi Pekerja Independen (FAPI). Forum itu merupakan serikat pekerja rumah sakit tempat para presiden dan pejabat teras lainnya langganan itu.

 

Wesday nampaknya hendak mencurahkan keluh kesahnya. Ini buntut dari kisah sebulan lalu. Gedung Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Kamis, 6 Mei 2008 menjadi saksi bisu atas kemenangan Imron Hakim dan ke-61 temannya. Hari itu, majelis hakim baru saja memenangkan sebagian gugatan Imron dkk. Dalam putusannya, hakim menghukum Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) untuk mengangkat Imron Hakim cs menjadi karyawan tetapnya.

 

Imron Hakim dkk adalah karyawan outsourcing yang bekerja di RSPP sebagai petugas Laboratorium, asisten perawat dan tenaga administrasi. Mereka dipekerjakan oleh Koperasi RSPP yang bertindak sebagai penyedia tenaga kerja (agen).

 

Sebulan berlalu sejak putusan hakim dibacakan. Bagaimana kelanjutan nasib mereka? Sudahkah mereka dipekerjakan dan diangkat sebagai karyawan tetap di rumah sakit yang terletak di bilangan Bulungan, Jakarta Selatan itu?

 

Pertemuan hukumonline dengan Imron pada akhir pekan lalu menjawab pertanyaan di atas. Ternyata hingga kini, nasib mereka masih terkatung-katung. Pihak RSPP belum bersedia menjalankan putusan. Kami hanya menang di atas kertas. Selebihnya tidak, keluh Imron Hakim yang juga Ketua FAPI RSPP itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: