PHK Massal di Perusahaan Biskuit
Berita

PHK Massal di Perusahaan Biskuit

Gara-gara mogok kerja, 90 pekerja perusahaan biskuit Regal di-PHK. Pekerja berdalih mogok sudah dilakukan sesuai Undang-Undang.

CR-3
Bacaan 2 Menit
PHK Massal di Perusahaan Biskuit
Hukumonline

 

Dalam gugatan disebutkan, perkara ini bermula dari aksi mogok kerja para buruh pada 26 Agustus 2008. Aksi ini adalah buntut dari tak dipenuhinya tuntutan pekerja seperti kenaikan upah, tunjangan keluarga, tunjangan perumahan, uang makan, uang transport, bonus tahunan dan prestasi kerja.

 

Perusahaan sendiri hanya merespon tuntutan kenaikan upah dan penambahan uang makan. Upah pokok dinaikkan lima persen dan uang makan ditambah menjadi Rp8.000 dari awalnya Rp7.000 per hari. Selebihnya tak direspon karena dinilai bukan hak normatif buruh seperti yang diatur dalam Undang-Undang.

 

Akibat mogok kerja itu, perusahaan mengaku rugi besar lantaran permintaan biskuit saat itu sedang naik. Perusahaan lantas berencana memanggil pekerja yang mogok. Dua kali surat panggilan yang dilayangkan perusahaan pada 29 Agustus 2008 dan 2 September 2008, kabarnya tak digubris. Alhasil, keesokan harinya perusahaan mengeluarkan surat pengakhiran hubungan kerja karyawannya karena dianggap mengundurkan diri setelah mangkir dari panggilan kerja.

 

Meski demikian, perusahaan tetap memenuhi undangan pegawai mediator Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara. Setelah beberapa kali berunding, akhir September 2008, mediator mengeluarkan anjuran yang menyatakan PHK tidak sah dan karenanya meminta perusahaan untuk mempekerjakan kembali para pekerja.

 

Perusahaan menolak mentah-mentah anjuran mediator. Mereka bersikukuh mogok kerja yang dilakukan pekerja tak sesuai dengan Undang-Undang karena surat pemberitahuan mogok kerja dilakukan mendadak. Padahal UU Ketenagakerjaan sudah menegaskan bahwa surat pemberitahuan dilayangkan sekurang-kurangnya 7 hari sebelum pelaksanaan mogok kerja.

 

Perusahaan juga berdalih bahwa akibat mogok kerja, hubungan kerja tidak akan harmonis lagi. Atas dasar itu, perusahaan mengajukan gugatan ke pengadilan. Intinya, perusahaan menyatakan mogok kerja buruh tidak sah dan karenanya pekerja dianggap mengundurkan diri.

 

Mogok Kerja Sah

Ditemui usai sidang, Anggi Sitorus, kuasa hukum pekerja membantah tudingan perusahaan. Menurutnya, mogok kerja sudah dilakukan sesuai aturan. Mogok yang dilakukan buruh dikarenakan tidak adanya titik temu dalam beberapa kali perundingan untuk membahas tuntutan pekerja.

 

Anggi tak asal cuap.  Ia menunjukkan buktinya adanya risalah perundingan yang telah ditandatangani kedua belah pihak. Mogok yang dilakukan para buruh sudah sesuai Pasal 137 sampai dengan Pasal 140 UU Ketenagakerjaan, kata pengurus pusat FPBJ ini.

 

Pasal 137 merumuskan, mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

 

Anggi juga membantah tudingan perusahaan yang menyatakan surat pemberitahuan mogok dikirim mendadak. Berdasarkan bukti tertulis yang disodorkan ke persidangan, surat pemberitahuan mogok dikirimkan pada 15 Agustus 2008 atau seminggu lebih dari pelaksanaan mogok.     

 

Lebih jauh Anggi menjelaskan, mogok kerja semestinya tak dapat dijadikan alasan untuk mem-PHK karyawannya. Tindakan tersebut merupakan tindak pidana jika merujuk pada Pasal 28 jo 43 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Ini bentuk tindakan balasan pengusaha yang sebetulnya tidak diperbolehkan, imbuh Anggi.

 

Sidang yang dipimpin hakim Makmun Masduki ini telah memasuki tahap kesimpulan. Rencananya hakim akan membacakan putusan pada Selasa (27/01). 

Puluhan buruh yang tergabung dalam Pengurus Tingkat Perusahaan Federasi Perjuangan Buruh Jabodetabek (PTP FPBJ) CV Jaya Abadi berunjuk rasa di depan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Selasa (13/01). Dalam orasinya, mereka mengecam PHK sepihak yang dilakukan manajemen. Para buruh ini menuntut keadilan kepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut.  

 

Aksi unjuk rasa itu terjadi setelah para buruh, yang semuanya wanita, menghadiri sidang perkara gugatan yang dilayangkan perusahaan yang memproduksi biskuit Marie Regal tersebut. Perusahaan bermaksud 'meminta izin' pengadilan untuk mem-PHK 90 orang karyawannya.

 

Farida Hanum, kuasa hukum perusahaan tak mau berkomentar banyak atas kasus ini. "Maaf saya tidak bisa kasih komentar, dua minggu lagi acara putusan," kata Farida Hanum lewat pesan singkat kepada hukumonline.

Tags: