Saya melihat banyak sekali peraturan perundang-undangan yang berbentuk keputusan atau peraturan, apa perbedaannya?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Peraturan dan keputusan adalah kedua produk hukum yang berbeda. Pada dasarnya peraturan itu bersifat umum, abstrak, dan terus menerus. Di sisi lain, keputusan bersifat individual, konkret, dan final.
Ā
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perbedaan Keputusan dengan Peraturanyang dibuat oleh Adi Condro Bawono, S.H., M.H.dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 13 Januari 2012.
Ā
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata ā mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Ā
Perbedaan Keputusan dan Peraturan dalam Segi Teori
Dalam teorinya, Maria Farida Indrati dan Jimly Asshiddiqie membedakan peraturan perundangan dengan keputusan dari segi sifatnya.[1] Maria Farida menjelaskan bahwa peraturan (regeling) itu bersifat umum, abstrak, dan terus menerus. Di sisi lain, keputusan bersifat individual, konkret, dan final. Untuk memudahkan penjelasan lebih lanjut kami memuat tabel perbedaan sebagai berikut.
No.
Aspek Sifat Perbedaan
Peraturan Perundangan
Keputusan
1
Orang yang Terpengaruh Produk Hukum (Adresat)
Umum
Individual
2
Banyaknya Peristiwa Hukum
Abstrak
Konkret
3
Masa Keberlakuannya
Terus Menerus
Sekali Selesai
Dalam segi teori, terdapat tiga perbedaan kumulatif antara peraturan perundangan dengan keputusan. Pertama, peraturan perundangan itu bersifat umum yang berarti pihak yang terkena pengaruh produk hukum ditujukan kepada banyak orang, bukan hanya kepada orang tertentu saja (individual).[2] Apabila peruntukannya adalah kepada orang tertentu, maka produk hukum tersebut merupakan sebuah keputusan.[3]
Kedua, peraturan perundang-undangan bersifat abstrak maksudnya karena ditujukan untuk menghadapi berbagai peristiwa hukum tertentu.[4] Hal ini berbeda dengan ciri keputusan yang hanya ditujukan untuk satu peristiwa hukum saja.
Ketiga, peraturan pada dasarnya bersifat terus menerus (einmalig) yang artinya akibat hukum peraturan tersebut akan terus menerus berlaku hingga dicabut oleh peraturan lainnya atau dibatalkan oleh putusan pengadilan (judicial review).[5]
Ā
Perbedaan Keputusan dan Peraturan dalam Segi Hukum Positif dan Praktiknya
Sejalan dengan teorinya, dalam Pasal 1 angka 2UU 15/2019 menjelaskan definisi peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
UU 12/2011 kemudian juga memberikan contoh yang termasuk dalam peraturan perundang-undangan mulai dari UUD 1945 hingga peraturan daerah kabupaten/kota serta peraturan perundang-undangan lainnya.[6]
Di sisi lain, berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU 5/1986 mendefinisikan Keputusan Tata Usaha Negara (āKTUNā) adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Lebih lanjut, Pasal 2 UU 9/2004 mengecualikan beberapa keputusan berikut sebagai KTUN:[7]
KTUN yang merupakan perbuatan hukum perdata;
KTUN yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
KTUN yang masih memerlukan persetujuan;
KTUN yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP dan KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
KTUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
KTUN mengenai tata usaha TNI;
Keputusan KPU baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.
Akan tetapi, hal yang menjadi catatan bahwa hukum positif tidak menjelaskan secara detail apakah putusan pengadilan termasuk dalam konteks keputusan atau tidak. UU 5/1986 hanya berfokus menegaskan bahwa keputusan yang diatur dalam UU ini adalah hanya dalam ranah eksekutif, padahal secara teori putusan pengadilan juga dapat dimasukkan ke dalam kategori keputusan karena sifatnya individual (hanya para pihak bersengketa), konkret (hanya satu peristiwa hukum saja), dan sekali selesai (hanya untuk satu perkara).
Selain perbedaan di atas, terdapat satu perbedaan tambahan yaitu konsekuensi pengujian peraturannya berbeda. Peraturan perundang-undangan diuji langsung kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi,[8] sedangkan KTUN diuji terlebih dahulu kepada PTUN.[9]
Fitriani A. Sjarief, āKetidaktepatan Cara Penyelesaian Disharmonisasi Peraturan Perundang-undangan melalui Mekanisme Mediasi berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 2 Tahun 2019ā, dalam Aradhana Sang Guru Perundang-undangan, Cano Printing Indonesia, Depok. Hlm. 374.
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2005;
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Jilid I: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Jakarta: Kanisius, 2018;
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.
[1] Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Jilid I: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Jakarta: Kanisius, 2018, hal. 78 dan Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2005, hal. 2
[4] Fitriani A. Sjarief, āKetidaktepatan Cara Penyelesaian Disharmonisasi Peraturan Perundang-undangan melalui Mekanisme Mediasi berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 2 Tahun 2019ā, dalam Aradhana Sang Guru Perundang-undangan, Cano Printing Indonesia, Depok, hal. 374
[5] Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Jilid I: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Jakarta: Kanisius, 2018, hal. 78