Polemik Kriminalisasi Advokat Curang dan Analisis Delik Pasal 282 RUU KUHP

Polemik Kriminalisasi Advokat Curang dan Analisis Delik Pasal 282 RUU KUHP

​​​​​​​Delik 282 huruf a RUU KUHP, dapat dilihat bahwa di samping tercantum unsur sengaja dalam kata-kata “padahal mengetahui”, juga kelalaian (culpa) dalam kata-kata “sepatutnya menduga” perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya.
Polemik Kriminalisasi Advokat Curang dan Analisis Delik Pasal 282 RUU KUHP

Substansi Pasal 282 Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang mengatur mengenai kriminalisasi tindakan curang advokat dalam menjalankan tugas profesinya terus mendapat perhatian. Belum lama ini, sejumlah kalangan dari organisasi advokat merespon serius Pasal 282 huruf a dan b RUU KUHP tersebut. Pada umumnya, kalangan profesi advokat menolak substansi Pasal 282 huruf a dan b RUU KUHP. Ketentuan ini dipandang mengancam tugas dan kerja advokat dalam membela hak hukum klien yang diwakilinya.

Untuk diketahui, substansi Pasal 282 RUU KUHP tersebut berbunyi, “Advokat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (Rp.500.000.000), apabila menjalankan pekerjaannya secara curang, yaitu: a. mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau b. mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan”.

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (PERADI SAI), Juniver Girsang menyampaikan penolakannya secara tegas terhadap ketentuan Pasal 282 yang mengatur tindakan curang advokat ketika menjalankan tugasnya. Menurut Juniver, delik ini sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat serta Kode Etik Advokat. Tidak hanya itu, ketentuan Pasal 282 RUU KUHP dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 yang menyebutkan bahwa Pasal 16 UU Advokat harus dimaknai advokat tidak dapat dituntut secara pidana atau perdata selama menjalankan tugas dan profesinya dengan iktikad baik di dalam maupun di luar persidangan.

Sementara itu, Ketua Umum PERADI, Otto Hasibuan menilai Pasal 282 dirumuskan dengan menggunakan paradigma yang kurang tepat. Dirinya merasa bahwa dengan adanya pengaturan mengenai advokat curang dalam RUU KUHP maka hanya advokat saja yang dapat berlaku curang kepada kliennya. Menurut Otto, dalam kerja-kerja pendampingan yang dilakukan oleh advokat, juga terbuka kemungkinan klien berlaku curang terhadap advokat. Lebih jauh, Otto menyebutkan rumusan Pasal 282 terkesan diskriminatif, prejudice, dan tendensius karena hanya diarahkan kepada advokat. Perbuatan curang itu tidak saja dapat dilakukan oleh advokat, tetapi juga dapat dilakukan oleh penegak hukum yang lain.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional