Pernahkah Anda menemukan transaksi kontrak bisnis menggunakan mata uang asing khususnya di wilayah Republik Indonesia? Entah bertujuan sebagai alat pembayaran, utang-piutang, investasi ataupun transaksi keuangan lainnya.
Sejauh ini bagaimana hukum di Indonesia mengatur? Bagaimana bila terjadi sengketa? Bisakah ganti rugi dalam gugatan di yurisdiksi pengadilan Indonesia diajukan dalam mata uang asing?
Ada satu putusan penting yang kini terklasifikasi dalam daftar yurisprudensi di Mahkamah Agung, yakni dalam perkara antara PT NSP vs PT IE dkk (Putusan No. 2992K/Pdt/2015). Awalnya, tergugat yang dinyatakan wanprestasi oleh Pengadilan Negeri dalam perkara ini dihukum untuk membayar ganti rugi dalam mata uang Dolar AS, sesuai dengan petitum Penggugat. Putusan PN itu kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Berlanjut hingga kasasi, kendati MA menolak permohonan kasasi tergugat, namun MA memperbaiki amar putusannya dengan mengkonversi besaran ganti kerugian dari yang sebelumnya menggunakan Dolar AS menjadi mata uang rupiah dengan mengacu pada Pasal 21 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.