Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) bisa dikatakan salah satu rancangan undang-undang paling ramai diperbincangkan publik dalam satu dekade belakangan. Perubahan naskah akademik dan isi bahkan nama RUU, yang semula Penghapusan Kekerasan Seksual, terjadi berulang kali.
Perkembangan terakhir pada 18 Januari 2022 lalu rapat paripuna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR. Penyusunan RUU TPKS tercatat dilakukan sejak tahun 2014. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama gerakan masyarakat sipil saat itu mendorong parlemen membentuk regulasi penghapusan kekerasan seksual dengan membawa naskah awal RUU TPKS.
Selanjutnya baru pada tahun 2016 naskah awal itu masuk dalam daftar penambahan program legislasi nasional periode 2015-2019. Sejak saat itu tarik ulur legislasi RUU TPKS berbuah sejumlah perdebatan publik. Entah bagaimana, salah satu perdebatannya melebar pada tudingan pelegalan perilaku homoseksual secara terselubung.
Namun, perdebatan paling sederhana mungkin adalah kebingungan normatif hukum pidana. Misalnya apa bedanya tindak pidana perbuatan cabul yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan rumusan tindak pidana kekerasan seksual?