KPPU: Sulitnya Melacak Praktik Monopoli di Era Ekonomi Digital
Utama

KPPU: Sulitnya Melacak Praktik Monopoli di Era Ekonomi Digital

Transparansi Beneficial Owner kunci persaingan sehat di era ekonomi digital.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

UU Nomor 5 Tahun 1999

RUU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Keterangan

Pasal 1 angka 5

 

Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

Pasal 1 angka 5

 

Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan baik di dalam maupun di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia yang mempunyai dampak terhadap perekonomian Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha di bidang ekonomi.

Perluasan pengertian Pelaku Usaha agar penegakan hukum dapat menjangkau Pelaku Usaha yang berdomisili hukum di luar wilayah Indonesia yang perilakunya mempunyai dampak bagi pasar dan

perekonomian Indonesia.

Pasal 28

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut. dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ketentuan mengenai pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 30

(1) Pelaku Usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.

(2) Pelaku Usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham, pengambilalihan aset atau pembentukan usaha patungan jika tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham, pengambilalihan aset atau pembentukan usaha patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah

Pengaturan lebih lanjut terkait merger dan akuisisi diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP). Artinya akan revisi dalam PP Nomor 57 Tahun 2010.

Pasal 29

(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungannya, peleburan atau pengambilalihan tersebut.

(2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 31

(1) Rencana penggabungan atau rencana peleburan badan usaha, rencana pengambilalihan saham, rencana pengambilalihan aset atau rencana pembentukan usaha patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualan melebihi jumlah tertentu, wajib memperoleh persetujuan KPPU sebelum penggabungan atau peleburan badan usaha, pengambilalihan saham, pengambilalihan aset, atau pembentukan usaha patungan berlaku efektif secara yuridis.

(2) Sebelum mendapatkan persetujuan KPPU, instansi yang berwenang dalam mengeluarkan izin penggabungan atau peleburan badan usaha, pengambilalihan saham, pengambilalihan aset atau pembentukan usaha patungan, tidak dapat melanjutkan proses penggabungan atau peleburan badan usaha, pengambilalihan saham, pengambilalihan aset atau pembentukan usaha patungan Pelaku Usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan/atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Beralih dari Post Notification menjadi Pre Notification.

Pasal 47

(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:

a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 sampai dengan pasal 13, pasal 15 dan pasal 16 ; dan atau

b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau

c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau

d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau

e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud Pasal 28; dan atau

f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau

g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan setinggitingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah).

Pasal 32

(1) Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan/atau Pasal 31 dikenakan sanksi administratif berupa:

a. penghentian penyalahgunaan Posisi Dominan;

b. penolakan atas penggabungan atau peleburan badan usaha, pengambilalihan saham, pengambilalihan aset atau pembentukanusaha patungan;

c. pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha, pengambilalihan saham, pengambilalihan aset atau pembentukan usaha patungan yang tidak melalui persetujuan KPPU;

d. pengenaan denda paling rendah 5% (lima persen) atau paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari nilai penjualan dari Pelaku Usaha pelanggar dalam kurun waktu pelanggaran;

e. pengenaan denda paling rendah 5% (lima persen) atau paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari nilai transaksi Pelaku Usaha atas pelanggaran penggabungan atau peleburan badan usaha, pengambilalihan saham, pengambilalihan aset atau pembentukan usaha patungan yang tidak melalui persetujuan KPPU;

f. rekomendasi pencabutan izin usaha kepada lembaga yang menerbitkan izin usaha; dan/atau

g. publikasi para pihak dalam daftar hitam Pelaku Usaha.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

-

Pasal 61

(1) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pelaku Usaha wajib mengajukan kepada KPPU permohonan penilaian atas:

a. rencana penggabungan atau rencana peleburan badan usaha;

b. rencana pengambilalihan saham;

c. rencana pengambilalihan aset; atau

d. rencana pembentukan usaha patungan.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri analisis rencana penggabungan atau rencana peleburan badan usaha, rencana pengambilalihan saham, rencana pengambilalihan aset, atau rencana pembentukan usaha patungan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan KPPU.

Ada ketentuan baru soal kewajiban melapirkan analisis rencana merger dan akuisisi. Sebelumnya tidak diatur dalam UU 5 tahun 1999.

 

Head of OECD Competition Division, Antonio Gomes, mengatakan bahwa otoritas persaingan usaha di seluruh dunia memiliki tantangan besar karena model disrupsi inovasi dilakukan beragam salah satunya merger dan akuisisi. Kolaborasi pelaku usaha antar negara satu dan lainnya menjadi tantangan tambahan, terlebih batasan antar yurisdiksi menjadi samar. Ditambah lagi pemanfaatan big data dalam bisnis yang memiliki dua sisi, positif dan negatif bagi persaingan usaha yang sehat.

 

“Big data bisa berdampak anti persaingan. Positifnya, adanya jasa baru, harga yang murah, dan peningkatan kualitas. Yang negatif, big data digunakan mengidentifikasi keberadaan kompetitor baru dan hambat pemain baru yang masuk ke pasar yang sama,” kata Antonio.

 

(Baca Juga: OJK Minta Pelaku Fintech Lakukan Non Face-to-Face Know Your Customer)

 

Penggunaan big data dalam praktik anti persaingan berpotensi merugikan konsumen karena pelaku usaha dapat menguasai pasar dengan melakukan akuisisi pelaku usaha di luar pasar bersangkutan dengan melihat analisa dari big data. Apalagi penggunaan big data ditambah algoritma, seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence), sehingga memudahkan pelaku usaha memprediksi tren pasar dan mengoptimalkan bisnis proses.

 

Disrupsi inovasi bukan hal yang baru karena inovasi seperti saat ini telah terjadi sejak dulu misalnya ketika CD’s (Compact Disc) ditemukan. Namun, yang membedakan dengan saat ini adalah perubahan begitu sangat cepat dan terjadi pada banyak sektor. Model disrupsi itu beragam mulai dari menghilangkan peran perantara, mengurangi biaya yang tidak perlu dan mengurangi biaya yang sebelumnya dibebankan regulator kepada pelaku usaha.

 

“Disrupsi terhadap pasar yang diatur ketat, bisa jadi hambatan bagi perusahaan teknologi. Bagi perusahaan teknologi, disrupsi bisa menjadi hambatan masuk misalnya karena model bisnis tidak dikenal dalam regulasi yang ada. Di sisi incumbent (pemain lama), disrupsi bisa buat perusahaan justru punya beban yang besar,” kata Antonio.

 

Hukumonline.com

Sumber: OECD

 

Disrupsi inovasi seringkali muncul di sektor-sektor yang tunduk pada regulasi yang ketat seperti transportasi, pariwisata dan hotel, jasa keuangan, ketenagalistrikan, profesi hukum dan profesi lain. Pemain lama pada sektor-sektor tersebut biasanya meminta regulator untuk menerapkan regulasi ketat yang sama bagi pendatang baru meskipun tidak sesuai dengan model bisnis dengan alasan ‘persaingan yang sehat’.

Tags:

Berita Terkait