KPPU: Sulitnya Melacak Praktik Monopoli di Era Ekonomi Digital
Utama

KPPU: Sulitnya Melacak Praktik Monopoli di Era Ekonomi Digital

Transparansi Beneficial Owner kunci persaingan sehat di era ekonomi digital.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

“Bayangkan kalau ada asing mau masuk ke Indonesia dan matikan pelaku dalam negeri, dia akuisisi lalu matikan bisnisnya dan dia jadi perusahaan dominan di Indonesia. Itu motif merger yang negatif bagi ekonomi kita. Di China, notifikasi merger diwajibkan bagi pelaku usaha yang masuk ke negaranya. Ini untuk antisipasi agar aktivitas itu tidak merugikan ekonomi di China. Kita (Indonesia) harus tiru China,” kata Syarkawi.

 

(Baca Juga: Menkominfo: Ekonomi Digital Tak Butuh Banyak Regulasi)

 

Syarkawi menambahkan, KPPU juga sedang mengkaji ketentuan yang nantinya mewajibkan pelaku usaha yang akan melakukan merger atau akuisisi untuk menyampaikan dokumen yang menginformasikan siapa pihak penerima manfaat yang sebenarnya (Beneficial Owner). Hal itu dilakukan semata-mata melindungi konsumen dari praktik anti persaingan. Nantinya, tim analis KPPU menganalisa hingga membentuk ‘pohon bisnis’ agar terlihat berapa aset yang dimiliki grup serta adakah posisi dominan dalam pasar yang sama.

 

Sekadar tahu, definisi Beneficial Owner (BO) awalnya dikonstruksi OECD lewat konvensi model perpajakan (OECD Model Tax Convention). Dalam OECD Working Party 2011, Beneficial Owner didefinisikan sebagai individu penerima manfaat yang sebenarnya. OECD membagi tiga jenis pemilik dan penerima manfaat sebenarnya: (1) dalam sebuah perusahaan, BO adalah pemegang saham (shareholder) atau anggota; (2) dalam sebuah kerja sama (partnerhip), BO adalah pihak partner baik yang sifatnya terbatas maupun umum; (3) dalam sebuah trust atau foundation, BO adalah pendiri.

 

Model bisnis baru di era digital boleh jadi tidak mencakup antara tiga jenis pemilik di atas. Siapa tidak tahu bahwa pelaku usaha rintisan (Startup) banyak mendapat dana dari para venture capital atau angle investor. Secara legal, perikatan mereka tidak mengalihkan sebagian saham atau kepemilikan, namun bukan tidak mungkin cara pendanaan tersebut secara tidak langsung menjadikan venture capital atau angle investor sebagai pemegang saham mayoritas sekalipun tidak dapat dibuktikan secara legal.

 

Pengungkapan Beneficial Owner menjadi tuntutan kekinian di sektor manapun, seperti perbankan, perpajakan, dan persaingan usaha. Dalam persaingan usaha sehat, pengungkapan Beneficial Owner akan menciptakan peluang bagi banyak pelaku ekonomi untuk berbisnis secara fair, bersaing secara sehat, dalam meningkatkan kualitas bisnisnya sekaligus dapat menghindari monopoli dan mencegah conflict of interest dalam kepemilikan.

 

Struktur kepemilikan perusahaan yang kompleks dan tertutup belum tentu menandakan keterlibatan perusahaan dalam tindak pidana keuangan, perpajakan, dan tindak pidana lainnya. Mesti dicatat, tujuan utama dibentuknya UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah untuk memastikan dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar sehingga terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat.

 

(Baca Juga: Regulator Berpikir Keras Merespons Inovasi Bisnis Fintech)

 

“Perusahaan A bagian dari Grup A, B, C, D dan mengambil alih perusahaan Z. Notifikasinya kita hitung aset dari seluruh holding ini. Kenapa ini penting, karena ada perusahaan yang dominan di trucking (penjualan truk) kemudian akuisisi perusahaan leasing yang masih kecil tapi dia monopili penjualan truk. Kemudian setiap penjualan truk wajib menggunakan leasing ini, otomatis leasing ini akan tumbuh jadi perusahaan besar. Makanya ini juga dinotifikasi ke KPPU. Kewajiban ini menghambat, misalnya trucking biasanya bekerjasama dengan Y. Setelah akuisisi Z, dia wajibkan semua leasing pakai Z dan Y mati, otomatis persangan jadi tidak sehat,” kata Syarkawi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait