Tafsir Telah Diperjelas MK, Tak Ada Alasan Menyimpanginya
Berita

Tafsir Telah Diperjelas MK, Tak Ada Alasan Menyimpanginya

Tanpa seleksi berarti menghilangkan hak publik untuk berpartisipasi dan mengawasi.

MYS
Bacaan 2 Menit
Pengucapan putusan UU KIP di Mahkamah Konstitusi. Foto: MK
Pengucapan putusan UU KIP di Mahkamah Konstitusi. Foto: MK
Lewat putusan No. 77/PUU-XIV/2016, Mahkamah Konstitusi telah memperjelas tafsir atas frasa ‘dapat diangkat kembali’ dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi (UU KIP). Putusan itu seharusnya dijadikan pedoman oleh gubernur di seluruh Indonesia untuk pengangkatan anggota Komisi Informasi Provinsi.

Pasal 33 UU KIP menyebutkan ‘anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya’. Frasa ‘dapat diangkat kembali’ dalam pasal inilah yang dipersoalkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan individu yang tergabung dalam jaringan keterbukaan informasi FoINI (Freedom of Information Network Indonesia) ke Mahkamah Konstitusi. Dan Mahkamah sudah memberikan tafsir yang jelas melalui putusan yang dibacakan pada 7 Februari lalu.

“Putusan MK ini memperjelas bahwa pengangkatan kembali anggota Komisi Informasi tanpa seleksi ulang adalah pelanggaran atas norma UU KIP dan inkonstitusional,” kata Koordinator FoINI, Desiana Samosir. (Baca juga: FOINI, Pengawal Keterbukaan Informasi Lintas Profesi).

Permohonan pengujian UU KIP terhadap UUD 1945 itu tak lepas dari kasus yang terjadi di Gorontalo. Para aktivis FoINI sudah mengingatkan tetapi Gubernur Gorontalo tetap mengangkat komisioner Komisi Informasi Provinsi tanpa melalui seleksi. Menurut Desiana, Gubernur Gorontalo seharusnya mencabut SK pengangkatan komisioner yang tanpa lewat seleksi karena putusan MK sudah memberi tafsir yang jelas. (Baca juga: Ini 10 Informasi Publik yang Sifat Penyebarannya Terbatas).

Permohonan ini dipicu tindakan Gubernur Gorontalo, yang mengeluarkan SK No. 323/11/VIII/2015 tentang Pengangkatan Anggota Komisi Informasi (KI) Provinsi Gorontalo Periode 2015-2019, tertanggal 13 Agustus 2015. Dalam SK tersebut, anggota KI Provinsi Gorontalo diangkat oleh Gubernur untuk periode kedua tanpa proses seleksi. (Baca juga: FOINI Minta Tafsir Pengangkatan Anggota Komisi Informasi).

Kuasa hukum para pemohon uji materi, Wahyudi Djafar, juga menegaskan bahwa tafsir MK atas frasa ‘dapat diangkat kembali’ sudah jelas. Artinya, komisioner lama dapat diangkat kembali melalui mekanisme yang diatur perundang-undangan. Dalam hal ini, mekanisme pengangkatan komisioner Komisi Informasi adalah melalui seleksi. “MK itu satu-satunya lembaga yang berwenang menafsirkan Undang-Undang. Presiden dan DPR saja wajib tunduk pada tafsir MK, apalagi gubernur,” kata Wahyudi.

Dalam putusannya, MK menyatakan pengangkatan kembali secara langsung tanpa melalui proses seleksi -sebagaimana yang terjadi pada Komisi Informasi Provinsi Gorontalo- di samping bertentangan dengan Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU KIP, juga telah menghilangkan hak publik untuk berpartisipasi, sekaligus mengawasi dan mengevaluasi kinerja Komisi Informasi. Termasuk juga menghilangkan peran DPR/DPRD dalam pengawasan Komisi Informasi.

MK juga menegaskan mekanisme ini berpotensi mengganggu independensi KI (bias kepentingan pemerintah) serta berdampak pada pemenuhan dan perlindungan hak atas informasi publik.
Tags:

Berita Terkait