Terbitnya Perppu Cipta Kerja Dinilai untuk Kepentingan Oligarki
Utama

Terbitnya Perppu Cipta Kerja Dinilai untuk Kepentingan Oligarki

Krisis ekonomi global diklaim menyebabkan terganggunya perekonomian nasional menjadi salah satu pertimbangan pemerintah menerbitkan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinilai tidak tepat. Padahal, faktanya perekonomian Indonesia tergolong baik.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Faisal mengingatkan pemerintah jangan ugal-ugalan menata ekonomi Indonesia, tapi harus menggunakan perhitungan yang matang dan tepat. Investasi yang boros terlihat dari berbagai proyek yang mangkrak, seperti pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Kondisi perekonomian Indonesia yang tergolong baik juga disampaikan berbagai pihak. Data yang ada menunjukkan perekonomian kita tidak dalam kondisi darurat, malah cenderung membaik. Karena itu, ia menilai terbitnya Perppu Cipta Kerja ini hanya melindungi kepentingan oligarki karena MK sudah menyatakan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Karena itu, seharusnya kembali kepada peraturan lama yang mengatur ketika tambang batubara habis masa konsesinya harus dikembalikan ke pemerintah.

“Pemerintah berwenang memperpanjang atau tidak konsesi itu. Tapi UU No.11 Tahun 2020 memperpanjang otomatis masa konsesi itu dan limbah batubara tidak masuk kategori berbahaya,” bebernya.  

Kemudian Faisal mencatat ada perizinan konsesi batubara besar yang akan habis masa berlakunya tahun 2024. Maka jika UU No.11 Tahun 2020 tak segera dibenahi pemerintah karena telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK konsesi itu tidak bisa diperpanjang otomatis. Untuk mengakomodir kepentingan korporasi itu, maka Perppu Cipta Kerja diterbitkan.

Faisal menilai masa depan Indonesia terancam sejak UU No.11 Tahun 2020 terbit. Adanya Perppu No.2 Tahun 2022 semakin memperburuk dan merusak serta melemahkan institusi negara. Pemerintah dinilai sudah melebihi batas kewenangannya karena selalu mencari argumen yang dibuat-buat untuk membenarkan kebijakan yang diterbitkan.

“Putusan MK diabaikan, perintah untuk memberi ruang partisipasi publik yang bermakna juga tidak dilakukan karena pemerintah menerbitkan Perppu (sebagai jalan pintas, red). Kita juga pesimis dengan sikap DPR terhadap Perppu itu,” ujarnya.

Deputi Direktur Program ICEL Grita Anindarini menilai perubahan iklim juga menjadi salah satu alasan pemerintah menerbitkan Perppu No.2 Tahun 2022. Tapi tidak ada substansi Perppu yang menjawab tuntas tantangan perubahan iklim itu. Misalnya, Perppu tidak menjawab masalah perlindungan pesisir untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Tidak mengubah ketentuan yang membuka peluang zona inti dapat dieksploitasi untuk proyek strategis nasional.

Tags:

Berita Terkait