Terbukti Terima Fasilitas, Eks Hakim Ad Hoc Tipikor Divonis 7 Tahun Penjara
Utama

Terbukti Terima Fasilitas, Eks Hakim Ad Hoc Tipikor Divonis 7 Tahun Penjara

Ramlan Comel masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Penuntut umum mengaku pembuktian penerimaan uang Rp40 juta lemah.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus suap perkara korupsi dana bansos Pemkot Bandung yang juga mantan hakim di Pengadilan Tipikor Bandung, Ramlan Comel saat menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (9/12). Foto: RES
Terdakwa kasus suap perkara korupsi dana bansos Pemkot Bandung yang juga mantan hakim di Pengadilan Tipikor Bandung, Ramlan Comel saat menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (9/12). Foto: RES
Majelis hakim yang diketuai Barita Lumban Gaol menghukum Ramlan Comel dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp200 juta. "Apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan," kata Barita saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (9/12).

Barita menyatakan, mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Bandung ini terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primair penuntut umum, Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelum menjatuhkan putusan, Barita mempertimbangkan sejumlah hal-hal yang memberatkan dan meringankan Ramlan. Perbuatan Ramlan selaku aparat penegak hukum yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dianggap majelis sebagai hal yang memberatkan.

Begitu pula dengan perbuatan Ramlan selaku hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Bandungyang telah mencoreng lembaga peradilan dinilai Barita sebagai hal yang memberatkan. Sementara, status Ramlan yangbelum pernah dihukum dan sudah lanjut usia dianggap sebagai hal meringankan.

Hakim anggota Basari Budhi Pardiyanto mengungkapkan, sebelum proses persidangan perkara korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Pemerintah Kota Bandung tahun anggaran 2009-2010, sekitar Mei 2012, Hakim Setyabudi Tejocahyono bertemu Toto Hutagalung. Setyabudi memberi tahu bahwa diayang akan menangani perkara Bansos.

Setyabudi menyampaikan kesediaannya membantu penanganan perkara Bansos dengan cara tidak memasukan pertimbangan mengenai keterlibatan Walikota Bandung Dada Rosada dan pejabat Pemkot Bandung, Edi Siswadi maupun Herry Nurhayat dalam putusan perkara Bansos yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung.

Kemudian, lanjut Basari, Ramlan bersama-sama Setyabudi dan Djodjo Djohari ditunjuk sebagai majelis hakim yang menangani perkara Bansos atas nama Rochman dkk. Setyabudi yang ketika itu menjabat Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung sebagai ketua majelis, sedangkan Ramlan dan Djodjo sebagai anggota majelis.

Alhasil, ketujuh terdakwa Bansos hanya dihukum satu tahun penjara tanpa adanya pertimbangan mengenai keterlibatan Dada, Edi, dan Herry.Sebelum itu, pada 31 Juli 2012, Setyabudi bersama-sama Ramlan menerima permohonan pengalihan tahanan ketujuh terdakwa dari yang semula tahanan rutan menjadi tahanan kota.

Atas kesediaan Ramlan bersama-sama Setyabudi menjatuhkan hukuman ringan dan tidak menyebutkan keterlibatan Dada, Edi, dan Herry dalam pertimbangan putusan, Dada melalui Toto menyerahkan uang AS$80 ribu kepada Setyabudi. Uang itu oleh Setyabudi dibagi-bagikan kepada Ramlan dan beberapa hakim lain.

Sesuai keterangan Setyabudi, ia mengambil bagian AS$18400, sedangkan sisanya dibagikan kepada Ramlan dan Djodjo masing-masing AS$18300, Singgih Budi Prakosa AS$15000 dan Rina Pertiwi AS$10000. Namun, menurut Basari, keterangan Setyabudi berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti lainnya.

"Akan tetapi, majelis berpendapat, yangharus dibuktikan adalah penerimaan uang oleh terdakwa bersama-sama Setyabudi dari Toto, bukan mengenai pembagian uang kepada pihak lain. Jadi, jika dihubungkan dengan keterangan Toto, dapat menjadi suatu alat bukti yang membenarkan adanya perbuatan tersebut," ujarnya.

Basari menganggap terdapat hubungan sedemikian rupa antara keterangan Setyabudi dengan keterangan Toto. Tidak begitu halnya dengan keterangan Setyabudi mengenai penerimaan uang Rp150 juta terkait permohonan pengalihan status penahanan ketujuh terdakwa perkara korupsi Bansos Pemkot Bandung.

Majelis menilai keterangan Setyabudi berdiri sendiri tanpa didukung keterangan saksi lainnya. Sesuai keterangan Setyabudi,uang Rp150 juta itu dibagikan kepada Ramlan dan Djodjo masing-masing Rp40 juta. Sementara, Setyabudi mengambil bagian Rp40 jutadansisanya Rp30 juta dibagikan kepada Singgih.

Meski pemberian uang kepada Setyabudi dibenarkan oleh Toto, tetapi Toto tidak mengetahui adanya pembagian uang. Pembagian itu juga dibantah oleh Ramlan dan saksi-saksi lain. Dengan demikian, Basari menyatakan, keterangan Setyabudi hanya berdiri sendiri tanpa didukung keterangan saksi lainnya.

“Sehingga, majelis berpendapat sesuai dengan ketentuan Pasal 185 KUHAP, keterangan Setyabudi tidak cukup untuk membuktikan terdakwa menerima Rp40 juta untuk pengalihan tahanan Rochman dkk.Majelis tidak sependapat dengan pendapat penuntut umum yang menyatakan Ramlantelah menerima Rp40 juta,” tuturnya.

Walau begitu, majelis sependapat dengan penuntut umum mengenai perbuatan Ramlan bersama-sama Setyabudi yang beberapa kali menerima fasilitas hiburan karaoke dari Toto. Pasalnya, fakta penerimaan fasilitas tersebut telah diakui oleh Ramlan, meski Ramlan tidak ingat berapa kali menerima fasilitas hiburan.

Menurut Basari, dalam perkara ini, yang harus dibuktikan adalah perbuatan menerima sesuatu yaitu berupa fasilitas hiburan dan bukan beberapakali jumlah menerima fasilitas. Frasa “hadiah”itu dapat diartikan sebagai benda bernilai, baik benda berwujud seperti uang, mobil, maupun benda tidak berwujud, seperti fasilitas.

Dengan fakta-fakta tersebut, majelis menyimpulkan, unsur “menerima hadiah ataujanji telah terpenuhi”. Majelis juga menyimpulkan unsur “padahal hadiah atau janji tersebut diketahui atau patut diduga diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili” telah terpenuhi dan ada dalam perbuatan Ramlan.

Basari menerangkan, UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tidak memberi penjelasan mengenai arti “putusan” dan bagaimana cara mempengaruhi putusan yang dimaksud dalam Pasal 12 huruf c UU Tipikor. Untuk itu, majelis menafsirkan frasa “putusan” secara luas.

“Putusan dalam arti luas adalah segala jenis putusan hakim ataupengadilan yang dibutuhkan dalam persidangan, termasuk penetapan-penetapan, putusan-putusan dalam perkarapidana, putusan-putusan dalam perkara perdata, maupun putusan sela, putusan akhir, dan penetapan penahanan,” jelasnya.

Dengan demikian, majelis berkesimpulan, Ramlan bersama-sama Setyabudi telah terbukti menerima fasilitas hiburan dari Toto. Padahal, Ramlan mengetahui atau patut menduga bahwa fasilitas hiburan yang diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara Bansos yang diserahkan kepada Ramlan untuk diadili.

Selain itu, majelis berkesimpulan ada kerja sama yang erat dan berkelanjutan antara Ramlan dan Setyabudi. Di sisi lain, majelis menegaskan, putusan ini bukan untuk menilai  produk putusan yang dihasilkan Ramlan dan Setyabudi, melainkan hanya membuktikan adanya penerimaan hadiah atau janji.

Menanggapi putusan majelis, Ramlan memilih menggunakan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir mengajukan banding. Usai sidang, Ramlan irit bicara. Ia hanya menyatakan masih pikir-pikir. Ketika ditanya mengenai penerimaan fasilitas untuk mempengaruhi putusan, Ramlan malah berjalan cepat meninggalkan wartawan.

Sementara, penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dzakiyul Fikri menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Ia merasa pembuktian penerimaan Rp40 juta memang cukup sulit karena tidak ada keterangan lain yang membenarkan selain Setyabudi.

“Setyabudi ditanya uang dari mana, dari Rina, tapi Rina pun tidak mengaku. Jadi, kalau satu orang memang pembuktiannya akan lemah. Tapi, majelis kan bilang soal jumlah tidak dipertimbangkan, yang penting menerimanya. Sama dengan Setyabudi, jelas ada penerimaan, soal jumlahnya dari keterangan saksi berbeda-beda,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait