KY Anggap Penolakan Todung-Refly Keliru
Berita

KY Anggap Penolakan Todung-Refly Keliru

ILR menduga sikap penolakan diwarnai kepentingan subjektif hakim MK yang ingin mendaftar kembali.

ASH
Bacaan 2 Menit
Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri. Foto: RES.
Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri. Foto: RES.
Komisi Yudisial (KY) menyebut kekhawatiran Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penunjukan dua orang advokat menjadi anggota panitia seleksi hakim konstitusi unsur pemerintah, Todung Mulya Lubis dan Refly Harun,keliru atau tidak beralasan. Seharusnya yang menyampaikan keberatan adalah Dewan Etik Hakim Konstitusi, bukan MK.

“Seharusnya yang tepat menyuarakan itu Dewan Etik sebagai pengawal/penjaga etik hakim MK,” ujar Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim, Taufiqurrahman Syahuri di Jakarta, Senin (15/12).

Taufiq mengatakan penolakan MK atas Todung dan Refly di Pansel Hakim MK bisa dipahami, tetapi sayang tidak proporsional. Meski begitu, bukan berarti advokat tidak dapat independen jika menjadi pansel. “Bukan berarti individu advokat tidak independen, tetapi penolakan itu semata itu untuk menghindari kesan konflik kepentingan di suatu saat,” kata dia.

Taufiq membandingkan seleksi hakim konstitusi dengan seleksi hakim agung. Dia mengakui dalam seleksi tersebut memang tidak melibatkan advokat untuk menjaga agar seleksi dapat berjalan secara objektif dan akuntabel. “Di seleksi calon hakim agung kami tidak libatkan advokat sebagai tim penilai karena potensial bertemu di sidang, maka KY hanya libatkan mantan hakim agung, pakar, dan negarawan,” kata dia.

Bukan Kewenangan MK
Dihubungi terpisah, Peneliti Indonesian Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai penolakan MK atas keanggotaan Todung dan Refly bukan kewenangan MK dan merupakan sikap yang berlebihan. “Jika kedua advokat ditolak, semua pansel yang pernah menjadi ahli di MK seharusnya ikut ditolak juga dong,” kata Erwin saat dihubungi  “Ini semacam bentuk ancaman dari MK kepada presiden, tentu ini tidak pantas.”

Menurutnya, tak hanya advokat yang memiliki kepentingan saat berperkara di MK, tetapi seorang yang pernah menjadi ahli di MK juga memiliki kepentingan. “Menurut saya, baik advokat maupun ahli sama-sama memiliki kepentingan. Ingat, para advokat hanya membantu para pemohon. Kalaupun benar ada potensi konflik kepentingan, potensinya sangat kecil karena masih ada lima anggota pansel yang lain,” kata dia.

Dia menduga sikap penolakan ini diwarnai kepentingan subjektif hakim MK yang ingin mendaftar kembali. Dia menggunakan kekuasaan untuk mengintervensi. “Ini tindakan yang tidak baik dan mencoreng marwah MK. Saya sebut ini kekanak-kanakan karena ketika MK mempersoalkan dua orang ini, bagaimana pendapat MK tentang seleksi Maria dan Patrialis yang jelas-jelas itu tidak transparan. ke mana MK?” kritiknya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada 8 Desember 2014 telah menerbitkan Kepres No. 51 Tahun 2014 tentang Pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) Hakim MK dari unsur pemerintah. Tim Pansel ini diketuai Prof Saldi Isra beranggotakan Prof Maruarar Siahaan, Refli Harun (sekretaris merangkap anggota), Harjono, Prof Todung Mulya Lubis, Prof Widodo Ekatjahjana, dan Satya Arinanto. Ditambah dua orang pengarah yakni Menteri Sekretaris Negara Prof Pratikno dan Menteri Hukum dan HAM  Yasonna H Laoly.

Namun, MK keberatan atas masuknya Refly Harun dan Todung Mulya Lubis dalam Pansel Hakim Konstitusi bentukan pemerintah itu. Alasannya, keduanya berprofesi sebagai praktisi hukum yang dikhawatirkan nantinya terjadi konflik kepentingan saat beracara di MK. Keberatan ini dimaksudkan agar hakim MK terpilih benar-benar dapat menjaga independensi dan imparsialitasnya karena keduanya diketahui sering beracara di MK. 
Tags:

Berita Terkait