Acara KKR di Sabuga Dihentikan, Ini Penjelasan Polri
Berita

Acara KKR di Sabuga Dihentikan, Ini Penjelasan Polri

Polres Bandung melakukan mediasi dengan pihak KKR dan ormas hasilnya disepakati kegiatan malam itu dihentikan karena syarat administatif.

ANT/YOZ
Bacaan 2 Menit
Tempat ibadah. Foto: ilmupengetahuan.com
Tempat ibadah. Foto: ilmupengetahuan.com
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Kombes Pol Rikwanto mengatakan kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Sabuga, Bandung pada Selasa (6/12) malam dihentikan kerena syarat administasi belum dipenuhi.

"Bukan dibubarkan tetapi dihentikan karena tidak penuhi syarat (administratif) dan dilanjutkan pada hari berikutnya," kata Rikwanto di Jakarta, Rabu (8/12).

Namun, Rikwanto menyatakan belum mendapat secara detil syarat-syarat apa yang belum terpenuhi tersebut. "Saya belum dapat detilnya," ujarnya. (Baca Juga: Ini Sanksi Bagi yang Membubarkan Ibadah Keagamaan Secara Paksa)

Ia menjelaskan bahwa memang pada Selasa (6/12) terdapat jadwal kebaktian di Sabuga Bandung. "Itu dilakukan dua kali pada sore hari. Pertama, pada pukul 15.00-17.00 WIB tidak sampai 100 orang peserta. Pada kegiatan pertama berlangsung lancar dan damai tidak ada insiden. Kedua, dilakukan malamnya pukul 19.00 WIB di situ masalah mulai muncul," katanya.

Ia mengatakan massa dari organisasi Pembela Ahlus Sunnah (PAS) dan Darud Da'wah Wal Irsyad (DDI) protes soal kegiatan malam hari di Sabuga tersebut. "Massa hampir 300 orang tetapi sebelum terjadi insiden, Polres Bandung melakukan mediasi dengan pihak KKR dan ormas hasilnya disepakati kegiatan malam itu dihentikan karena syarat administatif. Tidak ada insiden, pukul-pukulan, sudah sepakat tidak ada masalah selanjutnya," ucap Rikwanto.

Sebelumnya, pada Selasa (6/12) sejumlah ormas keagamaan meminta agar kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) oleh Pendeta Stephen Tong di Sabuga, Bandung, dihentikan. Akhirnya, setelah melalui kesepakatan bersama, kegiatan KKR untuk Selasa malam-nya disepakati tidak jadi dilaksanakan. (Baca Juga: Mengapa Berkampanye di Tempat Ibadah Dilarang? Ini Penjelasan Hukumnya)  

Kejadian ini sempat menghebohkan masyarakat, khususnya wakil rakyat di DPR. Anggota Komisi III Masinton Pasaribu menilai pembubaran paksa kegiatan ibadah tersebut bentuk tragedi intoleransi. Sebab, nilai-nilai sakral kegiatan peribadatan suatu agama tidak lagi dihargai dan dihormati. Negara sesuai konstitusi mesti hadir memberikan rasa aman dan nyaman warganya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.

Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.Negara pun tak boleh abai ketika terdapat warga negaranya dihambat oleh pihak lain dalam menjalankan ibadahnya. (Baca Juga: Profesi Hukum Kurang Jalankan Nilai-Nilai Agama)

“Aparatur negara tidak boleh kalah dan tunduk pada tekanan sekelompok massa dengan cara semena-mena menghentikan prosesi ibadah keagamaan,” katanya.

Sebagaimana diketahui, kebebasan beragama dan menjalankan ibadah juga diatur dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 22 ayat (1), menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamnya dan kepercayaanya itu,”. Sedangkan ayat (2) menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu”.

Menurut Masinton, Polri mesti bertindak tegas. Sebab, perbuatan merintangi kegiatan peribadatan suatu agama merupakan perbuatan tindak pidana. Aturan tersebut diatur dalam Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 175 KUHP menyatakan, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.

Tags:

Berita Terkait