MA Bantah Copot Jabatan Dirjen Badilum
Berita

MA Bantah Copot Jabatan Dirjen Badilum

Pasca tertangkap tangan, Ketua MA Hatta Ali langsung membentuk tim pemeriksa yang terdiri dari dua orang hakim agung, ketua kamar pengawasan, dan seorang inspektur wilayah pada Badan Pengawasan MA.

Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah didampingi stafnya saat konferensi pers di Gedung MA Jakarta. Foto: AID
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah didampingi stafnya saat konferensi pers di Gedung MA Jakarta. Foto: AID
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah membantah kabar yang menyebutkan bahwa Ketua MA mencopot Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum) dari jabatannya terkait dengan maraknya operasi tangkap tangan KPK terhadap hakim Herry Swantoro.  

"Itu tidak benar, sampai hari ini Pak Herry Swantoro (Dirjen Badilum) masih menjabat kok," kata Abdullah ketika dihubungi Antara di Jakarta, Senin (9/10/2017).

Abdullah membenarkan adanya pemeriksaan terhadap Dirjen Badilum pascaoperasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Manado Sudiwardono. "Nanti tim pemeriksa akan memberikan keterangan terkait hasil pemeriksaan," kata Abdullah. Baca Juga: Ketua Pengadilan Tinggi Manado Terjarig OTT KPK, MA Operasi Besar-Besaran

Setelah OTT terhadap ketua PT Manado, Abdullah mengatakan Ketua MA Hatta Ali langsung membentuk tim pemeriksa yang terdiri dari dua orang hakim agung yakni Purwosusilo dan Ibrahim, Ketua Kamar Pengawasan Sunarto, dan seorang inspektur wilayah pada Badan Pengawasan MA.   

KPK telah menetapkan Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dan anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha sebagai tersangka dugaan suap terkait putusan banding perkara kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow 2010.

Sudiwarsono dan Aditya diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di hotel di daerah Pecenongan Jakarta Pusat pada Jumat (6/10) malam dengan barang bukti sebesar 64 ribu dolar Singapura dari total commitment fee sebesar Rp1 miliar dalam pecahan dolar Singapura.

Pemberian uang diduga untuk mempengaruhi putusan banding dalam perkara ibunda Aditya, Marlina Mona Siahaan selaku Bupati Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2015. Sebelumnya, Marlina sudah divonis bersalah 5 tahun penjara dalam perkara korupsi TPAPD Bolaang Mongondow. Uang itu juga diberikan agar Marlina tidak perlu ditahan.

Pemberian uang sudah dilakukan sejak pertengahan Agustus 2017 yaitu sebesar 60 ribu dolar Singapura di Manado. Selanjutnya pada Jumat (6/10) kembali diserahkan 30 ribu dolar Singapura seusai penyerahan di pintu darurat salah satu hotel itu, dan masih ada 11 ribu dolar Singapura yang ada di mobil Aditya.

Aditya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan suap, sementara Sudiwardono sebagai penerima suap. Sebagai tersangka penerima suap, Sudiwardono disangkakan Pasal 12 Huruf a atau b atau c atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK supervisi kasus TPAPD  
Terpisah, KPK telah melakukan supervisi terkait penanganan kasus Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, sejak 2014 lalu. "Penanganan kasus TPAPD Kabupaten Bolaang Mongondow yang saat ini diduga ingin dipengaruhi dalam kasus suap terhadap Kepala Pengadilan Tinggi Manado tersebut awalnya telah disupervisi KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Menurut Febri, penyidikan kasus tersebut dilakukan Polres Bolaang Mongondow dan supervisi dilakukan KPK sejak 2014 dengan kerja sama yang baik antara KPK dan Polri. "Sejumlah pihak dalam kasus ini sudah diproses ke Pengadilan Tipikor. Enam diantaranya sudah dijatuhi putusan Pengadilan Tipikor yang berkekuatan hukum tetap," tuturnya.

Enam orang itu adalah Cimmy Wua selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) baru, Mursid Potabuga selaku PPTK lama, Ferri Sugeha selaku Pengguna Anggaran (PA), Farid Asimin selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Ikram Lasinggaru selaku Bendahara, dan Suharjo Makalalag selaku Kepala Dinas Pertambangan yang menjadi pihak ketiga.

Sementara itu, kata dia, untuk mantan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan masih dalam proses pengajuan banding saat ini dan kasus tersebut telah menjadi perhatian bersama KPK dan Polri agar dituntaskan. "Semoga indikasi suap terhadap Kepala Pengadilan Tinggi Manado tidak membuat penanganan perkara ini berhenti karena selain terdakwa Marlina, saat ini masih ada satu perkara yang berada di tahap penyidikan yang memproses pihak peminjam dana TPAPD," katanya.  

Ia menambahkan penanganan kasus itu termasuk salah satu contoh dari cukup banyak perkara yang ditangani melalui pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi KPK.
Tags:

Berita Terkait