KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Akibat Hukum Pencopotan Gelar Guru Besar atau Profesor

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Akibat Hukum Pencopotan Gelar Guru Besar atau Profesor

Akibat Hukum Pencopotan Gelar Guru Besar atau Profesor
Renie Aryandani, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Akibat Hukum Pencopotan Gelar Guru Besar atau Profesor

PERTANYAAN

Seorang dosen bergelar guru besar atau profesor dicabut gelarnya oleh Mendikbudristek. Apa dasar hukum kewenangan atau alasan tertentu bagi Mendikbudristek mencabut gelar profesor?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Guru besar atau profesor termasuk dalam jenjang jabatan fungsional tertinggi bagi dosen atau jabatan akademik dosen. Patut Anda catat, usulan kenaikan jabatan dosen menjadi guru besar ini diajukan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, untuk kemudian diterbitkan surat keputusan. Lalu, apa alasan yang bisa mendasari pencopotan guru besar atau profesor? Apa konsekuensi hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 20 Juli 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Pemecatan Dosen Tetap PTS, Wewenang Siapa?

    Pemecatan Dosen Tetap PTS, Wewenang Siapa?

    Pengajuan Usulan Guru Besar

    Perlu diketahui sebelumnya, guru besar atau profesor termasuk dalam jenjang jabatan fungsional tertinggi bagi dosen atau jabatan akademik dosen.[1] Pangkat/golongan guru besar adalah pembina utama madya (IV-D) atau pembina utama (IV-E).[2]

    Disarikan dari Jabatan Akademik Dosen yang dibuat oleh Imam Aschuri, syarat naik jabatan regular ke guru besar adalah antara lain sebagai berikut:

    1. Ijazah harus S3/Doktor/setara;
    2. Telah 3 tahun sejak S3/Doktor;
    3. Minimal telah 2 tahun dalam jabatan terakhir (lektor kepala);
    4. Minimal 10 tahun pengalaman kerja sejak dosen tetap;
    5. Menjadi penulis pertama dalam karya ilmiah pada jurnal internasional;
    6. Mencapai angka kredit yang dipersyaratkan;
    7. Persetujuan senat universitas;
    8. Mempunyai sertifikat pendidik.

    Sebagai informasi tambahan, gelar profesor atau guru besar ini diperoleh dari pengajuan usulan kenaikan jabatan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang mana paling lambat diajukan dalam kurun waktu 1 tahun sebelum dosen pengusul mencapai batas usia pensiun. Hal ini tertuang dalam SE Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi No. 166/E.E4/K8/2020. Setelahnya, akan diterbitkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tentang kenaikan jabatan akademik dosen.

    Hukuman Disiplin Berat PNS dan Pencopotan Guru Besar

    Kemudian untuk menyederhanakan jawaban, kami mengasumsikan dosen yang Anda sebut dalam pertanyaan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”). Sehingga dosen PNS tersebut tunduk pada PP Disiplin PNS.

    Selanjutnya kami mengasumsikan pencopotan gelar profesor tersebut merupakan akibat dari jenis hukuman disiplin berat, yang mana terdiri atas:[3]

    1. penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan;
    2. pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan; dan
    3. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

    Sebagai informasi, hukuman disiplin berat dijatuhkan bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan:

    1. menyalahgunakan wewenang;
    2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain yang diduga terjadi konflik kepentingan dengan jabatan;
    3. menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional tanpa izin; dan lain-lain.

    Selengkapnya mengenai ketentuan larangan tersebut dapat Anda temukan pada Pasal 14 PP Disiplin PNS.

    Adapun pejabat yang berwenang menghukum antara lain adalah presiden, pejabat pembina kepegawaian, kepala perwakilan Republik Indonesia, pejabat pimpinan tinggi madya atau pejabat lain yang setara, pejabat pimpinan tinggi pratama atau pejabat lain yang setara, pejabat administrator atau pejabat lain yang setara, dan pejabat pengawas atau pejabat lain yang setara.[4]

    Oleh karena itu, kami mengasumsikan pejabat pembina kepegawaian instansi pusat yang dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berwenang menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, dan pejabat fungsional jenjang ahli utama di lingkungannya,[5] yang dalam hal ini guru besar dengan golongan pembina utama madya (IV-D) atau pembina utama (IV-E).

    Dikarenakan guru besar atau profesor telah dikenakan hukuman disiplin berat, yang mana kami asumsikan dikenai pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, hal ini berakibat pada pencopotan gelar guru besar atau profesor yang merupakan kewenangan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

    Dengan demikian, yang bersangkutan tidak lagi merupakan guru besar dan tidak menduduki jabatan fungsional atau jabatan akademik dosen. Sehingga, menurut hemat kami, yang bersangkutan kini menduduki jabatan manajerial khususnya jabatan administrator sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 huruf d UU ASN, atau menduduki jabatan nonmanajerial khususnya jabatan pelaksana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b UU ASN.

    Jabatan administrator sebagaimana dimaksud adalah jabatan manajerial tingkat menengah yang bertanggung jawab dan berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai Aparatur Sipil Negara, memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan strategi pencapaian tujuan organisasi serta pelayanan publik dan administrasi.[6] Sedangkan jabatan pelaksana bertanggung jawab memberikan pelayanan dan melaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin dan sederhana.[7]

    Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah terkait batas usia pensiun. Untuk batas usia pensiun bagi pejabat administrator maupun pejabat pelaksana adalah 58 tahun.[8] Ini berbeda dengan batas usia pensiun dosen yaitu 65 tahun, sedangkan bagi profesor yang berprestasi dapat diperpanjang hingga batas usia pensiun 70 tahun.[9] Maka apabila yang bersangkutan telah melebihi usia 58 tahun, otomatis ia telah memasuki usia pensiun.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
    2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
    4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya sebagaimana diubah dengan telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 46 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya;
    5. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 166/E.E4/K8/2020.
     

    Referensi:

    Jabatan Akademik Dosen, yang diakses pada 26 April 2024, pukul 10.57 WITA.


    [1] Pasal 1 angka 3 dan Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (“UU 14/2005”)

    [2] Pasal 6 ayat (3) huruf d Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya

    [3] Pasal 8 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (“PP Disiplin PNS”)

    [4] Pasal 16 PP Disiplin PNS

    [5] Pasal 18 ayat (1) dan (2) PP Disiplin PNS

    [6] Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”)

    [7] Pasal 18 ayat (3) UU ASN

    [8] Pasal 55 huruf a angka 2 dan huruf b angka 2 UU ASN

    [9] Pasal 67 ayat (4) dan (5) UU 14/2005

    Tags

    guru besar
    mendikbud

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Begini Cara Hitung Upah Lembur Pada Hari Raya Keagamaan

    12 Apr 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!