Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Nurul Amalia, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 18 Mei 2016.
Pekerja yang Dirumahkan
Menurut SE Menaker 907/2004, pengusaha yang mengalami kesulitan yang dapat membawa pengaruh terhadap ketenagakerjaan, harus melakukan upaya-upaya tertentu sebelum akhirnya melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) kepada karyawan. Salah satu upayanya yaitu
meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu.
[1]
Berdasarkan SE tersebut, maka pengusaha dimungkinkan merumahkan pekerja sebagai upaya untuk menghindari terjadinya PHK.
Namun, rencana merumahkan karyawan tersebut perlu dibahas terlebih dahulu dengan serikat pekerja atau wakil pekerja apabila perusahaan tersebut tidak memiliki serikat pekerja untuk mendapatkan kesepakatan secara bipartit sehingga kemungkinan terjadinya PHK dapat dicegah.
[2]
Status Hukum Pekerja yang Dirumahkan
Berdasarkan ketentuan di atas, tindakan merumahkan pekerja ialah upaya perusahaan yang sedang dalam kondisi kesulitan untuk mencegah terjadinya PHK, dalam artian bahwa pekerja tersebut tetap dipertahankan sebagai pekerja.
Selain itu, perlu diingat bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
[3] Adapun perjanjian kerja baru berakhir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
[4]Pekerja meninggal dunia;
Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
Selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Dengan demikian, apabila hal-hal di atas tidak terjadi, menurut hemat kami, pekerja yang dirumahkan masih tetap berstatus sebagai pekerja di perusahaan tersebut.
Hak Pekerja yang Dirumahkan
Karena pekerja yang dirumahkan masih berstatus sebagai pekerja dan masih terikat hubungan kerja, maka pekerja tersebut tetap berhak atas hak-haknya sebagai pekerja, termasuk salah satunya yaitu upah.
Hal ini selaras dengan ketentuan Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88A ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa hak pekerja atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja.
Lebih lanjut, SE Menaker 5/1998 menegaskan hak pekerja yang dirumahkan atas upah, dengan ketentuan sebagai berikut:
[5]Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.
Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh agar dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.
Dengan demikian, apabila tidak diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, maka Anda sebagai pekerja yang dirumahkan masih berhak atas upah.
Untuk itu, kami menyarankan Anda untuk mengecek kembali isi perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama agar Anda dapat mengetahui secara pasti apa saja hak Anda selama dirumahkan.
Selain itu, Anda juga dapat menanyakan kepada serikat pekerja (jika ada) atau wakil pekerja di perusahaan Anda mengenai hasil perundingan rencana perusahaan merumahkan pekerja.
Namun, apabila perusahaan merumahkan Anda dan tidak membayar upah Anda tanpa adanya ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, dan tanpa merundingkannya dengan Anda, serikat pekerja di perusahaan, atau perwakilan pekerja, maka apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut adalah tidak berdasar.
Bila Perusahaan Merekrut Karyawan Baru
Secara hukum, pada dasarnya tidak ada larangan bagi perusahaan untuk merekrut karyawan baru selama perusahaan tersebut memenuhi kewajiban-kewajiban hukumnya.
Dalam hal ini, Anda perlu mencari tahu terlebih dahulu apakah karyawan baru tersebut menempati posisi yang sebelumnya Anda tempati atau mengisi posisi lainnya. Hal tersebut penting mengingat adanya kemungkinan bahwa perusahaan tersebut merekrut pekerja baru bukan untuk menggantikan pekerja yang dirumahkan, akan tetapi untuk memenuhi kebutuhan perusahaan terhadap sumber daya manusia dengan kualifikasi tertentu yang belum dimiliki perusahaan.
Bila ternyata perusahaan merekrut pekerja baru untuk menggantikan Anda, sebaiknya Anda segera menanyakan kepada perusahaan perihal keberlangsungan status Anda sebagai pekerja serta meminta kepastian kapan Anda akan dipekerjakan kembali.
Larangan Pengusaha Membayar Upah di bawah Upah Minimum
Upah minimum kabupaten/kota (“UMK”) yang Anda singgung dalam pertanyaan merupakan upah minimum yang berlaku di dalam wilayah 1 kabupaten/kota.
[6] Pada dasarnya,
pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.
[7] Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja sesuai dengan kesepakatan yang tidak boleh lebih rendah dari jumlah yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
[8]
Bagi yang melanggar ketentuan tersebut diancam dengan sanksi pidana
penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun
dan/atau denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta.
[9]
Langkah Hukum Apabila Upah Tidak Dibayar Sesuai Ketentuan
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda mengenai status hukum dari tindakan perusahaan, menurut hemat kami terdapat indikasi bahwa perusahaan Anda telah melanggar hukum dengan tidak memberikah hak-hak Anda sebagaimana mestinya.
Terhadap upah yang tidak dibayar sesuai ketentuan yang berlaku, baik karena pengusaha membayar upah di bawah UMK maupun karena perusahaan tidak membayar upah yang harusnya tetap dibayarkan selama pekerja dirumahkan, Anda dapat memperjuangkah hak Anda
melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”).
Permasalahan yang Anda hadapi dapat dikatergorikan sebagai perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
[10] yaitu perselisihan mengenai hak normatif,
yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.
[11]
Selain itu, Anda juga dapat
mengajukan permohonan PHK akibat
pengusaha tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu.
[12]
Apabila nantinya terjadi PHK, pengusaha wajib membayar kepada Anda uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
[13] Penjelasan selengkapnya mengenai hak-hak tersebut telah dijelaskan dalam artikel
Begini Cara Menghitung Pesangon Menurut UU Cipta Kerja.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Poin f SE Menaker 907/2004
[3] Pasal 50 UU Ketenagakerjaan
[4] Pasal 81 angka 16 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[5] Angka 1 dan 2 SE Menaker 5/1998
[7] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88E ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[8] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88A ayat (3) dan (4) UU Ketenagakerjaan
[9] Pasal 81 angka 63 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 185 UU Ketenagakerjaan
[10] Pasal 1 angka 2 UU 2/2004
[11] Penjelasan Pasal 2 huruf a UU 2/2004
[12] Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 154A ayat (1) huruf g angka 3 UU Ketenagakerjaan
[13] Pasal 81 angka 44 UU CIpta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan