10 Hal Penting dalam RUU KUHP
Utama

10 Hal Penting dalam RUU KUHP

Yakni tidak membedakan kategori Kejahatan dan Pelanggaran; asas legalitas dengan mengakui living law; tujuan pemidanaaan; jenis pidana; alasan pemaaf dan pemberat pidana; Pemaafan Peradilan (Judicial Pardon); alternatif pidana penjara; denda; pidana tambahan; dan tindakan.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

“Sedangkan, pidana mati selalu diancamkan secara alternatif dan dapat dijatuhkan dengan percobaan 10 tahun. Kalau selama 10 tahun tidak juga dieksekusi dan ada perbaikan perilaku, bisa diganti pidana penjara seumur hidup,” kata Tuti menerangkan.  

Kelima, alasan pemaaf dan pemberat diatur lebih jelas dalam RUU KUHP yakni pada Pasal (40-44) untuk alasan pemaaf dan Pasal 58-59 untuk alasan pemberat pidana. Keenam, Pemaafan Peradilan (Judicial Pardon) yang diatur Pasal 54 ayat (2) RUU KUHP dimana hakim dapat memutuskan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan pertimbangan ringannya perbuatan; keadaan pribadi pelaku; keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana serta yang terjadi kemudian; keadilan dan kemanusiaan.

Ketujuh, alternatif pidana penjara. RUU KUHP mengatur pidana penjara dapat diubah/dikonversi menjadi pidana kerja sosial dan pengawasan. Pidana kerja sosial dapat diberikan untuk terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara kurang dari 5 tahun; hakim menjatuhkan pidana paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II; dan setelah memperhatikan sejumlah hal.

Sedangkan, pidana pengawasan dapat dijatuhkan untuk terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun; dengan tetap memperhatikan ketentuan tentang tujuan dan pertimbangan dalam pemidanaan; lama pidana pengawasan maksimal sama dengan pidana penjara yang diancamkan tidak lebih dari 3 tahun.

Kedelapan, pidana denda, besarannya terdiri dari 8 kategori. Kategori I maksimal Rp1 juta; kategori II maksimal Rp10 juta; kategori III maksimal Rp50 juta; kategori IV maksimal Rp200 juta; kategori V maksimal Rp500 juta; kategori VI maksimal Rp2 miliar; kategori VII maksimal Rp5 miliar; kategori VIII Rp50 miliar. Pedoman penjatuhan pidana denda ini meliputi 5 hal.

Pertama, wajib mempertimbangkan kemampuan, penghasilan, dan pengeluaran terdakwa yang nyata, namun tidak mengurangi penerapan minimum khusus pidana. Kedua, dapat dibayar dengan cara mengangsur. Ketiga, wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam amar putusan. Keempat, jika tidak dibayar dalam waktu yang ditentukan, kekayaan/pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar. Kelima, jika penyitaan dan pelelangan kekayaan/pendapatan tidak cukup/tidak mungkin, diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan, atau pidana kerja sosial asalkan denda tersebut tidak melebihi kategori II.

Kesembilan, pidana tambahan. Pasal 86 RUU KUHP mengatur pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu. Hak yang dapat dicabut itu meliputi hak memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan tertentu; hak menjadi anggota TNI/Polri; hak memilih dan dipilih dalam pemilu; hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu pengawasan; atas orang yang bukan anaknya sendiri; hak menjalankan kekuasaan bapak, atau menjalankan perwalian, atau; mengampu atas anaknya sendiri; hak menjalankan profesi tertentu; dan/atau hak memperoleh pembebasan bersyarat.

Tags:

Berita Terkait