10 Hal Penting dalam RUU KUHP
Utama

10 Hal Penting dalam RUU KUHP

Yakni tidak membedakan kategori Kejahatan dan Pelanggaran; asas legalitas dengan mengakui living law; tujuan pemidanaaan; jenis pidana; alasan pemaaf dan pemberat pidana; Pemaafan Peradilan (Judicial Pardon); alternatif pidana penjara; denda; pidana tambahan; dan tindakan.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Kesepuluh, tindakan. Tindakan diatur dalam Pasal 103 RUU KUHP yang dibagi menjadi dua jenis. Pertama, tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok meliputi konseling; rehabilitasi; pelatihan kerja; perawatan di lembaga; dan/atau perbaikan akibat tindak pidana. Kedua, tindakan yang dapat dikenakan kepada orang yang mengalami disabilitas mental dan intelektual yakni rehabilitasi; penyerahan kepada seseorang; perawatan di lembaga; penyerahan kepada pemerintah dan/atau; perawatan di rumah sakit jiwa.

Prof Tuti melanjutkan RUU KUHP juga mengatur pidana dan tindakan bagi (kejahatan, red) korporasi. Pidana berupa pokok dan tambahan. Sedangkan tindakan untuk korporasi seperti pengambilalihan (kepemilikan, red) korporasi; pembiayaan pelatihan kerja; penempatan di bawah pengawasan dan/atau; penempatan korporasi di bawah pengampuan. Ada juga pidana tambahan untuk korporasi yaitu pembayaran ganti rugi; perbaikan akibat tindak pidana; pelaksanaan kewajiban yang telah dilalaikan; pemenuhan kewajiban adat; pembiayaan pelatihan kerja; perampasan barang atau keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; pengumuman putusan pengadilan; pencabutan izin tertentu; pelarangan permanen melakukan kegiatan tertentu; penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi; pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan korporasi dan; pembubaran korporasi.

“Kalau semua itu sudah terpenuhi, baru bisa dilakukan pembubaran korporasi,” katanya.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia lain, Prof Topo Santoso, menilai RUU KUHP sudah tersusun secara sistematis dan logis serta mudah dipahami dibandingkan KUHP yang berlaku saat ini. Dari 3 buku KUHP diintegrasikan menjadi 2 buku. Integrasi antara Kejahatan dan Pelanggaran karena faktanya keduanya sulit dibedakan.

“Alasan penggabungan itu karena konsep kejahatan sebagai rechtsdelict dan pelanggaran sebagai wetsdelict (nyatanya, red) tidak diterapkan secara konsisten,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait