4 Catatan PBHI Soal Reshuffle Kabinet
Terbaru

4 Catatan PBHI Soal Reshuffle Kabinet

Reshuffle kabinet dinilai sekedar bancakan politik, tidak mengutamakan/memikirkan kebutuhan dan kepentingan rakyat dalam aspek HAM dan keadilan sosial.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Tercatat, sepanjang 2015-2020 ada 2.291 kasus pertanahan dan tata ruang adalah masalah keadilan sosial, birokrasi pencatatan serta pemerataan kepemilikan, yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan militer. Justru Julius mencatat ada keterlibatan militer dalam bisnis ilegal dan perampasan tanah sekaligus represi fisik terhadap warga. Misalnya, program Swasembada Pangan 1984-1986, Kasus Urut Sewu, Kasus Rumpin, Kasus Desa Seituan, dan lainnya.

Kasus pertanahan dan tata ruang itu belum termasuk pelibatan tentara oleh perusahaan swasta untuk menjaga dan mengintimidasi warga korban sengketa lahan dengan perusahaan swasta. “LIPI pun mencatat berdasarkan Data Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI, yang menyebutkan, ada aset TNI berupa 1.618 bidang tanah seluas 16.544,54 hektar yang kini dimanfaatkan oleh pihak ketiga (swasta),” ujar Julius.

Ketiga, penambahan jabatan baru Wakil Menteri Dalam Negeri, menurut Julius ditandai dengan penolakan rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru oleh warga Papua. Dia melihat penolakan itu ditengarai sebagai akal bulus untuk memuluskan rencana pertambangan Blok Wabu, yang diduga kuat melibatkan militer dan kepolisian lewat pos-pos penjagaan yang telah didirikan, bahkan sebelum izin pertambangan diterbitkan oleh Kementerian ESDM.

Keempat, jabatan baru juga dibentuk untuk Wakil Menteri Ketenagakerjaan yang diampu Afriansyah Noor. Julius berpendapat nasib buruh semakin parah karena Afriansyah dinilai tidak memiliki pengalaman di bidang perburuhan. Julius meragukan Wamenaker itu mampu mengurai rumitnya masalah perlindungan buruh, dan UU Cipta Kerja.

Julius menyimpulkan perombakan kabinet itu hanya sekedar bancakan politik tanpa pertimbangan pemenuhan HAM dan keadilan sosial. Melihat sosok Menteri dan Wakil Menteri yang baru ditunjuk itu Julius yakin akan menambah parah situasi pelanggaran HAM yang terjadi selama ini. “Mengingat rekam jejak yang berkebalikan dengan kebutuhan dan tidak memiliki perspektif pendekatan kemanusiaan dalam pekerjaan dan kebijakan,” lanjutnya.

Bagi Julius, susunan Menteri dan Wakil Menteri yang baru itu semakin menjauhkan rakyat dengan pejabat. Selain itu akan menambah masalah perampasan tanah rakyat dan kerusakan lingkungan. Masalah lingkungan hidup yang pesat belakangan ini melibatkan Kementerian ATR/BPN sebagai aktor pelaku. Misalnya, pembangkangan terhadap putusan pengadilan untuk membuka data kepemilikan HGU.

“Militer justru dikenal kebal hukum dan tidak transparan dalam sistem peradilannya, artinya nasib keterbukaan informasi tanah untuk bisnis swasta makin ambyar,”

Terakhir, Julius berpendapat melalui perombakan kabinet ini Presiden Jokowi belum memikirkan kebutuhan rakyat dalam aspek HAM dan keadilan sosial. Bahkan, belum sadar bahwa kesalahan keputusan dan kebijakannya kemarin dan hari ini, akan terus mengejar dan menghantui Jokowi saat pensiun dari jabatan Presiden nanti. Termasuk jajaran kabinetnya, apabila berkaca dari Presiden SBY.

Tags:

Berita Terkait