5 Mantan Petinggi PT Waskita Karya Didakwa Merugikan Negara Rp202,296 Miliar
Berita

5 Mantan Petinggi PT Waskita Karya Didakwa Merugikan Negara Rp202,296 Miliar

Salah satunya Desi Arryani yang juga pernah menjabat sebagai Dirut Jasa Marga.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa lima orang mantan petinggi PT Waskita Karya (persero) merugikan keuangan negara hingga Rp202,296 miliar. Alasannya kelima orang ini melakukan pengambilan dana dari perusahaan konstruksi plat merah ini melalui pekerjaan fiktif yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pada kurun waktu 2009-2013.

Kelima orang tersebut adalah mantan Kepala Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II PT Waskita Karya 2008-2011 Desi Arryani, mantan Kepala Proyek Pembangunan Kanal Timur – Paket 22 PT Waskita Karya Fathor Rachman, bekas Kepala Bagian Pengendalian II Divisi II PT Waskita Karya Jarot Subana, bekas Kepala Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir Fakih Usman dan bekas Kepala Bagian Keuangan Divisi Sipil III PT Waskita Karya, Yuly Ariandi Siregar.

Kasus ini berawal pada Desember 2009 di kantor pusat PT Waskita Karya, Kepala Bagian Pengendalian II Divisi II Jarot Subana menyampaikan kepada Desi Arryani selaku Kepala Divisi Sipil tentang kebutuhan penyediaan dana non budgeter untuk membiayai pengeluaran diluar anggaran PT Waskita Karya. Di antaranya untuk pemberian 'fee' kepada subkontraktor, pemberian kepada pejabat Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II dan pemilik pekerjaan serta pihak-pihak lainnya, pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, dan pengeluaran lain yang tidak didukung bukti.

Kemudian Desi Arryani, Fathor Rachman yang menjabat sebagai Kepala Proyek Pembangunan Kanal Timur-Paket 22, Jarot Subana, Fakih Usman selaku Kepala Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir dan Haris Gunawan sebagai Kepala Bagian Keuangan Divisi Sipil, serta para Kepala Proyek di antaranya adalah Dono Parwoto yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Proyek Pekerjaan Tanah Tahap II Bandar Udara Medan Baru (Paket 2). (Baca Juga: Asa KPK di Tengah “Pandemi”)

Dalam pertemuan itu disepakati strategi untuk menghimpun dana "non budgeter" dengan cara membuat kontrak pekerjaan-pekerjaan subkontraktor fiktif yang melekat pada proyek-proyek utama yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya yang nantinya pembayaran atas pekerjaan-pekerjaan kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif tersebut dikembalikan lagi (cash back) ke PT Waskita Karya.

"Perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif yang ditunjuk diberikan 'fee' peminjaman bendera sebesar 1,5-2,5 persen dari nilai kontrak. Untuk memudahkan proses administrasi khususnya 'cash back' kepada Divisi Sipil, terdakwa I Desi Arryani mengusulkan agar Divisi Sipil 'meminjam bendera' perusahaan subkontraktor milik pejabat/pegawai PT Waskita Karya (Persero)," ujar Ronald F. Worotikan salah satu penuntut umum KPK.

Kemudian, Dono Parwoto menyodorkan nama perusahaannya yaitu PT Mer Engineering Jarto Subana untuk dapat ditunjuk sebagai subkontraktor. Selanjutnya PT Safa Sejahtera Abadi (terafiliasi dengan terdakwa IV Fakih Usman), CV Dwiyasa Tri Mandiri (terafiliasi dengan Haris Gunawan) dan PT Mer Engineering (terafiliasi dengan Dono Parwoto) dan disetujui oleh Desi Arryani untuk mengerjakan pekerjaan subkontraktor fiktif yang bertujuan menghimpun dana nonbudgeter yang melekat pada kontrak pekerjaan utama yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya yang disepakati akan dikelola oleh Yuly Ariandi Siregar dan Wagimin selaku bendahara/kasir pada Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II.

Menindaklanjuti kesepakatan dalam rapat-rapat "moving in" tersebut, Jarot Subana memerintahkan stafnya pada bagian pengendalian bernama Ebo Sancoyo untuk berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan yang dipinjam beritanya, mempersiapkan dokumen-dokumen fiktif dan berkoordinasi dengan Wagimin.

Ebo Sancoyo selanjutnya membuatkan kontrak dengan nilai tertentu, dengan menambahkan komponen perhitungan yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dan "fee" untuk perusahaan subkontraktor yang telah disetujui yaitu 1,5-2,5 persen dari nilai kontrak yang disampaikan kepada para kepala proyek untuk dibuat pekerjaan sebesar nilai kontrak dan jangka waktu kontrak padahal para kepala proyek tahu kontrak-kontrak itu fiktif.

Selanjutnya staf/kepala seksi administrasi kontrak proyek membuatkan kelengkapan pengadaan pekerjaan-pekerjaan sesuai kontrak yang disusun, namun tidak ada proses pengadaan yang dilakukan, hanya sebagai kelengkapan administrasi kontrak saja yaitu penawaran harga, berita acara klarifikasi dan data pembanding. Pembayaran digunakan melalui penerbitan cek tunai dan transfer ke rekening perusahaan subkontraktor.

Pada 2009- Mei 2011 telah menandatangani 21 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif yang melekat 14 kontrak pekerjaan utama yang dikerjakan PT Waskita Karya Persero. Selanjutnya masih ada 20 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif lagi yang diajukan sepanjang Juni 2011-Agustus 2013.

Atas perbuatan kelimanya ada 14 yang pihak mendapat keuntungan yaitu: Terdakwa I Desi Arryani sebesar Rp3,415 miliar, Terdakwa II Fathor Rachman sebesar Rp3,67 miliar, Terdakwa III Jarot Subana sebesar Rp7,124 miliar, Terdakwa IV Fakih Usman sebesar Rp8,878 miliar, Terdakwa V Yuly Ariandi Siregar sebesar Rp47,387 miliar, Kepala Bagian Keuangan Divisi Sipil PT Waskita Karya 2009-2010 Haris Gunawan sebesar Rp1,525 miliar, Kepala Proyek Dono Parwoto sebesar Rp1,365 miliar, Imam Bukori sebesar Rp6,181 miliar

Kemudian Kasir Divisi Sipil Wagimin sebesar Rp20,515 miliar, Kepala proyek Yahya Mauluddin sebesar Rp150 juta, PT Safa Sejahtera Abadi (terafiliasi dengan Fakih Usman) sebesar Rp8,162 miliar, CV Dwiyasa Tri Mandiri (terafiliasi dengan Haris Gunawan) sebesar Rp3,83 miliar, PT Mer Engineering (terafiliasi dengan Dono Parwoto) sebesar Rp5,794 miliar, PT Aryana Sejahtera (terafiliasi dengan Fathor Rachman) sebesar Rp1,7 miliar.

Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Terhadap dakwaan tersebut, kelima terdakwa tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).

Tags:

Berita Terkait