9 Rekomendasi Komnas HAM untuk Benahi Tata Kelola Buruh Migran
Terbaru

9 Rekomendasi Komnas HAM untuk Benahi Tata Kelola Buruh Migran

Antara lain merekomendasikan pemerintah untuk mengatur, menjamin dan mengimplementasikan hak untuk mendapatkan bantuan hukum bagi pekerja/buruh migran Indonesia yang merupakan bagian dari hak memperoleh keadilan dalam proses peradilan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah. Foto: Istimewa
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah. Foto: Istimewa

Indonesia termasuk salah satu negara pengirim buruh migran ke berbagai negara. Dalam rangka memperingati hari Pekerja/Buruh migran Internasional setiap 18 Desember Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengingatkan pemerintah untuk mengevaluasi perlindungan terhadap pekerja/buruh migran yang selama ini disebut sebagai pahlawan devisa. Faktanya, sampai saat ini nasib buruh migran Indonesia masih memprihatinkan.

“Pekerja migran Indonesia menghadapi berbagai masalah mulai dari regulasi, perlindungan dan bantuan hukum, pemenuhan hak-hak pekerja migran, akses atas keadilan hingga kekerasan,” kata Anis saat dikonfirmasi, Senin (19/12/2022).

Anis mengatakan ada sejumlah regulasi yang melindungi buruh migran, seperti UU No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Beleid itu memiliki semangat besar agar pekerja migran terlindungi dari perbudakan dan kerja paksa, perlakuan merendahkan harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar HAM. Sayangnya, semangat itu belum terwujud karena implementasi UU yang terbit 22 November 2017 itu belum dilakukan secara optimal.

Persoalan yang dihadapi buruh migran semakin bertambah akibat pandemi Covid-19. Anis mencatat banyak pekerja migran yang terjebak di tempat penampungan sementara. Mereka tidak bisa pulang ke Indonesia, banyak pabrik dan tempat kerja lainnya harus tutup, tidak mendapat upah, dan tidak ada hari libur karena kebijakan pembatasan mobilitas. Selama pandemi Covid-19 ini, Komnas HAM menerima pengaduan ada ribuan buruh migran Indonesia menjadi korban tindak pidana perdaganggan orang melalui scamming di Kamboja, Myanmar, Laos, dan Filipina.

Untuk membenahi tata kelola perlindungan dan penempatan buruh migran Indonesia, Anis menyebut lembaganya merekomendasikan 9 hal utama. Pertama, pemerintah Indonesia perlu mengintegrasikan jaminan hak-hak asasi manusia ke dalam kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dan dalam implementasinya, serta menerapkan prinsip Business and Human Rights terhadap perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI), serta agensi di luar negeri atas tanggung jawab untuk menghormati (responsibility to respect) HAM pekerja migran Indonesia.

Kedua, merekomendasikan pemerintah untuk mengatur, menjamin dan mengimplementasikan hak untuk mendapatkan bantuan hukum bagi buruh migran Indonesia yang merupakan bagian dari hak memperoleh keadilan dalam proses peradilan. Ketiga, mendorong pemerintah membentuk tim kerja yang secara khusus menangani pekerja migran Indonesia dan anak-anak yang kehilangan kewarnegaraan (stateless) di Malaysia.

Keempat, membangun kerja sama yang strategis antara institusi-institusi negara yang memiliki kewenangan dalam menangani permasalahan pekerja migran serta menempatkan peran masyarakat sipil sebagai mitra kerja pemerintah dalam mengupayakan perlindungan PMI sesuai dengan standar HAM.

Kelima, melakukan pembenahan tata kelola permasalahan pekerja migran Indonesia secara komprehensif dengan menyiapkan, memantau, menindak pelanggaran (penegakan hukum), dan mengembangkan/membangun sistem pendataan PMI. Keenam, membangun konsistensi mekanisme kontrol (monitoring) terhadap implementasi aturan terkait pekerja migran Indonesia untuk melihat efektivitas implementasi aturan tersebut bagi perlindungan PMI. Termasuk membangun sistem monitoring atau pengawasan efektif terhadap perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI) dan agensi di luar negeri, atau majikan dan melaporkannya secara publik.

Ketujuh, melakukan pembenahan administratif yang bersifat kedaruratan, peningkatan fasilitas pelayanan dan penghapusan berbagai bentuk penyelewengan dalam memberikan perlindungan terhadap buruh migran Indonesia. Delapan, melakukan peningkatan kapasitas dalam memahami HAM agar prinsip dan nilai-nilai HAM terintegrasi di dalam setiap kegiatan yang dilakukan pelaksana kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sembilan, membangun standar kurikulum pendidikan pra migrasi yang berpersfektif HAM, metode pembelajaran yang partisipatif dan mekanisme kontrol yang memadahi.

Tags:

Berita Terkait