Adakah Kewenangan Tentara Aktif Beri Bantuan Hukum untuk Lingkup Peradilan Umum?
Terbaru

Adakah Kewenangan Tentara Aktif Beri Bantuan Hukum untuk Lingkup Peradilan Umum?

Bantuan hukum untuk keluarga anggota militer yang berstatus warga sipil dan perkaranya menjadi ranah pengadilan umum harus dilakukan advokat. Prajurit TNI aktif tidak dapat menjadi pendamping hukum atau advokat.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Kalau dilihat dari kejadian Mayor DFH ada yang diskip prosedurnya dalam tanda kutip ada kesalahan dari aspek prosedurnya, dari cara memberikan bantuan hukum dapat dilihat, kalau kejadiaan ini viral, pasti ada yang tidak tepat dan akan ada pasal yang menjerat,” ujarnya.

Berbeda, Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri mengatakan pernyataan Kresno yang menyebut anggota TNI dapat memberi bantuan hukum bagi prajurit TNI dan keluarga menunjukkan Kababinkum TNI tidak memahami secara komprehensif aturan hukum terkait peran TNI dalam proses penegakan hukum.

“Hal itu dapat dilihat dari adanya pemahaman yang salah dan keliru terhadap beberapa aturan terkait bantuan hukum,” kata Gufron dikonfirmasi, Senin (14/8/2023).

Gufron menjelaskan setiap orang termasuk prajurit dan keluarga TNI berhak mendapat bantuan hukum karena itu adalah bagian dari HAM. Hal itu sebagaimana Pasal 7 Deklarasi Umum HAM (DUHAM) yang menjamin persamaan kedudukan di muka hukum. Diatur juga dalam Pasal 16 dan Pasal 26 Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang intinya menjamin semua orang berhak atas perlindungan hukum. Begitu pula Pasal 27 UUD 1945.

Berbagai ketentuan itu diatur lebih lanjut Pasal 69 KUHAP, Pasal 56 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 1 UU 16/2011 yang pokoknya mengatur setiap orang tanpa terkecuali berhak mendapat bantuan hukum. Tapi khusus untuk TNI, jaminan bantuan hukum ditegaskan Pasal 105, 215, dan 216 UU 31/1997. Ketentuan itu mengatur jaminan bantuan hukum bagi tersangka yang diadili di peradilan militer atau koneksitas. Jaminan itu juga ditegaskan Pasal 50 UU 34/2004.

Berbagai ketentuan itu menurut Gufron harus dipahami sebagai bentuk jaminan negara kepada siapapun untuk memperoleh bantuan hukum. Tapi dari semua pasal itu tidak ada yang memberi kewenangan kepada prajurit militer untuk memberikan pendampingan/bantuan hukum dalam lingkup (yursdiksi) pengadilan selain militer dan koneksitas. Hak untuk menerima bantuan hukum seperti diatur Pasal 50 ayat (3) UU 34/2004 tidak boleh ditafsirkan bantuan hukum itu berasal dari institusi TNI.

“Dalam kasus keluarga Mayor Dedi Hasibuan yang tunduk pada peradilan umum, hak untuk memperoleh bantuan hukum itu harus tunduk pada UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat,” ujar Gufron.

SEMA 2/1971 yang digunakan Kababinkum TNI sebagai acuan menurut Gufron sudah disempurnakan melalui sejumlah aturan. Antara lain UU 18/2003 yang menyatakan pemberian bantuan hukum/pendamping hukum atau advokat tidak boleh berstatus sebagai pegawai negari atau pejabat negera. Sementara Pasal 92 ayat (3) KUHP menyebutkan, “Semua anggota angkatan perang juga dianggap sebagai pejabat”. Oleh karena itu, merujuk pada UU 18/2023 sebenarnya prajurit TNI aktif tidak dapat menjadi pendamping hukum atau advokat.

Tags:

Berita Terkait