Adiwarsita Divonis Enam Tahun Penjara
Berita

Adiwarsita Divonis Enam Tahun Penjara

Majelis hakim mempunyai persepsi yang sama dengan JPU terkait dengan pengertian kerugian negara.

CR-1
Bacaan 2 Menit

 

Ternyata, berdasarkan fakta dipersidangan terungkap dana peruntukkan foto udara tersebut diselewengkan oleh Adiwarsita. Penyelewengan itu diantaranya, pemberian dana kepada panitia pusat Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional sebesar Rp50 juta, bantuan mobil kepada anggota DPR Rp725 juta melalui Zain Mansyur, pemberian kepada MZP Hutagaol sebesar AS$100 ribu dan Rp5 miliar, serta kepada Yayasan Raudhatul Jannah Rp400 juta.

 

Padahal, hasil kegiatan foto udara tersebut rencananya akan menjadi milik negara dalam hal ini Departemen Kehutanan. Inilah yang oleh majelis dianggap merugikan negara. Di mata majelis, berdasarkan pertemuan para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) IV pada 22 Agustus 1988, ditentukan, untuk keseragaman dan penghematan penataan hutan, pengadaan foto udara dan peta foto udara, diwajibkan kepada pemegang HPH menyerahkan dana AS$1 permeter persegi untuk kayu log dan AS$2 permeter persegi untuk kayu olahan kepada APHI. Dana tersebut nantinya akan dipakai untuk kegiatan foto udara.

 

Selain itu, dalam pelaksanaannya APHI mendapatkan hak-hak pengelolaan hutan berdasarkan fasilitas dan kelonggaran-kelongaran yang diberikan oleh negara. Hal itu diatur dalam sejumlah peraturan.

 

Pertama, Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan Dephut No. 187/KPTS/IV-Prog/1986 tentang kewajiban pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk pengadaan foto udara. Kedua, Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 442/kpts/II/1989 tentang Pemotretan Udara, yang mana hasil pemotretan akan diserahkan ke Dephut dan menjadi milik negara. Ketiga, Surat Direktur Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan, No. 102/kpts/VII/1989  tentang Ketentuan Teknis dan Tata Cara Pelaksanaan Pemotretan Udara

 

Adukan Ke KY dan Komisi Kejaksaan

Putusan majelis tersebut mengundang kegusaran Zulhendri Hasan, penasihat hukum Adiwarsita. Zulhendri menilai pengadilan bertindak diskriminatif. Ia mempertanyakan mengapa Robert Sianturi, Kepala Departemen Hukum Alam APHI tidak ikut diseret dalam kasus serupa mengingat kebijakan APHI juga melibatkan Robert. Oleh sebab itu, Zulhendri berniat melaporkan JPU ke Komisi Kejaksaan. Zulhendri juga menilai pihak JPU terlalu memaksakan untuk mengkategorikan kasus APHI sebagai kasus korupsi.

 

Selain JPU, majelis hakim juga akan diadukan ke Komisi Yudisial. Pasalnya, Zulhendri memandang fakta di persidangan tidak mengungkapkan jika kliennya melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara. Bahkan, ia mencontohkan kesaksian Direktur Inhutani I sampai Inhutani V yang notabene Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan termasuk dalam keanggotaan APHI tidak merasa dirugikan oleh kliennya. Kalau BUMN sebagai prinsipal tidak merasa dirugikan, terus negara mana yang dirugikan, cetusnya. Selain melaporkan ke KY dan Komisi Kejaksaan, Zulhendri memastikan akan mengajukan banding.

 

Selain Adiwarsita, divonis secara berurutan Yusran Syarif (mantan Bendahara APHI), Zain Mansyur (Wakil Bendahara APHI), dan Abdul Fatah DS (mantan Wakil Ketua APHI). Masing-masing divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

 

Untuk kerugian negara sebesar Rp43,5 miliar yang ditanggung renteng, Yusran diwajibkan membayar Rp800 juta subsider satu tahun penjara. Zain diharuskan Rp16,3 miliar subsider satu tahun penjara. Sedangkan Abdul Fatah kebagian membayar Rp4,5 miliar subsider satu tahun penjara. Sama seperti Adiwarsita ketiga terpidana itu juga akan mengajukan banding.

Tags: