Advokat Ini Kritik Niat Pemerintah Susun Pedoman Interpretasi UU ITE
Berita

Advokat Ini Kritik Niat Pemerintah Susun Pedoman Interpretasi UU ITE

Pedoman Interpretasi UU ITE bukan merupakan norma hukum. Langkah paling tepat adalah Revisi UU ITE terhadap pasal-pasal yang bermasalah sesuai mekanisme perubahan UU demi kepastian hukum.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

Menurutnya, berkaitan dengan metode interpretasi hukum, itu domainnya (wilayah kewenangan, red) hakim. Bahkan, hakim sendiri pun "dibatasi" memakai hak interpretasi ini. Hakim hanya "boleh" melakukan interpretasi terhadap pasal-pasal yang kurang/tidak jelas dan itupun berbeda dalam kasus per kasus (kasuistis).

Untuk itu, David mengingatkan agar Para Menteri dan lembaga terkait menyikapi UU ITE tidak membuat istilah-istilah yang tidak dikenal dalam hukum. David sangat setuju dengan saran Presiden Jokowi apabila UU ITE terdapat banyak pasal karet yang penerapannya menimbulkan ketidakadilan harus direvisi bersama dengan DPR. “Langkah paling tepat adalah Revisi UU ITE terhadap pasal-pasal yang bermasalah sesuai mekanisme perubahan UU demi kepastian hukum,” tutup David.

Sebelumya, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mendukung upaya lembaga yudikatif serta Kementerian/Lembaga terkait untuk memperjelas penafsiran atas beberapa pasal dalam UU ITE. "Kominfo mendukung Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, dan Kementerian/Lembaga terkait dalam membuat pedoman intepretasi resmi terhadap UU ITE agar lebih jelas dalam penafsiran," ujar Johnny G Plate dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (16/02/2021) kemarin.   

Menurut dia, UU ITE memiliki semangat menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, bahkan produktif. Karena itu, Johnny menegaskan Pemerintah senantiasa berupaya agar pelaksanaan UU ITE menerapkan prinsip keadilan. "Pemerintah akan secara lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran UU ITE dan pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir untuk diterjemahkan secara hati-hati," kata dia.

Dia mencatat beberapa pasal dalam UU ITE kerap dianggap pasal karet dan sudah mengalami uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Hasil proses uji materi itu tetap menyatakan bahwa pengaturan dalam UU ITE sudah konstitusional. "Perlu dicatat Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, yang kerap kali dianggap sebagai ‘Pasal Karet’, telah beberapa kali diajukan uji materi ke MK dan selalu dinyatakan konstitusional," jelasnya. 

Menkominfo juga menegaskan Pemerintah bersama DPR telah melakukan revisi terhadap UU ITE pada tahun 2016. "Upaya-upaya di atas terus dilakukan dan dioptimalkan oleh Pemerintah. Namun, jika dalam perjalanannya tetap tidak dapat memberikan rasa keadilan, kemungkinan revisi UU ITE juga terbuka. Kami mendukung sesuai arahan Bapak Presiden," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk meningkatkan pengawasan agar penegakan hukum UU ITE dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan menjamin rasa keadilan di masyarakat. “Negara kita adalah negara hukum yang harus menjalankan hukum yang seadil-adilnya, melindungi kepentingan yang lebih luas dan sekaligus menjamin rasa keadilan masyarakat,” ujarnya dalam dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/02/2021) kemarin.  

Apabila keberadaan UU ITE tersebut dirasakan belum dapat memberikan rasa keadilan, Presiden menegaskan akan meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk bersama merevisi UU ITE, sehingga dapat menjamin rasa keadilan di masyarakat. “Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” kata dia.

Dia menilai banyaknya laporan masyarakat yang menjadikan UU ITE sebagai rujukan untuk memproses hukum seseorang berujung tak memenuhi rasa keadilan. Padahal, semangat dibentuknya UU ITE ini untuk menjaga ruang dunia maya agar tetap bersih, beretika, dan produktif. “Penerapan UU ITE tak boleh menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat,” tegasnya.

Untuk itu, jajaran Polri mesti menerjemahkan pasal-pasal UU ITE secara hati-hati bila ingin menindaklanjuti laporan masyarakat. “Boleh jadi pasal-pasal dalam UU ITE yang dijadikan rujukan terhadap pelaporan bersifat multitafsir. Karenanya, perlu dibuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE biar jelas.”

Tags:

Berita Terkait