Agar Mahasiswa FH Boleh Beracara di Pengadilan
Rechtschool

Agar Mahasiswa FH Boleh Beracara di Pengadilan

PP No. 42 Tahun 2013 memperkokoh dasar pendampingan oleh dosen, mahasiswa dan paralegal.

MYS
Bacaan 2 Menit

Mahasiswa yang magang reguler inilah yang sering ikut menangani kasus meskipun, menurut Ricky Gunawan, Direktur Eksekutif LBH-M, yang maju ke pengadilan tetap advokat. “Belum ada yang sampai duduk beracara,” ujarnya.

Koordinator Nasional Jaringan Paralegal Indonesia (JPI), Ismail Hasani, mengapresiasi ketentuan PP 42. Dengan aturan tersebut berarti memperkokoh payung hukum buat mahasiswa, paralegal, dan dosen untuk beracara. “Aturan itu patut kita apresiasi karena lebih memperkokoh,” ucapnya kepada hukumonline.

Daerah Minim Advokat
Dalam konteks penyelenggaraan bantuan hukum untuk warga miskin, kehadiran mahasiswa FH sebenarnya sangat penting terutama di daerah-daerah yang jumlah advokat, dosen hukum dan paralegal tidak memadai. Itu sebabnya, kata Ismail, dalam proses pembentukan UU Bantuan Hukum dan peraturan teknisnya, PJI berharap lebih dari sekadar pendampingan oleh advokat.

Ditegaskan Ismail, di daerah yang minim advokat seharusnya mahasiswa dan paralegal diperbolehkan membantu warga miskin dalam proses litigasi. Syaratnya, tetap perlu mendapat izin dari ketua pengadilan setempat. “Harapannya, mereka bisa beracara di daerah-daerah yang tidak ada atau minim advokatnya, tetapi tetap seizin ketua pengadilan,” jelas Ismail.

Ismail berpendapat tidak perlu ada pembatasan perkara yang bisa ditangani. Tidak perlu ada kekhawatiran paralegal dan mahasiswa mengambil ‘jatah’ advokat. Pada umumnya, paralegal lebih fokus menangani kasus-kasus yangmelibatkan komunitas.

Pembatasan pada tahap beracara bagi mahasiswa juga tak perlu. Pasal 15 PP 42 juga sudah mengakomodasi ketentuan pendampingan atau menjalankan kuasa. Mahasiswa boleh mendampingi atau menjalankan kuasa di tingkat penyidikan, penuntutan, di muka persidangan, atau menjalankan kuasa terhadap penerima bantuan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Di daerah-daerah yang minim advokat, mahasiswa juga bisa menjalankan tugas memberi bantuan hukum non-litigasi. Termasuk dalam cakupan non-litigasi tersebut adalah peyuluhan hukum, konsultasi hukum, investigasi perkara, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, pemberdayaan masyarakat, dan drafting dokumen hukum.

Di daerah-daerah bencana, mahasiswa, dosen, dan paralegal juga bisa memberikan bantuan hukum kepada para korban. PP No. 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial memasukkan bantuan hukum sebagai bagian dari perlindungan sosial. Beleid ini memberi ruang kepada warga yang mengalami kerentanan sosial untuk mendapatkan bantuan hukum.

Tags: