​​​​​​​Akad Kredit Perlu Diperhatikan, Begini Perspektif Pelaku Usaha
Masalah Hukum Kredit Motor

​​​​​​​Akad Kredit Perlu Diperhatikan, Begini Perspektif Pelaku Usaha

​​​​​​​Perjanjian pembiayaan antara perusahaan pembiayaan dan kreditor lazimnya telah memuat hak dan kewajiban para pihak secara jelas.

M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Aman Sinaga, pembatalan terhadap putusan BPSK bisa terjadi karena MA dalam memeriksa perkara yang berkaitan dengan putusan BPSK menilai perkara yang bersangkutan bukanlah wewenag BPSK melainkan wewenang MA. “Kenapa harus diputuskan Mahkamah Agung? karena menurut penilaian MA kasus itu masuk wewenang MA, bukan wewenang BPSK. Oleh karena itu mahkamah agung membatalkan keputusan BPSK itu,” terang Anam.

 

Baca:

 

Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan

Terkait aspek perlindungan konsumen dalam perjanjian pembiayaan antara perusahaan pembiayaan dengan debitor sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Untuk itu Arief meyakini bahwa semua perusahaan pembiayaan telah memperhatikan aspek tersebut.

 

Keyakinan ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, sejak diberlakukannya POJK Nomor 29 tahun 2014, setiap perusahaan pembiayaan mesti melakukan penyesuaian kegiatan usahanya perdasarkan ketentuan POJK tersebut, salah satunya adalah menyesuaikan angaran dasar perusahaan. Saat melakukan tahapan tersebut, menurut Arief, OJK meminta kepada Perusahaan Pembiayaan untuk menyertakan contoh perjanjian pembiayaannya.

 

Jadi berdasarkan perjanjian pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan kepada OJK, OJK akan menilai apakah perjanjian tersebut sudah comply dengan aturan OJK atau belum. Apabila perjanjian tersebut dinyatakan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh OJK, barulah perubahan Anggaran Dasarnya disetujui oleh OJK. “Hal ini yang tadi saya katakan, pasti sudah memenuhi ketentuan OJK karena kalau tidak, tidak mungkin Anggaran Dasarnya disetujui oleh OJK,” terang Arief.

 

Untuk itu seharusnya di konten perjanjian pembiayaan, tidak lagi terdapat issue yang mana salah satunya terkait aspek perlindungan konsumen. Menurut Arief, sulit untuk memahami apabila di kemudian hari muncul klaim yang menyatakan bahwa debitor tidak paham dengan isi perjanjian.

 

“Contohnya mengenai perlindungan konsumen, Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi salah satu ketentuan perlindungan konsumen dengan mencantumkan dalam perjanjian pembiayaannya bahwa debitor telah mengerti, telah membaca, dan memahami isi dari perjanjian. Dengan demikian pada saat ditandatangani, si debitor sudah membaca, mengetahui dan memahami ketentuan perjanjian pembiayaan tersebut,” ujar Arief.

Tags:

Berita Terkait