Akademisi Beberkan 3 Persoalan Penggantian Hakim Konstitusi Aswanto
Terbaru

Akademisi Beberkan 3 Persoalan Penggantian Hakim Konstitusi Aswanto

Prinsip utama kekuasaan kehakiman adalah merdeka dari intervensi, campur tangan, dan dianggap bawahan lembaga lain. Hakim konstitusi bukan mewakili lembaga yang mengusulkan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Mengingat proses penggantian hakim MK yang dilakukan DPR tidak sesuai prosedur, Feri menegaskan proses tersebut dianggap tidak pernah ada atau batal demi hukum. “Catatan penting terhadap DPR yakni lembaga itu telah mengobok-obok MK untuk menjalankan kepentingan politik mereka,” tegasnya.

Feri yakin penggantian hakim konstitusi Prof Aswanto oleh DPR ini berdampak terhadap penanganan pengujian UU ke depan yang dilakukan MK. Para hakim konstitusi berpotensi khawatir untuk membatalkan UU yang bertentangan dengan konstitusi karena posisi mereka terancam diganti.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani, menilai penggantian hakim konstitusi Aswanto melanggar UU, merusak independensi hakim, dan kelembagaan MK. Mengacu UU MK revisi ketiga mekanisme pemberhentian jabatan hakim konstitusi dilakukan saat masa jabatan yang bersangkutan telah habis atau mencapai usia 70 tahun. Sekalipun diberhentikan di tengah jalan, Ismail mengatakan itu bisa dilakukan jika yang bersangkutan tersandung pelanggaran etik atau melakukan pidana. Pemberhentian itu dilakukan melalui keputusan dewan etik MK.

Ismail melihat salah satu alasan DPR mengganti Prof Aswanto dengan Guntur Hamzah yakni adanya aduan masyarakat dan tindakan Aswanto dalam memutus perkara yang tidak sejalan dengan kehendak DPR sebagai pembentuk UU. Alasan itu menurut Ismail tak hanya keliru, tapi juga merusak MK karena DPR menganggap 3 orang hakim MK dari jalur DPR adalah wakilnya, sehingga harus berkomitmen mengamankan produk DPR dengan cara tidak membatalkan UU.

Proses pengisian jabatan hakim MK dari 3 cabang kekuasaan yakni DPR, Presiden, dan MA, menurut Ismail bukan ditujukan untuk mewakili kepentingan masing-masing institusi tersebut. Tapi memastikan independensi, integritas dan kontrol berlapis eksistensi MK, karena posisinya sebagai Peradilan Konstitusi yang menjaga prinsip supremasi konstitusi.

“Pencopotan Aswanto jelas menggambarkan penggunaan nalar kekuasaan yang membabi buta. Peragaan nalar sebagaimana diadopsi DPR akan membonsai kelembagaan dan hakim-hakim MK, khususnya yang berasal dari jalur DPR dan Presiden, karena posisi DPR dan Presiden sebagai pembentuk UU,” kata Ismail dalam keterangannya, Jum’at (30/10/2022).

Tags:

Berita Terkait