Alasan Pemerintah Tolak Kewenangan PDTT BPK Dihapus
Berita

Alasan Pemerintah Tolak Kewenangan PDTT BPK Dihapus

Jika MK menghilangkan (menghapus) kewenangan PDTT BPK dapat menjadi celah hukum melemahkan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara. Justru, adanya kewenangan pemeriksaan PDTT, BPK telah berhasil mengungkap banyak penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Tio mengatakan sejak berlakunya UU Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara dan UU BPK dengan adanya kewenangan pemeriksaan PDTT, BPK telah berhasil mengungkap banyak penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara baik penyimpangan pengelolaan keuangan negara oleh pihak-pihak yang mengelola keuangan negara, kementerian/lembaga pusat maupun daerah serta lingkungan badan usaha milik negara.

 

Pemerintah berharap MK bisa menghadirkan BPK sebagai Pihak Terkait untuk dapat memberikan penjelasan atas hasil pelaksanaan PDTT yang selama ini telah dilakukan BPK. Menurutnya, menghilangkan (menghapus) kewenangan PDTT BPK dapat menjadi celah hukum melemahkan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang dibuat pembentuk UU. Sebab, UU BPK dibentuk dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan akuntabel untuk mencapai tujuan negara, mencapai masyarakat adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.

 

Menanggapi keterangan pemerintah, Hakim Konstitusi Saldi Isra menilai pemerintah belum memberikan keterangan yang spesifik, perbedaan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan tujuan tertentu. “Nah, tolong ini dibuat keterangan tambahannya, bahwa pemeriksan tujuan tertentu itu apa saja dan apa karakteristik yang membedakan dengan pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja,” kata dia.

 

Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menambahkan semua negara demokrasi pasti memiliki BPK, namun apakah kewenangannya sama? “Jadi, pertanyaannya apakah pemeriksaan dengan tujuan tertentu itu memang suatu ciri yang universal berada di BPK seluruh dunia? Maksudnya, negara-negara demokrasi. Ini penting diberikan penjelasan agar diberikan gambaran kepada MK, sehingga bisa melihat permohonan ini lebih komprehensif.”

 

Permohonan ini diajukan oleh  ahli hukum dari Universias Tarumanagara yakni Ahmad Redi dan ahli hukum dari Universitas Pancasila Muhammad Ilham Hermawan. Pemohon menilai kewenangan pemeriksaan BPK dalam tujuan tertentu menimbulkan persoalan karena tidak memiiki kejelasan makna atas tujuan tertentu yang dimaksud, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum serta melanggar prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 6 ayat (3) UU BPK menyatakan, “Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu”. Sedangkan Pasal 4 ayat (1) UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan “Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.”

 

Pemohon berpendapat UU BPK sebagai UU organiknya tidak memberikan penjelasan terkait dengan PDTT. Namun, pengertian PDTT dijelaskan pada huruf B angka 3 dalam bagian penjelasan UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang merupakan tindak lanjut dari UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara. Penjelasan PDTT yang dimaksud adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.

Tags:

Berita Terkait