5 Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata
Terbaru

5 Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata

Ada 5 alat bukti dalam hukum acara perdata, yakni surat, saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah.

Tim Hukumonline
Bacaan 5 Menit

Alat Bukti Saksi

Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso dalam Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia menerangkan kesaksian atau saksi adalah keterangan pihak ketiga yang bukan pihak-pihak berperkara di persidangan untuk memberikan kepastian kepada hakim tentang peristiwa yang disengketakan, secara lisan dan pribadi serta mengenai hal yang dialaminya dan diketahuinya sendiri.

Ketentuan pasal 1909 KUH Perdata menerangkan bahwa semua orang yang cakap untuk menjadi saksi wajib memberikan kesaksian di muka hakim. Namun, dalam Pasal 1910 dan Pasal 1912 KUH Perdata menerangkan bahwa ada sejumlah orang yang dilarang menjadi saksi, yakni:

  1. keluarga sedarah atau semenda salah satu pihak dalam garis lurus;
  2. suami atau istri, meskipun telah bercerai;
  3. anak yang belum genap 15 tahun;
  4. orang yang berada di bawah pengampuan karena dungu atau gila; dan
  5. orang yang atas perintah hakim telah dimasukkan dalam tahanan selama perkara diperiksa pengadilan

Alat Bukti Persangkaan

Pasal 1915 KUH Perdata menerangkan bahwa persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. Kemudian, persangkaan terbagi atas persangkaan berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang.

Terkait persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang, diterangkan dalam Pasal 173 HIR bahwa persangkaan yang tidak didasarkan atas suatu undang-undang hanya boleh diperhatikan oleh hakim dalam mempertimbangkan suatu perkara, kalau persangkaan-persangkaan itu penting, seksama, tertentu dan bersesuaian satu sama lain.

Dari sejumlah ketentuan dalam bagian Penjelasan Pasal 173 HIR, dapat disimpulkan bahwa sederhananya, persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang adalah kesimpulan-kesimpulan yang diambil oleh hakim dari suatu kejadian atau keadaan yang telah terbukti, sehingga dapat menjelaskan suatu kejadian atau keadaan yang tidak terbukti.

Kemudian, terkait persangkaan berdasarkan undang-undang, Pasal 1916 KUH Perdata menerangkan bahwa persangkaan berdasarkan undang-undang adalah persangkaan yang dihubungkan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan ketentuan undang-undang. Persangkaan jenis ini, antara lain:

Tags:

Berita Terkait