Aneka Ragam Kamus Hukum: Dari ‘Injilnya’ Hukum Hingga Kamus Multilingual
Potret Kamus Hukum Indonesia

Aneka Ragam Kamus Hukum: Dari ‘Injilnya’ Hukum Hingga Kamus Multilingual

Ada banyak kamus dan  buku istilah hukum yang ditulis untuk kebutuhan akademis dan praktis di Indonesia. Apa saja?

Muhammad Yasin/Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Multilingual

Jika penafsiran istilah-istilah hukum Belanda-Indonesia, atau Inggris Indonesia cenderung bilingual, tidak demikian halnya dengan sejumlah kamus yang bersifat umum. Pada dasarnya kamus yang bersifat umum ini adalah campuran bahasa Belanda, Inggris, Latin, Perancis yang kemudian dicari padanan atau artinya dalam bahasa Indonesia. Kamus multilingual bukan sesuatu yang baru. Lawrence Deems Egbert dan Fernando Morales-Macedo, menulis dalam karya mereka, Multilingual Law Dictionary (1979), bahwa kamus anekabahasa terutama didorong oleh proses persidangan para terdakwa dalam the Nurenberg International Trial of Major Nazi War Criminals. Kadang, penuntut umum, hakim, dan para terdakwa menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Selain itu ada persoalan translasi dan interpretasi yang tidak diperkirakan sebelumnya.

 

Hakim International Court of Justice 1961-1970, Philip C Jessup –namanya dikenal di Indonesia—menulis persoalan multibahasa itu saat membuat kata pengantar untuk buku Egbert dan Morales-Macedo: “Anyone who has participated in an international conference, a negotiation between two or more states, or the proceedings of an international tribunal (whether on the Bench or at the Bar), is aware of the difficulty involved in translation and even more in interpretation. Translation and interpretation are not identical although the most skillful translator seek to interpret the thought of the speaker to the listener. The same is true when it is a matter of rendering a written text into another language”.

 

Yan Pramadya Puspa, penyusun Kamus Hukum Edisi Lengkap, menulis pentingnya penyusunan kamus multibahasa. “Hal ini terasa sekali dengan seringkali diadakannya international conference atau bentuk summit antarbangsa pada dewasa ini. Ilmu hukum yang telah digali oleh para sarjana senior kita menerima warisan ilmu hukum itu pada umumnya dengan bahasa Belanda”. Maka, dalam kamus-kamus umum yang terbit belakangan, pada umumnya berisi beragam bahasa asing yang lazim dipakai dalam dunia hukum.

 

Karya lain yang dapat dijadikan contoh adalah Kamus Hukum (Setiawan Widagdo), Kamus Tata Hukum Indonesia (Padmo Wahjono), Kamus Hukum (JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo), Kamus Hukum Kontemporer  (M. Firdaus Sholihin dan Wiwin Yulianingsih), Kamus Hukum (Sudarsono), Kamus Istilah Hukum Populer (Jonaedi Efendi, Ismu Gunadi dan Fifit Fitri Lutfianingsih); dan Kamus Hukum (Charlie Rudiyat).

 

(Baca juga: Mimpi tentang ‘Kamus Hukum Lengkap’ dari Markas Babinkumnas)

 

Makin Spesifik

Seiring dengan perkembangan bahasa selingkung, yakni bahasa yang dipakai secara spesifik untuk bidang-bidang tertentu, maka kamus hukum pun kian spesifik. Artinya, beberapa penulis sudah menyusun istilah-istilah yang lazim dipakai pada bidang tertentu. Jejaknya juga dapat ditelusuri hingga ke 1955, yakni ketika terbit Kamus Hukum Dagang karya M. Isa Arief (Pustaka Islam, 1955).

 

Salah satunya adalah Kamus Istilah Tata Negara yang ditulis beberapa akademisi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung: Rukmana Amanwinata, Bagir Manan, Kuntara Magnar, Popo Ermaya, dan R. Sumantri M. Kamus istilah ini dibuat dalam rangka proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Tahun 1982/1983, dan diterbitkan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1985. Ada jjuga Binoto Nadapdap, seorang advokat, yang menulis Kamus Istilah Hukum Agraria, dan Vera Jasini Putri yang menyusun Kamus Hukum Otonomi Daerah.

 

Prof. Andi Hamzah menghasilkan karya sejenis dalam bidang hukum pidana, yakni Terminologi Hukum Pidana (cetakan pertama November 2008), selain buku Kamus Hukum. Hukum pidana salah satu bidang yang sulit karena sumbernya bermacam-macam dan istilahnya juga beragam. Para ahli pidana juga masih sering berbeda dalam penggunaan istilah. Misalnya, mengartikan samenloop atau concursus. Ada yang menggunakan sebutan ‘perbarengan’, tetapi Andi Hamzah lebih memilih istilah ‘gabungan delik’. Istilah doen plegen sering diartikan sebagai ‘menyuruh melakukan’, dan Andi Hamzah memperkenalkan istilah ‘membuat orang lain melakukan’.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait