Anomali Mobil Dinas KPK di Tengah Pandemi
Berita

Anomali Mobil Dinas KPK di Tengah Pandemi

​​​​​​​Dianggap tidak sesuai dengan etika, tidak peka atas kondisi negara dan bertentangan dengan gaya hidup sederhana.

Aji Prasetyo
Bacaan 6 Menit
Lima pimpinan KPK. Foto: RES
Lima pimpinan KPK. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai harus menggelar konferensi pers pada Jumat (16/10) untuk menanggapi ramainya pemberitaan mobil dinas pimpinannya. Terungkapnya anggaran mobil dinas ini memang menjadi polemik, karena selain terkesan tertutup dan tidak diketahui publik, adanya anggaran mobil dinas ini belum pernah terjadi selama periode pimpinan sebelumnya.

Sorotan juga bertambah tajam karena hal ini muncul di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di mana banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan pemerintah mengeluarkan anggaran cukup besar untuk pandemi ini yaitu Rp405 triliun. Anggaran ini diusulkan pada Juni 2020 sebesar Rp1,8 triliun dan disahkan DPR RI pada 14 September 2020 sebesar Rp1,3 triliun dan juga tanpa berdiskusi dengan Dewan Pengawas.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan pihaknya mengajukan anggaran mobil dinas. “Kami juga menerima data itu ada rincian Rp1,4 M bahwa benar itu adalah data yang bersumber dari KPK. Itu adalah bagian dari proses pengajuan ketika bahan yang diajukan ke DPR saat itu. Namun demikian, belakangan nggak sebesar itu. Karena tentu dihitung kembali dan ada kerangka acuan kerja (KAK) yang di dalamnya ada spesifikasi dari masing-masing kendaraan mobil dinas tersebut disesuaikan dengan standar harga sesuai Permenkeu,” kata Ali Fikri, kepada wartawan, Jumat (16/10).

Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa dalam konferensi pers berdalih usulan anggaran tahun 2021 untuk pengadaan mobil dinas bagi Pimpinan, Dewas dan Pejabat Struktural di lingkungan KPK dilakukan dengan tujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Pimpinan, Dewas dan Pejabat Struktural KPK dengan berpedoman kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 150/PMK.06/2014 terkait perencanaan kebutuhan barang milik Negara.

Selain itu ia berkata proses pengajuan anggaran itu telah melalui mekanisme sejak review angka dasar yang meliputi review tahun sebelumnya dan kebutuhan dasar belanja operasional. Proses tersebut akan berlanjut hingga ditetapkan sebagai pagu definitif yang ditandai dengan penandatanganan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKAKL) oleh DPR.

Selanjutnya, dilanjutkan dengan pembahasan dan penelaahan oleh KPK bersama Kementerian Keuangan dan Bappenas. Dan terakhir akan terbit DIPA pada bulan Desember 2020. Sementara terkait spesifikasi kendaraan yang diajukan beserta harga satuannya, usulan yang disampaikan telah mengacu pada standar biaya pemerintah serta berpedoman pada SBSK (Standar Barang Standar Kebutuhan) yang telah ditetapkan pemerintah.

Menurutnya selama ini Pimpinan, Dewas, Pejabat Struktural dan seluruh pegawai KPK tidak memiliki kendaraan dinas. Khusus Pimpinan dan Dewas KPK ada tunjangan transportasi yang telah dikompensasikan dan termasuk dalam komponen gaji. Namun demikian, jika kendaraan dinas nantinya dimungkinkan pada tahun 2021 untuk diberikan kepada Pimpinan dan Dewas KPK tentu tunjangan transportasi yang selama ini diterima dipastikan tidak akan diterima lagi sehingga tidak berlaku ganda.

“Namun demikian kami sungguh-sungguh mendengar segala masukan masyarakat dan karenanya memutuskan untuk meninjau kembali proses pembahasan anggaran untuk pengadaan mobil dinas jabatan tersebut dan saat ini kami sedang melakukan review untuk memastikan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku,” tuturnya. (Baca: 12 Pejabat KPK Dilantik, Dikhawatirkan Terjadi Loyalitas Ganda)

Diketahui pengajuan anggaran untuk mobil dinas itu sudah disetujui Komisi III DPR. Mobil dinas untuk lima Dewas KPK dianggarkan masing-masing Rp702 juta, sehingga totalnya lebih dari Rp3,5 miliar. Ada pula anggaran mobil jabatan untuk Ketua KPK dianggarkan sebesar Rp1,45 miliar. Sedangkan untuk empat Wakil Ketua KPK masing-masing dianggarkan Rp1 miliar. Spesifikasinya mobil 3.500 cc.

Kritik

Pernyataan Cahya terakhir tentang akan meninjau kembali proses pembahasan anggaran tampaknya memang tidak cukup. Apalagi Dewan Pengawas sendiri sudah menolak adanya tambahan fasilitas ini ditambah banyaknya kritik pedas mengalir tidak hanya dari mereka pegiat antikorupsi, tetapi juga dari para mantan pimpinan KPK mulai dari Bambang Widjojanto, hingga Busyro Muqoddas, hingga Abraham Samad.

Menurutnya, pengadaan mobil dinas bagi pejabat, pimpinan hingga Dewas KPK diduga telah melanggar etik.Dengan menerima pemberian mobil dinas maka Pimpinan KPK telah melakukan perbuatan tercela yang melanggar etik dan perilaku, karena menerima double pembiayaan dalam struktur gajinya,” kata Bambang yang disapa BW ini, Minggu (18/10).

BW memandang, penganggaran mobil dinas tersebut tidak mencerminkan sifat KPK yang menjunjung integritas dan kesederhanaan. Padahal, sedari awal KPK diprofil dan dibangun dengan brand image sebagai lembaga yang efisien, efektif, menjunjung tinggi integritas dan kesederhanaan. Dan keberadaan mobil dinas sama sekali tidak berpengarung langsung pada upaya pemberantasan korupsi.

BW memandang, rezim KPK di bawah komando Firli Bahuri tengah mempertontonkan keburukannya dalam hal keteladanan. Dia menilai, tindakan tersebut sekaligus sesat paradigmatis. Sebab dari sisi manajemen, sambungnya, KPK dibangun dengan single salary. Seluruh fasilitas sudah dijadikan bagian atau disatukan menjadi komponen gaji.

Hal senada disampaikan Busyro Muqoddas. Ia berpendapat langkah yang diajukan KPK mengenai mobil dinas merupakan refleksi adanya krisis kepemimpinan yang melunturkan kode etik KPK. Sebab, menurutnya, sejak dulu tak ada fasilitas mobil dinas. Busyro menyebut, sejak 2003 tidak ada ketentuan pimpinan KPK mendapat mobil ataupun rumah dinas. Dia mengatakan gaji pimpinan KPK sudah mencukupi.

“KPK awal dibangun untuk atasi itu. Maka integritas kepemimpinan mutlak sebagai syarat. Di antaranya sejak 2003-2019 ada ketentuan ketat tidak boleh ada kendaraan dinas, rumah dinas, dan fasilitasnya. Karena sudah dicukupi dengan gajinya,” tuturnya. (Baca: Ironi KPK, Protes Korting Putusan MA Tapi Terima Vonis Rendah Koruptor)

Sementara Abraham Samad mengatakan selama ia menjabat dalam rentang waktu 2011-2015, ia dan para pimpinan KPK lainnya menggunakan mobil operasional dari para pimpinan sebelumnya yang dari segi harga juga tidak mencapai Rp500 juta. Menurut Samad cukup aneh di tengah pandemi pimpinan KPK justru meminta mobil dinas baru.

Samad berpendapat, anggaran pengadaan kendaraan dinas pejabat KPK lebih baik dialihkan ke peningkatan pemberantasan korupsi seperti peningkatan SDM.  Sebab hal itu lebih baik dilakukan dibanding menghabiskan uang hanya untuk membeli kendaraan dinas para pimpinan di lembaga anti rasuah tersebut.

Dari pengalamannya dia berkata kasus korupsi yang dilaporkan ke KPK dari 34 provinsi di Indonesia cukup banyak. Namun KPK tidak mempunyai SDM yang cukup sehingga tidak sedikit penanganan perkara korupsi berjalan agak lambat dikarenakan kekurangan penyelidik dan penyidik.

Dia menilai, pengadaan mobil dinas para pimpinan KPK bukanlah isu yang penting untuk dilakukan. Dia mengatakan, yang perlu diutamakan adalah anggaran untuk meningkatkan kinerja pemberantasan korupsi di mana salah satunya dengan meningkatkan kinerja SDM.Oleh karena itu menurut saya anggarannya sudah mending dipakai untuk itu tadi untuk peningkatan SDM memperbanyak penyelidik penyidik supaya kasus-kasus itu bisa berjalan," katanya.

Penelti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta KPK untuk menghentikan proses pembahasan pembelian mobil dinas miliaran rupiah untuk pimpinan dan pejabat struktural KPK. Sebab menurutnya hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip sederhana dan bisa membuat boros pengeluaran keuangan negara.

Kurnia juga meminta KPK tidak hanya meninjau ulang, tetapi menghentikan pembahasan, sebab ia curiga jika nantinya pembicaraan ini mereda di publik maka pembelian mobil dinas tetap dilakukan. “Ini sama persis dengan rencana kenaikan gaji pimpinan KPK, yang diisukan mencapai Rp 300 juta lebih. Saat itu pernyataan pimpinan KPK seolah-olah menolak, akan tetapi diduga keras pembahasan tersebut tetap berlanjut,” ujarnya. (Baca: Putusan Etik Firli Bahuri dan Pesan KPK akan Gaya Hidup Mewah)

Aturan gaji dan tunjangan

Perihal gaji dan tunjangan KPK tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK. Selain gaji pokok. Dalam aturan tersebut, Pimpinan KPK mendapatkan sejumlah tunjangan seperti tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, tunjangan perumahan, tunjangan transportasi, tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa, hingga tunjangan hari tua.

Bila dijumlahkan, Ketua KPK yang saat ini dijabat Firli Bahuri mendapatkan Rp123.938.500. Sementara itu, wakilnya, yaitu Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango, menerima Rp112.591.250. Sementara Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mendapatkan Rp104,62 juta dan para anggotanya sebesar Rp97,7 juta menurut Perpres Nomor 61 Tahun 2020 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Ketua dan Anggota Dewan Pengawas KPK.

Berikut rincian fasilitas tunjangan untuk pimpinan dan Dewas KPK sesuai PP Nomor 82 Tahun 2015:

Selain penghasilan, tunjangan fasilitas yang diterima Pimpinan KPK:

  1. Tunjangan Perumahan (Ketua sebesar Rp37.750.000-Wakil Ketua sebesar Rp34.900.000) – dibayar secara tunai ke yang bersangkutan
  2. Tunjangan Transportasi (Ketua sebesar Rp29.546.000 dan Wakil Ketua sebesar Rp27.330.000) – dibayar secara tunai ke yang bersangkutan
  3. Tunjangan Asuransi Kesehatan dan Jiwa (Ketua sebesar Rp16.325.000 dan Wakil Ketua sebesar Rp16.325.000) – dibayar ke penyelenggara asuransi dan dana pensiun
  4. Tunjangan Hari Tua (Ketua sebesar Rp8.063.500 dan Wakil Ketua sebesar Rp6.807.250) – dibayar ke penyelenggara asuransi dan dana pensiun

Selain penghasilan, tunjangan fasilitas yang diterima Dewas KPK:

  1. Tunjangan Perumahan (Ketua sebesar Rp37.750.000 dan Anggota sebesar Rp34.900.000)– dibayar secara tunai ke yang bersangkutan
  2. Tunjangan Transportasi (Ketua sebesar Rp29.546.000 dan Anggota sebesar Rp27.330.000) – dibayar secara tunai ke yang bersangkutan
  1. Tunjangan Asuransi Kesehatan dan Jiwa (Ketua sebesar Rp16.325.000 dan Anggota sebesar Rp16.325.000) – dibayar ke penyelenggara asuransi dan dana pensiun
  2. Tunjangan Hari Tua (Ketua sebesar Rp8.063.500 dan Anggota sebesar Rp6.807.250) – dibayar ke penyelenggara asuransi dan dana pensiun
Tags:

Berita Terkait