Badan Arbitrase, Proses Arbitrase, dan Pengadilan Negeri: Sebuah Distingsi
Kolom

Badan Arbitrase, Proses Arbitrase, dan Pengadilan Negeri: Sebuah Distingsi

Distingsi ini, meskipun telah diajarkan sejak di bangku kuliah, masih perlu untuk terus ditegaskan.

Bacaan 6 Menit

Dalam proses pemilihan arbiter, para pihak yang bersengketa memiliki otonomi untuk memilih arbiter terdaftar mana yang dipercayakan. Kemudian selama proses dengar pendapat dalam persidangan, para pihak pada umumnya ingin segala isi materi persengketaan hanya berada di dalam ruang persidangan arbitrase tanpa diketahui pihak lain siapapun itu. Bahkan, bilamana sedari awal sudah mempercayakan penuh kepada Majelis Arbitrase dan satu sama lain memiliki iktikad baik, pelaksanaan putusan arbitrase dapat dilakukan atas dasar tanggung jawab moral dan tanpa harus mendaftarkannya di Pengadilan Negeri; pendaftaran tersebut hanya diperlukan dalam konteks ada pihak yang tidak sukarela melaksanakan putusan arbitrase.

Selain itu, ada aspek proses yang tidak dapat disamakan antara prosedur abitrase melalui badan arbitrase dan prosedur beracara melalui Pengadilan Negeri. Secara orientasi, arbitrase adalah upaya untuk menyelesaikan sengketa dengan mekanisme penyelesaian sengketa secara tertutup. Hal ini berimplikasi kepada nuansa persidangan kekeluargaan yang justru lebih mengutamakan memberikan pengertian kepada Majelis Arbitrase agar jauh lebih memahami duduk perkara secara komprehensif.

Meskipun demikian, banyak realitas menunjukkan bahwa para pihak membawa nuansa adversarial dengan lebih mengutamakan volume suara dibandingkan kualitas argumentasi dan pengertian kepada Majelis Arbitrase. Seharusnya, ada upaya untuk memastikan bahwa sengketa yang terjadi perlu diperbaiki sehingga para pihak tetap dapat membangun hubungan berbisnis selanjutnya di masa sekarang dan yang akan datang. Distingsi ini, meskipun telah diajarkan sejak di bangku kuliah, masih perlu untuk terus ditegaskan.

*)Anangga W. Roosdiono adalah Ketua BANI Arbitration Centre serta seorang advokat di Jakarta. Muhamad Dzadit Taqwa adalah Dosen Hukum dalam Bidang Studi Dasar-Dasar Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait