Baleg DPR Fokus Susun Prolegnas
Berita

Baleg DPR Fokus Susun Prolegnas

Pimpinan DPR menekankan produk legislasi yang dihasilkan DPR lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas, sehingga sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo.

Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan Baleg memiliki dua fokus utama saat ini yaitu penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah dari 2020-2024 dan Prolegnas 2020. "Fokus utama Baleg ada dua yaitu penyusunan Prolegnas jangka menengah 2020-2024, dan Prolegnas 2020," kata Supratman di Kompleks Parlemen Jakarta, Kamis (31/10/2019) seperti dikutip Antara.  

 

Dia menargetkan penyusunan Prolegnas dapat disusun sebelum 12 Desember 2019 atau sebelum masa reses. Supratman mengatakan saat ini Baleg DPR sedang berkonsultasi untuk merencanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan beberapa kementerian terkait apa yang menjadi keinginan Presiden terkait produk legislasi dapat diwujudkan dalam waktu dekat.

 

Hal itu termasuk dalam rangka untuk mendukung pemindahan ibukota karena memerlukan perangkat RUU tersendiri, sehingga perlu RDP, termasuk mendengarkan pendapat para pakar. “Berkaitan dengan penyusunan prolegnas, kami juga akan segera untuk membahas peraturan tata tertib DPR, itu saja dulu fokusnya. Setelah nanti reses baru kemudian kita lanjutkan ke pembahasan lain-lain," kata dia.

 

Dia mengingatkan kerja legislasi tidak bisa hanya dibebankan kepada DPR karena dalam pembahasan RUU, perwakilan pemerintah terkadang tidak hadir atau mungkin kemauan politik yang berbeda terkait materi dan substansi sebuah RUU. Baca Juga: Lima Langkah Regulasi untuk Pemerintahan Jokowi Jilid II

 

Menurut dia, Baleg akan membuka diri terhadap masukan dari masyarakat ketika membahas RUU, bisa dilakukan dengan turun langsung ke masyarakat atau dengan melalui media. "Hingga saat ini belum ada yang diputuskan carry over atau tidak (terhadap pembahasan RUU DPR periode sebelumnya, red) karena Prolegnas belum dibahas. Saat ini kami baru mau berkomunikasi dengan pemerintah," katanya.

 

Tekankan kualitas

Terpisah, Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin menekankan produk legislasi yang dihasilkan DPR lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas, sehingga sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo. "Kami bersama pimpinan Badan Legislasi (Baleg) akan berkoordinasi, sehingga komisi-komisi menghasilkan produk legislasi jangan terlalu banyak, tapi mengutamakan kualitas," kata Azis Syamsuddin di Kompleks Parlemen.

 

Terkait pidato Presiden Jokowi terkait bagaimana bentuk penggabungan UU atau Omnibus Law yang dikenal dalam filosofi hukum yaitu kodifikasi hukum, dia menilai ke depannya bagaimana meramu sebagai kompilasi kodifikasi dari undang-undang yang berserakan. Pihaknya sudah berkoordinasi dalam pimpinan komisi-komisi teknis dan juga dalam rapat konsultasi pengganti Bamus.

 

"Kalau pengalaman saya dalam periodeisasi yang ke-4 di DPR, pengalaman saya satu komisi maksimal dua atau tiga RUU. Itu sudah ideal substansinya, pembahasan bisa komprehensif (fokus) mengundang kalangan intelektual, elemen masyarakat, dan sebagainya," ujarnya.

 

Aziz menilai DPR memiliki lima masa sidang tiap tahun, sehingga idealnya tiap komisi menghasilkan dua UU dalam satu tahun. Dia menjelaskan salah satu RUU yang akan menjadi fokus DPR untuk diselesaikan adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), karena sudah 53 tahun Indonesia tidak memiliki UU terkait hukum nasional.

 

"Tentu nanti pembahasannya ada di Komisi III DPR RI, karena pembahasan ini ada di komisi tersebut. Pimpinan Komisi III DPR setelah uji kelayakan calon Kapolri tentu nanti masalah undang-undang masih ada yang tersisa di Komisi III," katanya.

 

Sebelumnya, PSHK mengusulkan ada 5 langkah prioritas yang harus dilakukan Presiden termasuk DPR dalam 100 hari ke depan dalam upaya reformasi penataan regulasi. Pertama, penyusunan Prolegnas jangka menengah (5 tahun) dan Prolegnas 2020 (tahunan) usulan pemerintah yang partisipatif. Pemerintah harus membuka ruang masukan yang luas bagi masyarakat sekaligus mempublikasikan berbagai data dan informasi pendukung, terutama tahapan penyusunan Prolegnas kepada masyarakat.

 

Kedua, menyusun Prolegnas 2019-2024 dan Prolegnas 2020 usulan Pemerintah yang realistis secara jumlah dan memprioritaskan pembentukan RUU yang sesuai dengan rencana pembangunan nasional yang tidak hanya fokus kepada isu ekonomi, tetapi juga perbaikan dalam isu pemberantasan korupsi, perlindungan HAM, lingkungan hidup.

 

Reformasi regulasi seolah hanya dilihat regulasi sektor investasi, seharusnya juga meliputi reformasi regulasi sektor HAM, pemberantasan korupsi, dan lingkungan hidup,” ujar Peneliti PSHK lain, Fajri Nursyamsi di Jakarta, Rabu (30/10/2019).

 

Ketiga, memandang penataan regulasi tidak hanya kepada pembentukan omnibus law di bidang ekonomi, tetapi juga melihat peraturan perundang-undangan secara keseluruhan, mencakup juga materi muatan, tata urutan, tahapan pembentukan, sampai reformasi kelembagaan.Isu omnibus law, jangan sampai ini menjadi gagah-gagahan saja, tapi harus menjadi perbaikan. Dan banyak isu lain yang seharusnya bisa dijadikan objek omnibus law,” kata Fajri.  

 

Keempat, memasukan revisi menyeluruh terhadap UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam Prolegnas 2019-2024 dan Prolegnas 2020. UU Nomor 12 Tahun 2011 yang sudah direvisi menjadi UU No. 15 Tahun 2019, masih perlu disempurnakan. Bahkan, perlu dibentuk UU baru menggantikan UU 12/2011 tersebut.

 

“Penyempurnaan UU 12/2011 tidak hanya terkait tata urutan dan materi muatan perundang-undangan, tetapi juga termasuk dalam tahapan penyusunan, sampai penyempurnaan kelembagaan penyusunan peraturan perundang-undangan,” lanjutnya.

 

Kelima, menyusun langkah-langkah atau bahkan membentuk tim transisi untuk memulai penggabungan fungsi-fungsi kementerian/lembaga terkait pembentukan peraturan perundang-undangan. Lalu, membentuk kementerian/lembaga yang mengembangkan fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan yang diamanatkan UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No. 12 Tahun 2011.

 

“Reformasi kelembagaan dalam proses legislasi, tumpang tindih kewenangan, dan fungsi antarlembaga terkait proses pembentukan peraturan perundang-undangan sudah teridentifikasi sejak Pemerintahan Jokowi periode I, tetapi tidak kunjung diatasi. Justru, rencana pembentukan lembaga legislasi yang diamanatkan UU No. 15 Tahun 2019 itu tidak masuk dalam paket pengumuman Kabinet Indonesia Maju pada 23 Oktober 2019 lalu.” 

 

Menurut Fajri, keberadaan tim transisi sangat dibutuhkan untuk mengkaji penggabungan berbagai unit lembaga pemerintah pusat hingga pemerintah daerah (Pemda) yang selama ini menjalankan fungsi penyusunan peraturan ke dalam satu lembaga legislasi pemerintahan. “Bayangkan selama ini ada Ditjen Peraturan Perundang-undangan, BPHN, kementerian/lembaga, hingga Pemda, bagaimana nanti merumuskan penggabungan dalam satu lembaga legislasi pemerintahan?"

Tags:

Berita Terkait