Baleg Harmonisasi RUU Pengawasan Obat dan Makanan
Terbaru

Baleg Harmonisasi RUU Pengawasan Obat dan Makanan

Memuat 19 Bab dan 127 Pasal. Baleg bakal mengundang stakeholder dalam rangka memperkaya bahan dan mengharmonisasi materi muatan RUU.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Munculnya kasus gagal ginjal akut terhadap anak-anak, memicu dilakukan percepatan terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengawasan Obat dan Makanan. Rancangan beleid yang telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 itu mengalami perkembangan di penghujung tahun. Tapi, masuk lagi dalam daftar Prolegnas Prioritas 2023 dengan nomor urut 9 untuk keberlanjutan pembahasan.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Nihayatul Wafirah mengatakan komisi yang dipimpinnya menjadi pengusul RUU Pengawasan Obat dan Makanan. Sebagai negara besar, Indonesia belum memiliki payung hukum pengawasan terhadap obat dan makanan. Selama ini, keberadaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hanya diatur dengan Peraturan Presiden No.80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan.

“Bagaimana kita mau menindak tegas kalau tidak ada payung hukumnya,” ujar Nihayatul Wafirah  dalam rapat harmonisasi RUU Pengawasan Obat dan Makanan di Ruang Badan Legislasi (Baleg), Selasa (8/11/2022) kemarin.

Soal kasus gagal ginjal akut terhadap anak-anak yang sedang marak, BPOM dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) seolah saling lempat tanggung jawab. Nah, dalam RUU tersebut nantinya bakal memisahkan kewenangan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes dengan BPOM yang selama ini saling bersinggungan. RUU ini mengatur soal pengawasan makanan maupun obat sedari proses produuksi, hingga pendistribusian produk.

“Jadi kita tahu barang itu mulai produksi, sampai pendistribusiannya seperti apa,” kata dia.

Menurutnya, praktik pengawasan obat dan makanan yang dilakukan BPOM tak sampai turun ke masyarakat. Selama ini BPOM melakukan pengawasan hanya sampai di level provinsi. Untuk itu, ke depan, pengawasan obat dan makanan hingga tingkat masyarakat. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menerangkan pengaturan pengawasan nantinya bakal dilakukan tenaga pengawas serta melibatkan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang ditempatkan di lingkungan BPOM.

RUU Pengawasan Obat dan Makanan pun mengatur sanksi administratif dan pidana. Antara lain, bagi setiap orang yang membuat atau memproduksi obat maupun makanan yang tidak memenuhi standar serta persyaratan yang meliputi keamanan, khasiat, mutu, manfaat dan gizi. “RUU ini memuat 19 Bab dan 127 Pasal,” ujarnya.

Melalui RUU Pengawasan Obat dan Makanan, pengusul mengharapkan adanya peningkatan kualitas dan pendapatan dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Menurutnya, UMKM mendapatkan pendampingan dalam banyak hal, sehingga dapat memproduksi produk yang jauh lebih sehat dan dapat dijual dengan standar yang lebih baik lagi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait