Beda Majelis Hakim Beda Putusan
Gugatan Surat Pembaca

Beda Majelis Hakim Beda Putusan

Sebelumnya, 8 April lalu majelis hakim yang sama juga menjatuhkan putusan serupa terhadap Pan Esther, kolega Kho Seng yang juga mengirim surat pembaca ke sejumlah media cetak.

Rzk
Bacaan 2 Menit
Beda Majelis Hakim Beda Putusan
Hukumonline

 

Sepuluh menit pertama putusan dibacakan, walaupun terlihat serius, Kho Seng masih terlihat tenang. Memasuki pertimbangan majelis, ekspresi gusar mulai nampak di wajah pedagang souvenir acara perkawinan itu. Kepalanya mulai geleng-geleng yang kemudian disambut juga dengan gelengan oleh penasihat hukumnya Hendrayana. Majelis menolak eksepsi yang diajukan tergugat, ucap anggota majelis Daliun Sailan seolah menambahkan ketegangan di kubu tergugat.

 

Ga nyangka majelis ternyata masih berani juga, ujar Winny setengah berbisik kepada hukumonline. Winny adalah kolega Kho Seng yang juga digugat oleh Duta Pertiwi. Beruntung, Winny telah dinyatakan tidak terbukti melakukan PMH dan pencemaran nama baik oleh majelis hakim yang diketuai oleh R. Unggul Warso Murti.

 

Eksepsi ditolak

Dalam putusan No. 178/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Ut., majelis menolak mentah-mentah dalil eksepsi tergugat. Dalil bahwa Duta Pertiwi yang diwakili oleh Welli Setiawan Prawoko (Wakil Direktur Utama), Harry Budi Hartano (Direktur) dan Glen Hendra (Direktur) tidak memiliki kapasitas karena seharusnya yang mengajukan gugatan adalah Mochtar Wijaya, ditolak majelis.

 

Alasan majelis karena ketiga orang itu tampil atas nama perseroan Duta Pertiwi. Merujuk Pasal 98 UU Perseroan Terbatas, mereka selaku direksi berwenang mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan.

 

Dalil bahwa gugatan prematur, majelis juga tidak sependapat. Menurut majelis, gugatan ini tidak semata-mata terkait dengan surat pembaca dan laporan ke Kepolisian yang ditempuh oleh tergugat, tetapi intinya pencemaran nama baik. Sehingga dalam kasus ini, tidak beralasan kalau disebut gugatan prematur karena tidak ada waktu yang harus ditunggu oleh penggugat soal ini, papar Daliun.

 

Yurisprudensi MA

Dalam pokok perkara, majelis menyatakan tindakan tergugat jelas PMH yang rinciannya didasarkan pada Yurisprudensi MA No. 319 tanggal 8 Februari 1986. yurisprudensi itu menyatakan syarat-syarat PMH antara lain bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, melanggar hak subjektif orang lain, melanggar kaidah tata susila, bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta kehati-hatian. Syarat-syarat itu, menurut majelis tidak harus terpenuhi seluruhnya.

 

Salah satu saja telah terbukti ada dalam suatu perbuatan maka dianggap telah ada suatu perbuatan yang melanggar hukum, jelas Daliun. Dia menambahkan selain syarat-syarat tersebut, PMH juga mengandung unsur adanya kerugian, kesalahan, dan hubungan kausalitas antar keduanya.

 

Berdasarkan bukti berupa surat pembaca yang ditulis Kho Seng, majelis menyimpulkan adanya pelanggaran terhadap hak subjektif penggugat yaitu kehormatan dan nama baik. Tergugat pun dinilai majelis tidak hati-hati dan berpikir panjang ketika menulis surat pembaca tersebut. Mengutip keterangan ahli dari penggugat, majelis berpendapat penyampaian berita yang bermaksud menyerang nama baik orang lain dapat dipandang sebagai penghinaan apabila dilakukan di muka umum.

 

Surat pembaca adalah hal yang wajar sepanjang tidak bertentangan dengan hak orang lain. Pasti tidak akan masalah, jelas Daliun. Namun, dalam kasus ini, surat pembaca Kho Seng dianggap telah bertentangan dengan hak penggugat sehingga tidak ada larangan untuk mengajukan gugatan langsung ke pengadilan tanpa melalui mekanisme yang ditetapkan dalam UU Pers.

 

Immateriil yes, materiil no

Terkait petitum penggugat, majelis berpendapat gugatan ganti rugi materiil harus disertai uraian rinci tentang kerugian materiil yang disebabkan. Selain itu, hubungan kausalitas antara PMH dengan kerugian yang terjadi. Uraian ini, menurut majelis, tidak terlihat dalam gugatan penggugat. Akibatnya, petitum tentang ganti rugi materiil dinyatakan ditolak.

 

Sementara, gugatan ganti rugi materiil yang diajukan penggugat dikabulkan. Majelis beralasan karena PMH telah terbukti maka berpedoman pada Pasal 1372 KUHPerdata, dipertimbangkan berat ringannya penghinaan serta pangkat dan kedudukan kedua belah pihak. Mengigat kapasitas Duta Pertiwi adalah perusahaan pengembang yang cukup dikenal, majelis memandang perlu pemulihan kehormatan dan nama baik penggugat.

 

Mempertimbangkan keadaan dan kapasitas tergugat yang juga wiraswasta maka patutlah tergugat dihukum membayar ganti rugi immateriil sebesar Rp1 miliar, ujar Daliun.

 

Begitu usai pembacaan putusan, Kho Seng langsung bergegas meninggalkan ruang sidang. Kepada hukumonline, dia menyatakan tekadnya melakukan upaya hukum banding. Gitu aja dipikirin, saya langsung banding, tegas Kho Seng yang diamini oleh Hendrayana.

 

Mengomentari isi putusan, Hendrayana mengatakan pertimbangan majelis tidak benar. Dia menilai ada beberapa fakta persidangan yang sengaja dikesampingkan oleh majelis. Fakta dimaksud misalnya keterangan sejumlah saksi yang menyatakan apa yang ditulis Kho Seng dalam surat pembaca adalah benar. Majelis sepertinya ingin memisahkan antara isi dengan surat pembacanya, itu satu kesatuan ga bisa dipisahkan, ujarnya.

 

Secara umum, Hendrayana menilai putusan majelis adalah gambaran inkonsistensi lembaga peradilan terhadap kebebasan pers. Bagaimana mungkin satu pengadilan bisa menghasilkan putusan berbeda, imbuhnya membandingkan putusan Kho Seng dengan putusan Winny beberapa waktu lalu. Ini kado pahit bagi peringatan World Press Freedom Day pada 3 Mei kemarin, ujarnya miris.

 

Sementara itu, Nining, penasihat hukum Duta Pertiwi, enggan mengeluarkan komentar sedikit pun. Silahkan telepon ke kantor saja ya, tukasnya seraya bergegas meninggalkan gedung pengadilan.

Kho Seng Seng masih berusaha menebar senyum kepada sejumlah kuli tinta yang mengerubunginya. Di sebuah kursi kayu panjang di gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), mereka tengah menanti majelis hakim turun dari ruangan kerjanya memulai sidang. Hari ini (6/5), sesuai jadwal, majelis yang diketuai oleh Nelson Samosir akan membacakan putusan atas perkara gugatan yang diajukan PT Duta Pertiwi terhadap Kho Seng Seng.

 

Perkara ini hanyalah satu bagian dari rentetan episode gugatan antara Duta Pertiwi dengan sejumlah pemilik kios ITC Mangga Dua dan penghuni apartemen Mangga Dua Court. Total ada 16 gugatan –awalnya 19 tetapi tiga kemudian menempuh jalan damai. Dari 16 tergugat, hanya empat orang yang digugat karena surat pembaca, dua diantaranya sudah putus. Satu menang, satu lagi kalah.

 

Kho Seng diseret Duta Pertiwi akibat ‘ulahnya' mengirim surat pembaca ke sejumlah media cetak dan melapor ke Kepolisian. Kho Seng melakukan itu karena merasa ditipu oleh Duta Pertiwi terkait status tanah dimana ITC Mangga Dua berdiri. Tidak terima atas tindakan itu, Duta Pertiwi menggugat Kho Seng dengan tuduhan perbuatan melawan hukum (PMH) dan pencemaran nama baik.

 

Jarum jam menunjukkan pukul 11.15, sidang belum juga dimulai. Yakin menang nih Kho Seng? Ga takut senasib Pan Esther, sapa hukumonline. Sekali lagi, pria berperawakan kecil itu tersenyum. Yakinlah, kenapa harus takut, ujarnya yakin. Sebenarnya, Kho Seng punya alasan untuk gentar. Pasalnya, majelis hakim yang menangani perkaranya adalah juga majelis yang menyatakan koleganya, Pan Esther terbukti melakukan PMH dan pencemaran nama baik. Esther bahkan dikenakan kewajiban membayar ganti kerugian Rp1 miliar.

 

Lima belas menit kemudian, majelis hakim akhirnya memulai sidang. Kho Seng dengan ‘seragam kebesarannya' kemeja putih dan celana panjang hitam memilih duduk di kursi pengunjung barisan depan. Palu majelis diketok menandakan pembacaan putusan dimulai. Minimnya alat pengeras suara, memaksa Kho Seng dan sejumlah pengunjung sidang agak mencodongkan badan ke depan berupaya menangkap suara majelis.

Tags: