Begini Alasan Yamaha-Honda Minta Sidang Kartel Dihentikan
Berita

Begini Alasan Yamaha-Honda Minta Sidang Kartel Dihentikan

Pokok keberatan berkaitan dengan emal, pembicaraan di lapangan golf, dan keuntungan perusahaan.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Sidang dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 di KPPU.  Foto: KPPU (www.kppu.go.id)
Sidang dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 di KPPU. Foto: KPPU (www.kppu.go.id)
Persidangan dugaan kartel terhadap PT Astra Honda Motor (AHM) dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) sudah digelar KPPU. Dalam persidangan Selasa (26/7), Honda dan Yamaha menyampaikan jawaban atas dugaan kartel sepeda motor jenis skutik (skuter matic) 110-125 cc.

Dalam persidangan sebelumnya terungkap investigator KPPU menduga Yamaha dan Honda melanggar Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kedua perusahaan diduga melakukan kartel.

Adapun bukti yang dihadirkan investigator adalah dua surat elektronik (email) dari Presiden Direktur YMIM Yoichiro Kojima yang ditujukan kepada tim internal YMIM pada 2014. Isi email itu adalah YMIM harus mengikuti kenaikan harga yang dilakukan AHM. Sebelum adanya email tersebut, keduanya telah bertemu di lapangan golf.

Atas tuduhan tersebut, Executive Vice President YMIMDyonisus Bety  menegaskan email dan pertemuan di lapangan golf yang dijadikan bukti oleh investigator KPPU tidak dapat dijadikan bukti. Menurutnya, email yang diterima adalah pernyataan sepihak dari Yutaka Terada.  "Email tersebut tidak pernah di-follow up. Email ini sendiri bukan sebagai bukti," kata Dyon saat memaparkan bantahan dalam persidangan di Kantor KPPU, Jakarta.

Dyon menegaskan YMIM tidak pernah melakukan pertemuan dengan pihak Honda untuk menentukan harga. Kalaupun benar ada perjanjian antara Yamaha dan Honda, tidak mungkin perjanjian tersebut dilakukan melalui e-mail. Pertemuan di lapangan golf juga merupakan kegiatan pribadi Yoichiro Kojima. Ia memastikan tidak ada pembahasan bisnis di lapangan golf.

Dyon juga mengatakan pihaknya sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk biaya promosi. Hal tersebut menjadi bukti adanya persaingan yang sangat keras antar dua merek sepeda motor ini. Jika merujuk pada bukti ekonomi, justru market share yang diperoleh Yamaha menurun, terjadi promosi keras bahkan black campaign dan terjadi perang harga. Perhitungan profit pada 2013-2014 yang dinyatakan investigator sebesar 47 persen adalah keliru.

“Laba keuntungan Yamaha besar, itu tidak benar. Kenaikan profit perusahaan 7,4 persen, bukan 47 persen, itu seakan-akan mendapat profit berlebih. Harga jual skutik memang lebih mahal dari harga basic karena konsumen harus membayarkan biaya pajak sebesar 42% dari harga basic,” begitu bantahan Dyon.

Berdasarkan dalil itulah Dyon meminta majelis KPPU tidak melanjutkan persidangan dugaan kartel itu. Permintaan senada disampaikan pihak Honda. Deputy Head of Corporate Communication Honda, Ahmad Muhibbuddin meminta majelis KPPU untuk membatalkan dakwaan agar tidak menjadi preseden buruk bagi upaya penciptaan iklim bisnis yang kondusif di negeri ini.

Dalam pernyataan tertulis kepada awak media, Ahmad mengatakan motif perbuatan kartel baru bisa muncul jika  ada unsur untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya antara dua perusahaan. Namun, motif ini tidak pernah digunakan oleh Honda dalam menjalankan bisnis. “Buktinya, pada periode penyidikan KPPU (2013-2014), pangsa pasar Honda sudah jauh di atas kompetitornya, sehingga tidak beralasan bagi kami sebagai pemimpin pasar harus bersepakat dengan pesaing yang pangsa pasarnya lebih kecil,” kata Ahmad.

Tuduhan mengambil keuntungan juga dinilai tidak terbukti. Pada tahun itu, keuntungan Honda justru menurun meski penjualan naik. Hal ini terjadi karena untuk menjada daya beli dengan menyerap efek nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS$) dan inflasi serta biaya tenaga kerja yang naik. AHM menyayangkan masalah ini tak diungkap dalam hasil investigasi KPPU.

Adapun pernyataan KPPU yang mengatakan ongkos produksi senilai Rp7 juta untuk motor skutik dinilai tidak berdasar. Ahmad menjelaskan, harga sepeda motor skutik Honda sudah mempertimbangkan biaya produksi dan lain-lain, termasuk pajak yang harus dibayar dalam proses bisnis sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Detail informasi pun sudah diserahkan kepada KPPU sejak setahun yang lalu dalam bentuk laporan keuangan dan sudah diaudit Kantor Akuntan Publik (KAP) terkemuka. Lagi-lai AHM menyayangkan fakta ini juga tidak dijadikan pertimbangan oleh KPPU.

Selanjutnya terkait bukti email, Ahmad mengatakan dakwaan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Komunikasi tersebut hanyalah pernyataan sepihak. Harusnya, lanjutnya, KPPU menyelidiki terlebih dahulu motif dari komunikasi di internal pesaing. Pihaknya tidak ingin disangkutpautkan dengan urusan internal Yamaha.

Ahmad juga menyangkal ada pembicaraan bisnis antara pimpinan Yamaha dan Honda saat bermain golf, apalagi sampai membicarakan soal harga. “Sayang sekali bantahan-bantahan kami tidak semuanya disampaikan KPPU dalam persidangan,” ungkapnya.

Ketua Tim Investigator KPPU Frans Adiatma enggan memberikan komentar terkait bantahan tersebut. "Nanti kita di sidang saja," katanya sambil meninggalkan ruang sidang.
Tags:

Berita Terkait