Begini Pengaturan Pemblokiran dan Penyitaan dalam RUU Perampasan Aset
Terbaru

Begini Pengaturan Pemblokiran dan Penyitaan dalam RUU Perampasan Aset

Pemblokiran aset bisa dilakukan setelah mendapat izin dari pengadilan negeri.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Salah satu pertimbangan pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait Dengan Tindak Pidana untuk mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan. Hal itu tercantum dalam sebagian kutipan poin c konsideran Menimbang RUU Perampasan Aset. RUU mengatur berbagai ketentuan terkait mekanisme perampasan aset antara lain mengenai pemblokiran dan/atau penyitaan. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 12-20 RUU.

Sebelum dilakukan pemblokiran/penyitaan terhadap aset tindak pidana penyidik terlebih dulu melakukan penelusuran. Jika hasil penelusuran itu di duga aset yang bersangkutan terkait hasil tindak pidana, penyidik berwenang melakukan pemblokiran dan/atau penyitaan. Pemblokiran dilakukan dengan surat perintah pemblokiran kepada lembaga yang berwenang.

“Perintah pemblokiran sebagaimana pada ayat (1) ditetapkan oleh atasan langsung penyidik setelah mendapat izin pemblokiran dari pengadilan negeri,” begitu kutipan Pasal 13 ayat (2) RUU.

Baca juga:

Pengadilan Negeri yang dimaksud merupakan pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat lembaga yang berwenang. Perintah pemblokiran paling sedikit memuat beberapa hal seperti nama dan jabatan penyidik, lembaga yang diminta melakukan pemblokiran, bentuk, jenis, atau keterangan lain mengenai aset yang akan dikenakan pemblokiran, dan alasan dan dasar hukum pemblokiran. Lembaga yang berwenang wajib melakukan pemblokiran secepatnya setelah menerima perintah pemblokiran oleh penyidik.

Pemblokiran dilakukan untuk jangka waktu paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang 1 kali setelah mendapat izin ddari pengadilan negeri setempat untuk jangka waktu paling lama 30 hari. Setelah waktu pemblokiran dan perpanjangannya itu berkahir, pemblokiran dinyatakan berakhir demi hukum.

Begitu juga dengan penyitaan, harus diawali penelusuran oleh penyidik. Jika hasil penelusuran diduga aset terkait tindak pidana, penyidik ssetelah mendapat izin dari pengadilan negeri setempat berwenang melakukan penyitaan. Dalam melakukan penyitaan penyidik wajib menunjukkan surat perintah penyitaan yang dikeluarkan atasan langsung penyidik kepada orang yang memiliki atau menguasai aset tindak pidana yang disita.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait